Kenyataan pahit harus ditelan kaum muslimin dalam perang Uhud. Orang-orang musyrik bisa mengalahkan mereka, sehingga banyak jatuh korban di antara mereka. Bahkan, sampai terlukalah nabi mereka!
Anas bin Malik berkata:
شُجَّ النَّبِيُّ ﷺ يَوْمَ أُحُدٍ فَقَالَ:
“Kepala Nabi ﷺ terluka dalam perang Uhud. Lalu beliau bersabda:
«كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ»
“Bagaimana mungkin akan beruntung suatu kaum yang melukai nabi mereka?”
فَنَزَلَتْ:
Kemudian turunlah ayat (QS. Ali Imran 128):
{ لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ } [آل عمران: 128]
“Bukan urusanmu sedikit pun apakah Allah menerima taubat mereka atau menyiksa mereka, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang zalim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kenyataan pahit dalam perang Uhud tadi menyebabkan Nabi ﷺ mendoakan keburukan untuk orang-orang musyrik yang telah menyakiti beliau dan para sahabat beliau.
Ibnu Umar pernah mendengar Nabi ﷺ ketika bangkit dari rukuk pada rakaat terakhir salat Subuh mengucapkan:
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ
“Allah mendengarkan siapa yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami, segala pujian bagi-Mu.”
Setelah itu beliau ﷺ mengucapkan:
اللَّهُمَّ العَنْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا وَفُلاَنًا
“Ya Allah, laknatilah si fulan, si fulan, dan si fulan!” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain dari Salim bin Abdillah bin Umar, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَدْعُو عَلَى صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ، وَسُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو، وَالحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَزَلَتْ:
“Rasulullah ﷺ mendoakan keburukan untuk Shafwan bin Umayah, Suhail bin ‘Amru, dan Al Harits bin Hisyam.” Maka turunlah ayat:
لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
“Bukan urusanmu sedikit pun apakah Allah menerima taubat mereka atau menyiksa mereka, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang zalim ” (HR. Bukhari)
Allah menegur beliau ﷺ karena telah tergesa-gesa mendoakan keburukan untuk orang-orang yang menyakiti beliau. Sebab, mereka di kemudian hari bertaubat dan masuk Islam, bahkan baik keislaman mereka.
Faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:
- Seorang nabi bisa mengalami musibah dan bencana di dunia.
Lihatlah nabi kita ﷺ dalam perang Uhud. Terluka kepalanya dan pecah gigi serinya.
Nah, kalau seseorang nabi dan rasul saja bisa terluka, lantas apakah umatnya tidak akan terluka karena sabetan dan tusukan benda tajam?
Makanya, jangan tertipu oleh seseorang yang kebal terhadap sabetan pedang, atau tusukan tombak, bahkan terhadap tembakan pistol!
Imam Yunus bin Abdul A’laa berkata kepada Imam Asy-Syafi’i:
صَاحِبُنَا اللَّيْثُ يَقُوْلُ:
“Sahabat kita Al-Laits berkata:
لَوْ رَأَيْتَ صَاحِبَ هَوَىً يَمْشِي عَلَى المَاءِ، مَا قَبِلْتُهُ.
“Kalau aku lihat orang yang sesat berjalan di atas air, maka tetap saja aku tidak akan menerimanya!”
Mendengar perkataan itu, Imam Asy-Syafi’i pun berkata:
قَصَّرَ لَوْ رَأَيْتُهُ يَمْشِي فِي الهَوَاءِ، لَمَا قَبِلْتُهُ
“Masih kurang. Seandainya aku lihat ia berjalan di udara, maka tetap saja aku juga tidak akan menerimanya!” (Siyar A’lam An-Nubala)
Wali Allah bukan orang yang bisa berjalan di air, terbang di udara atau kebal terhadap benda tajam. Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa.
Allah berfirman:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
- Seorang nabi tidak bisa menolak bahaya yang mengancam dirinya.
