“Wahai penduduk Mekah, kalian berkumpul di sisiku, padahal di sisi kalian ada ‘Atha!” (Siyar A’lam An-Nubala)
Itulah perkataan Ibnu ‘Abbas, ulamanya para sahabat Nabi. Perkataan itu ia tujukan kepada penduduk Mekah tatkala mereka meminta fatwa kepadanya.
Ibnu ‘Abbas segan menjawab pertanyaan mereka, karena ada ‘Atha di tengah-tengah mereka.
Siapakah ‘Atha yang dimaksud oleh Ibnu ‘Abbas?
Yaitu ‘Atha bin Abi Rabah.
Suatu hari Sulaiman bin Hisyam bertanya kepada Imam Qatadah:
هَلْ بِالبَلَدِ -يَعْنِي: مَكَّةَ- أَحَدٌ؟
“Apakah di kota ini (Mekah) ada orang (yang terpandang)?”
Imam Qatadah menjawab:
نَعَمْ، أَقْدَمُ رَجُلٍ فِي جَزِيْرَةِ العَرَبِ عِلْماً.
“Ya, orang paling depan di jazirah Arab dalam hal ilmu.”
Sulaiman bin Hisyam bertanya:
مَنْ؟
“Siapa itu?”
Imam Qatadah menjawab:
عَطَاءُ بنُ أَبِي رَبَاحٍ.
“‘Atha bin Abi Rabah.” (Siyar A’lam An-Nubala)
Abu Hazim Al-A’waj berkata:
فَاقَ عَطَاءٌ أَهْلَ مَكَّةَ فِي الفَتْوَى.
“‘Atha mengungguli penduduk Mekah dalam hal fatwa.” (Siyar A’lam An-Nubala)
Muhammad bin ‘Abdullah Ad-Diibaaj berkata:
مَا رَأَيْتُ مُفْتِياً خَيْراً مِنْ عَطَاءٍ
“Aku belum pernah melihat mufti yang lebih baik daripada ‘Atha.” (Siyar A’lam An-Nubala)
Imam Al-‘Aini berkata tentang ‘Atha bin Abi Rabah:
وجلالته وبراعته وثقته وديانته مُتَّفق عَلَيْهَا
“Kemuliaannya, keahliannya, kepercayaan dan keagamaannya disepakati para ulama.” (‘Umdah Al-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Bukan cuma masyarakat biasa atau para penguasa saja yang menghormatinya, para ulama bahkan sahabat Nabi sekelas Ibnu ‘Abbas pun menghormatinya. Padahal, siapakah ‘Atha bin Abi Rabah?
Imam Al-‘Aini menjelaskan tentang ‘Atha bin Abi Rabah:
وَكَانَ حَبَشِيًّا أسود أَعور أفطس أشل أعرج، لامْرَأَة من أهل مَكَّة، ثمَّ عمي بآخرة
“Ia seorang Ethiopia berkulit hitam, bermata juling, berhidung pesek, cacat, dan pincang milik seorang wanita Mekah. Lalu ia buta di akhir hayatnya.” (‘Umdah Al-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Ya, ‘Atha bin Abi Rabah adalah seorang mantan budak Ethiopia yang memiliki fisik yang ‘ganjil’ menurut sebagian masyarakat. Namun, bagaimana bisa ia menjadi sosok yang terhormat di tengah umat?
Setelah menyebutkan ‘keganjilan’ status dan fisik ‘Atha bin Abi Rabah, Imam Al-‘Aini berkata:
وَلَكِن الْعلم وَالْعَمَل بِهِ رَفعه
“Namun, ilmu dan pengamalan terhadap ilmu meninggikan derajatnya.” (‘Umdah Al-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Ya, ilmunya dan pengamalannya terhadap ilmulah yang membuatnya terhormat dan mulia.
Setelah dimerdekakan oleh tuannya, ‘Atha bin Abi Rabah belajar dan beribadah di Masjidil Haram puluhan tahun lamanya. Dan di kemudian hari, ia menjadi ahli ibadah, ulama, dan mufti kota Mekah yang disegani.
Maha benarlah Allah tatkala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Siberut, 27 Muharram 1445
Abu Yahya Adiya






