Apa Saja yang Membatalkan Puasa?

Apa Saja yang Membatalkan Puasa?

Pembatal puasa terbagi menjadi dua:

  1. Pembatal puasa yang mengharuskan qadha.
  2. Pembatal puasa yang mengharuskan kafarat.

 

Pembatal Puasa yang Mengharuskan Qadha

Adapun perkara yang membatalkan puasa dan mengharuskan untuk menggantinya di hari yang lain:

 

1. Makan dan minum dengan sengaja.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ نَسيَ وهُوَ صَاِئمٌ فَأكَلَ أوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فإنَّمَا أطعَمَهُ الله وَسَقَاهُ

“Siapa yang dalam keadaan berpuasa lupa lalu makan atau minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kalau seorang yang sedang berpuasa makan dan minum karena lupa dan tak disengaja, maka tak batal puasanya. Berarti, kalau ia makan dan minum disengaja, maka batallah puasanya.

Dan termasuk kategori makan dan minum dengan sengaja yaitu:

مثل الإبر المغذية التي يستغنى بها عن الأكل والشرب، فأما غير المغذية فلا تفطر سواء كانت عن طريق العرق أو العضل.

“Seperti suntikan yang mengandung makanan yang mencukupkan dari makan dan minum. Adapun yang tidak mengandung makanan, maka itu tidak membatalkan, baik lewat urat maupun otot.” (Fushul Fii Ash-Shiyam wa At-Tarawiih wa Az-Zakaat)

 

2. Muntah dengan sengaja.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ

“Siapa yang tidak kuasa menahan dirinya sehingga muntah, maka tidak ada qadha baginya. Namun, siapa yang sengaja muntah, maka ia harus mengqadhanya.” (HR.Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Ibnul Mundzir berkata:

وأجمعوا على إبطال صوم من استقاء عامدا

“Para ulama sepakat akan batalnya puasa orang yang sengaja muntah.” (Al-Ijma’)

Siapa yang berpuasa lalu meletakkan jarinya ke dalam tenggorokannya, atau menekan perutnya, atau sengaja mencium aroma tidak sedap, atau sengaja melihat sesuatu yang membuat mual sehingga akhirnya muntah, maka puasanya batal.

 

3. Haid dan nifas

Nabi ﷺ bersabda:

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

“Bukankah wanita bila haid tidak melaksanakan salat dan puasa?” (HR.Bukhari)

Aisyah berkata:

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

“Kami pun pernah mengalami haid, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi berkata:

فأجمعت الأمة على تحريم الصوم على الحائض والنفساء، وعلى أنه لا يصح صومها

“Umat telah bersepakat akan haramnya berpuasa atas wanita haid dan nifas dan bahwasanya puasa tidak sah bagi wanita seperti itu.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)

 

Pembatal Puasa yang Mengharuskan Kafarat

Adapun perkara yang membatalkan puasa dan mengharuskan untuk membayar kafarat, maka itu hanya satu saja yaitu bersetubuh.

Abu Hurairah berkata:

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ

“Ketika kami sedang duduk bersama Nabi ﷺ tiba-tiba datang seorang pria lalu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ

“Wahai Rasulullah, binasalah aku!”

قَالَ

Beliau bertanya:

مَا لَكَ

“Ada apa denganmu?”

قَالَ

Orang itu menjawab:

وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Aku telah bersetubuh dengan isteriku padahal aku sedang berpuasa.”

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ

Maka Rasulullah ﷺ bertanya:

هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا

“Apakah engkau bisa mendapatkan budak untuk engkau bebaskan?”

قَالَ

Orang itu menjawab:

لَا

“Tidak.”

قَالَ

Lalu beliau bertanya lagi:

فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ

“Apakah engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?”

قَالَ

Orang itu menjawab:

لَا

“Tidak.”

فَقَالَ

Lalu beliau bertanya lagi:

فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا

“Apakah engkau bisa memberi makan kepada enam puluh orang miskin?”

قَالَ

Orang itu menjawab:

لَا

“Tidak.”

قَالَ

Abu Hurairah berkata:

فَمَكَثَ النَّبِيُّ ﷺ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ

Nabi ﷺ terdiam. Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Nabi ﷺ diberi satu keranjang kurma. Beliau bertanya:

أَيْنَ السَّائِلُ

“Mana orang yang bertanya tadi?”

فَقَالَ

Orang itu menjawab:

أَنَا

“Aku.”

قَالَ

Maka beliau bersabda:

خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ

“Ambillah kurma ini lalu sedekahkanlah!”

فَقَالَ الرَّجُلُ

Orang itu berkata:

أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي

“Apakah disedekahkan kepada orang yang lebih miskin dariku wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada keluarga yang tinggal di antara dua tanah berbatu (Madinah) yang lebih miskin daripada keluargaku!”

فَضَحِكَ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ

Maka Nabi ﷺ pun tertawa hingga tampak gigi serinya. Lalu beliau bersabda:

أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

“Kalau begitu, berilah makan keluargamu dengan kurma ini!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pertanyaan: bagaimana kalau seseorang yang sedang berpuasa bersetubuh karena lupa?

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ نَسيَ وهُوَ صَاِئمٌ فَأكَلَ أوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فإنَّمَا أطعَمَهُ الله وَسَقَاهُ

“Siapa yang dalam keadaan berpuasa lupa lalu makan atau minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi mengomentari hadis ini:

فِيهِ دَلَالَةٌ لِمَذْهَبِ الْأَكْثَرِينَ أَنَّ الصَّائِمَ إِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ أَوْ جَامَعَ نَاسِيًا لَا يُفْطِرُ وَمِمَّنْ قَالَ بِهَذَا الشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَدَاوُدُ وَآخَرُونَ

“Dalam hadis ini terdapat dalil bagi pendapat mayoritas ulama bahwa orang yang berpuasa jika makan, minum atau bersetubuh karena lupa, maka tidak batal puasanya. Di antara yang berpendapat dengan pendapat ini adalah Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Daud, dan yang lainnya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Timbul pertanyaan: “Bukankah hadis tadi cuma menyebutkan makan dan minum, tanpa bersetubuh?”

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَفْطَرَ فِي شَهْر رَمَضَان نَاسِيًا فَلَا قَضَاء عَلَيْهِ وَلا كَفَّارَة

“Siapa yang berbuka di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada qadha dan tidak pula kafarat baginya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)

Siapa yang berbuka dan ini umum mencakup makan, minum dan juga bersetubuh.

 

Siberut, 28 Syaban 1442

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Al-Ijma karya Ibnul Mundzir.
  2. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab karya Imam An-Nawawi.
  3. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj karya Imam An-Nawawi.
  4. Fushul Fii Ash-Shiyam wa At-Tarawiih wa Az-Zakaat karya Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin.
  5. Shahih Fiqh As-Sunnah wa Adillatuh wa Taudhihi Madzahib Al-Aimmah karya Syekh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid.