Allah berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا
“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kalian anggap (tuhan) selain Allah, mereka tidak kuasa untuk menghilangkan bahaya dari kalian dan tidak pula memindahkannya.’
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra’: 56-57)
Imam Ath-Thabari menjelaskan:
يقول تعالى ذكره لنبيه محمد ﷺ: قل يا محمد لمشركي قومك الذين يعبدون من دون الله من خلقه:
“Allah berfirman kepada nabi-Nya, Muhammad ﷺ, ‘Katakanlah wahai Muhammad kepada orang-orang musyrik dari kaummu yang beribadah kepada makhluk selain Allah:
ادعوا أيها القوم الذين زعمتم أنهم أرباب وآلهة من دونه عند ضرّ ينزل بكم، فانظروا هل يقدرون على دفع ذلك عنكم، أو تحويله عنكم إلى غيركم…
“Wahai kaumku, tatkala bahaya menimpa kalian, panggillah orang-orang yang kalian anggap tuhan dan sembahan selain Allah, lalu perhatikanlah, apakah mereka sanggup menolak bahaya itu dari kalian atau memindahkan itu dari kalian lalu diarahkan kepada selain kalian?…
فإنهم لا يقدرون على ذلك، ولا يملكونه، وإنما يملكه ويقدر عليه خالقكم وخالقهم
Sesungguhnya mereka tidak sanggup dan tidak kuasa melakukan itu. Yang kuasa dan sanggup melakukan itu hanyalah Pencipta kalian dan Pencipta mereka!” (Jami’ Al-Bayan fii Ta’wiil Al-Quran)
Imam Asy-Syaukani berkata:
هَذَا رَدٌّ عَلَى طَائِفَةٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا يَعْبُدُونَ تَمَاثِيلَ عَلَى أَنَّهَا صُوَرُ الْمَلَائِكَةِ، وَعَلَى طَائِفَةٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ كَانُوا يَقُولُونَ بِإِلَهِيَّةِ عِيسَى وَمَرْيَمَ وَعُزَيْرٍ، فَأَمَرَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنْ يَقُولَ لَهُمُ: ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ آلِهَةٌ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Ini adalah bantahan terhadap sekelompok musyrikin yang beribadah kepada patung-patung dengan anggapan itu gambar para malaikat, dan juga bantahan terhadap sekelompok Ahli Kitab yang menyatakan ketuhanan ‘Isa putra Maryam dan ‘Uzair. Maka Allah menyuruh rasul-Nya agar berkata kepada mereka, ‘Panggillah mereka yang kalian anggap sembahan-sembahan selain Allah.’
وَقِيلَ: أَرَادَ بِالَّذِينَ زَعَمْتُمْ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ عِنْدَهُمْ نَاسٌ مِنَ الْعَرَبِ
Dan ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mereka yang kalian anggap tuhan selain Allah adalah sekelompok jin yang memiliki pengikut berupa orang-orang dari kalangan Arab.” (Fathul Qadir)
Kalau begitu, yang dimaksud dengan mereka yang kalian anggap (tuhan) selain Allah dan mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan mereka adalah para malaikat, nabi, orang saleh atau jin.
Mereka disembah oleh orang-orang musyrik. Padahal, mereka adalah hamba-hamba Allah juga, sama seperti mereka.
Mereka dianggap Tuhan. Padahal, mereka sendiri mencari kedekatan dengan Tuhan mereka.
Mereka dimintai pertolongan dan keselamatan dari siksa Allah. Padahal, mereka sendiri mengharapkan rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya.
Ada beberapa faidah yang bisa kita petik dari ayat di atas:
- Para nabi, malaikat dan orang saleh tidak sanggup mendatangkan manfaat untuk diri mereka dan tidak pula menolak bahaya dari diri mereka, apalagi selain mereka!
Dan itu adalah bantahan terhadap sebagian sekte Sufi yang meyakini bahwa guru-guru mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.