Lihatlah nabi kita ﷺ dalam perang Uhud. Terluka kepalanya dan pecah gigi serinya.
Nah, kalau seseorang nabi saja tidak bisa menolak bahaya yang mengancam dirinya, apalagi selainnya!
Maka batillah peribadatan kepada para wali dan orang-orang saleh. Sebab, mereka tidak bisa menolak madarat dari diri mereka sendiri, apalagi dari selain mereka!
- Seorang nabi tidak bisa menentukan dan memastikan nasib seseorang, apakah selamat atau tidak dan apakah beruntung atau tidak.
Lihatlah nabi kita ﷺ. Beliau ﷺ mendoakan keburukan untuk beberapa orang yang telah menyakiti beliau, dan beliau berkata:
كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ
“Bagaimana mungkin akan beruntung suatu kaum yang melukai nabi mereka?”
Artinya, mereka tidak akan beruntung! Tapi….
Siapa sangka, mereka justru beruntung. Sebab, di kemudian hari mereka masuk Islam dan baik keislaman mereka.
Nah, kalau seorang nabi saja tidak bisa menentukan dan memastikan nasib seseorang, apalagi selain nabi!
- Separah apapun kesalahan seseorang, pintu tobat dan hidayah selalu terbuka untuknya, selama ia masih hidup.
Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:
ونستفيد من هذا الحديث أنه يجب الحذر من إطلاق اللسان فيما إذا رأى الإنسان مبتلى بالمعاصي، فلا نستبعد رحمة الله منه، فإن الله تعالى قد يتوب عليه.
“Faidah yang bisa kita ambil dari hadis ini yaitu wajib berhati-hati jangan sampai lisan mencela jika menyaksikan seseorang bergelimang maksiat. Jangan menganggap rahmat Allah jauh darinya. Sebab, Allah bisa jadi menerima taubatnya.
فهؤلاء الذين شجوا نبيهم لما استبعد النبي صلى الله عليه وسلم فلاحهم، قيل له: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ}…
Orang-orang yang telah melukai nabi mereka itu, tatkala Nabi ﷺ menganggap keberuntungan jauh dari mereka, maka dikatakan kepada beliau: “Bukan urusanmu sedikit pun….”
ثم إننا نشاهد أو نسمع قوما كانوا من أكفر عباد الله وأشدهم عداوة انقلبوا أولياء لله،
Kemudian kita menyaksikan atau mendengar ada orang-orang yang dulunya sangat kafir dan sangat memusuhi orang-orang yang beriman, ternyata berubah menjadi wali-wali Allah.
فإذا كان كذلك، فلماذا نستبعد رحمة الله من قوم كانوا عتاة؟!
Jika memang seperti itu, maka kenapa kita menganggap rahmat Allah jauh dari orang-orang yang bermaksiat?
وما دام الإنسان لم يمت، فكل شيء ممكن،
Selama seseorang belum mati, maka segala sesuatu mungkin terjadi.
كما أن المسلم- نسأل الله الحماية- قد يزيغ قلبه لما كان فيه من سريرة فاسدة.
Sebagaimana seorang muslim-kita memohon kepada Allah perlindungan-bisa jadi hatinya menyimpang karena lubuk hatinya yang rusak.
فالمهم أن هذا الحديث يجب أن يتخذ عبرة للمعتبر في أنك لا تستبعد رحمة الله من أي إنسان كان عاصيا
Yang penting, hadis ini wajib dijadikan pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran yakni jangan sampai engkau menganggap rahmat Allah jauh dari siapapun pelaku maksiat.” (Al-Qaul Al-Mufiid ‘Alaa Kitab At-Tauhid)
Siberut, 25 Syawwal 1441
Abu Yahya Adiya
Sumber:
- Al-Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At-Tauhid karya Syekh Saleh Al-Fauzan.
- Al-Qaul Al-Mufiid ‘Alaa Kitab At-Tauhid karya Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin.






