Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ عُتَقَاءَ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
“Sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang mendapatkan pembebasan dari neraka di siang dan malam Ramadhan. ” (HR. Ahmad)
Dengan mandi, badan seseorang bisa bersih dan wangi. Namun, kalau seseorang sudah mandi tapi tidak juga badannya bersih dan wangi, apa yang salah?
Apakah mandinya atau orangnya?
Apakah yang bersalah adalah mandi, sehingga bisa kita katakan kepada orang tadi, “Tidak usah mandi, karena mandi tidak bisa membersihkan badan dari kotoran!”
Atau yang bersalah adalah orangnya, karena ia tidak bisa mandi dengan benar?
Nah, dengan beribadah di bulan Ramadhan seseorang bisa bersih dari dosa. Namun, kalau seseorang beribadah di bulan Ramadhan tapi tidak juga dosanya hilang, apa yang salah?
Apakah ibadahnya atau orangnya?
Apakah yang bersalah adalah ibadah, sehingga bisa kita katakan kepada orang tadi, “Tidak usah beribadah di bulan Ramadhan, karena beribadah di bulan itu tidak bisa membersihkan dari dosa!”
Atau yang bersalah adalah orangnya, karena ia tidak beribadah dengan benar?
Ya, jawabannya tentu saja Anda. Anda lah yang bersalah!
Anda tidak beribadah dengan benar ketika Ramadhan. Anda tidak ikhlas ketika berpuasa. Tidak ikhlas ketika melaksanakan salat Tarawih. Tidak ikhlas ketika melakukan berbagai ibadah di bulan Ramadhan.
Anda beribadah karena mengharapkan pujian manusia. Atau, Anda menjadikan ibadah sebagai rutinitas biasa, tanpa menghadirkan dalam hati bahwa itu adalah ibadah dan dalam rangka mendapat ganjaran dari Allah.
Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Atau bisa jadi ibadah Anda sudah benar dan sudah ikhlas, tapi…
Apakah lisan Anda sudah Anda jaga? Apakah telinga dan mata Anda sudah Anda jaga? Apakah nafsu Anda sudah Anda kekang?
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan palsu dan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh perbuatannya meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari)
Tidak butuh perbuatannya meninggalkan makanan dan minuman. Artinya?
Tidak dapat pahala. Cuma merasakan lapar, haus, dan dahaga.
Itulah yang dikatakan Nabi ﷺ:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
“Bisa jadi seseorang berpuasa, tapi tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali lapar saja.” (HR. Ibnu Majah)
Al-Ghazali menerangkan hadis tadi:
قيل هو الذي يفطر على حرام أو من يفطر على لحوم الناس بالغيبة أو من لا يحفظ جوارحه عن الآثام
“Dikatakan itu adalah orang yang berbuka dengan makanan yang haram atau ia berbuka dengan memakan daging manusia (menggunjingnya) atau ia tidak menjaga anggota badannya dari perbuatan dosa.” (Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir)
Siberut, 9 Ramadhan 1441
Abu Yahya Adiya
Sumber:
1. Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi
2. Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir karya Imam Al-Munawi.