Seorang sufi berkata di sebuah video, “Sebenarnya salah satu satu, ingat, salah satu daripada obat Corona itu, obat wabah itu ada di rumah kita. Cuman kita tidak menyadari. Kenapa tidak menyadari? Karena kita panik. Karena kita takut dengan penyakit itu. Sehingga kita melupakan salah satu obat yang ada di rumah kita. Siapa obat kita? Ini. Yang di belakang ini. Foto seorang aulia Allah Ta’ala. Yang barusan kita hauli sama-sama.”
Mereka juga meyakini bahwa wali-wali yang sudah mati bisa memenuhi hajat orang yang meminta-minta itu kepada mereka. Mereka berkata:
إن الله يوكل بقبر الولي ملكا يقضي الحوائج وتارة يخرج الولي من قبره ويقضيها بنفسه
“Sesungguhnya Allah memercayakan kuburan seorang wali kepada malaikat yang akan menunaikan berbagai hajat, dan kadang wali itu keluar dari kuburnya dan menunaikan sendiri hajat-hajat itu.”
Laa haula walaa quwwata illaa billah
Allah berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Yunus: 107)
- Berdoa kepada selain Allah adalah haram dan syirik, walaupun itu ditujukan kepada para nabi dan orang saleh.
Dan ini adalah bantahan terhadap para penyembah kubur orang saleh.
Ketika dinyatakan bahwa perbuatan mereka adalah syirik seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy, mereka membantah dengan berkata, “Apakah kalian menyamakan kami dengan mereka?! Apakah orang yang mendekatkan diri kepada wali-wali Allah kalian samakan dengan orang yang mendekatkan diri kepada patung?!”
Padahal, orang-orang musyrik zaman dulu pun beribadah kepada orang saleh, dan karena itu mereka dianggap musyrik.
- Sifat khas para nabi yaitu takut akan siksa Allah dan mengharap rahmat Allah.
Allah menyebutkan sifat para nabi dan rasul:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Kalau para nabi saja selalu takut akan siksa Allah dan selalu mengharapkan kasih sayang-Nya, padahal mereka sudah dijamin mendapatkan pengampunan dosa, maka bagaimana dengan kita yang berlumur dosa?!
Seharusnya kita lebih takut kepada siksa Allah, dan lebih mengharap kasih Allah dibandingkan mereka!
Sebab, tidak ada jaminan kita bebas dari dosa!
Karena itu, kita harus terus menanamkan rasa takut kepada-Nya dan juga rasa harap akan kasih sayang-Nya, sampai kita bertemu dengan-Nya.
Suatu hari Nabi ﷺ menjenguk seorang anak muda yang sedang sekarat. Beliau kemudian bertanya:
كَيْفَ تَجِدُكَ؟
“Bagaimana engkau mendapati dirimu?”
Ia menjawab:
أَرْجُو اللَّهَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَخَافُ ذُنُوبِي
“Aku sangat mengharapkan Allah, wahai Rasulullah! Dan aku takut akan dosa-dosaku.”
Maka Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو، وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
“Tidaklah berkumpul dua perkara tadi dalam hati seorang hamba di saat-saat seperti ini, melainkan Allah akan memberikan kepadanya apa yang ia harapkan, dan memberikan kepadanya rasa aman dari apa yang ia khawatirkan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Siberut, 4 Syawwal 1441
Abu Yahya Adiya
Sumber:
- Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab At-Tauhid karya Syekh Saleh Al-Fauzan.
- Jami’ Al-Bayan fii Ta’wiil Al-Quran karya Imam Ath-Thabari.
- Fathul Qadir Al-Jami’ Baina Fannai Ar-Riwayah wa Ad-Dirayah Min ‘Ilm At-Tafsir karya Imam Asy-Syaukani.
- Mausu’ah Al-Firaq Al-Muntasibah Lii Al-Islam.






