Ketika Pintu Rumah Sufyan Didobrak

Ketika Pintu Rumah Sufyan Didobrak

Suatu hari, Sulaiman bin Mathar dan beberapa orang mendatangi rumah Imam Sufyan bin ‘Uyainah. Mereka berdiri di depan pintu meminta izin masuk, tapi tidak dizinkan. Maka mereka pun berkata:

ادْخُلُوا حَتَّى نَهْجُمَ عَلَيْهِ.

“Masuk saja supaya kita bisa langsung menemuinya.”

Maka mereka pun merusak pintu rumahnya lalu masuk ke rumahnya. Ternyata Imam Sufyan sedang duduk sambil memandangi mereka lalu berkata:

سُبْحَانَ اللهِ! دَخَلْتُم دَارِي بِغَيْرِ إِذْنِي، وَقَدْ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ سَهْلِ بنِ سَعْدٍ: أَنَّ رَجُلاً اطَّلَعَ فِي جُحْرٍ مِنْ بَابِ النَّبِيِّ ﷺ وَمَعَ النَّبِيِّ ﷺ مِدْرَى يَحُكُّ بِهِ رَأْسَهُ، فَقَالَ:

“Subhanallah! Kalian masuk rumahku tanpa mendapatkan izin dariku, padahal Az-Zuhri telah menyampaikan kepada kami dari Sahl bin Sa’d bahwasanya seseorang menengok kamar Nabi ﷺ dari lubang pintunya, dan ketika itu Nabi ﷺ sedang memegang sisir. Beliau ﷺ pun bersabda:

لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ تَنْظُرُنِي، لَطَعَنْتُ بِهَا فِي عَيْنِكَ، إِنَّمَا جُعِلَ الاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ النَّظَرِ

“Seandainya aku tahu engkau melihatku, tentu akan kutusukkan ini ke matamu. Sesungguhnya meminta izin tidaklah disyariatkan melainkan untuk menjaga pandangan.”

Mereka pun berkata:

نَدِمْنَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ.

“Kami menyesal wahai Abu Muhammad (Sufyan).”

Imam Sufyan pun berkata:

نَدِمْتُم؟ حَدَّثَنَا عَبْدُ الكَرِيْمِ الجَزَرِيُّ، عَنْ زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَعْقِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ:أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

“Kalian menyesal? ‘Abdul Karim Al-Jazari menceritakan kepada kami dari Ziyad, dari ‘Abdullah bin Ma’qil dari ‘Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

النَّدَمُ تَوْبَةٌ

“Penyesalan itu taubat.”

اخْرُجُوا، فَقَدْ أَخَذْتُم رَأْسَ مَالِ ابْنِ عُيَيْنَةَ.

Keluarlah kalian, karena kalian telah mengambil harta pokok anak Uyainah!” (Siyar A’lam An-Nubala)

 

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah singkat ini:

 

1. Wajib meminta izin ketika ingin memasuki rumah orang lain.

 

2. Haram memasuki suatu rumah jika penghuninya tidak mengizinkan untuk masuk.

Tidak mengizinkan untuk masuk di sini baik secara jelas maupun tidak.

Adapun secara jelas yaitu seperti dengan mengatakan, “Jangan masuk! Saya tidak mengizinkan. Kembalilah!”

Itu artinya tuan rumah tidak mengizinkan untuk masuk.

Adapun tidak secara jelas yaitu seperti kita mengetuk rumah seseorang dan mengucapkan salam, tapi tidak ada jawaban, padahal kita mendengar ada orang-orang yang sedang berbicara atau mengobrol di dalamnya. Itu artinya tuan rumah tidak mengizinkan untuk masuk.

 

3. Tujuan dari meminta izin adalah untuk menjaga pandangan.

Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِذْنُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ

“Sebenarnya, izin itu disyariatkan hanya untuk menjaga pandangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ya, untuk menjaga pandangan. Agar tidak melihat apa yang tidak boleh dilihat.

‘Atha bin Abi Rabah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas:

أَسْتَأْذِنُ عَلَى أُخْتِي؟

“Apakah aku harus meminta izin untuk menemui saudariku?”

Ibnu ‘Abbas menjawab:

نَعَمْ

“Ya.”

‘Atha bertanya lagi:

أُخْتَانِ فِي حِجْرِي، وَأَنَا أمونُهُما، وَأُنْفِقُ عَلَيْهِمَا، أَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِمَا؟

“Kedua saudariku itu dalam pengasuhanku. Akulah yang menanggung dan menafkahi keduanya. Apakah aku tetap meminta izin untuk menemui keduanya?”

Ibnu ‘Abbas menjawab:

نَعَمْ، أَتُحِبُّ أَنْ تَرَاهُمَا عُرْيَانَتَيْنِ؟!

“Ya, apakah engkau mau melihat keduanya dalam keadaan telanjang?!” (Al-Adab Al-Mufrad)

 

4. Salah satu syarat diterimanya tobat yaitu menyesal. Ya, menyesali kesalahan yang telah dilakukan.

 

5. Anjuran untuk memaafkan kesalahan orang lain yang muncul karena kebodohan atau ketidaktahuan. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Imam Sufyan bin ‘Uyainah tadi. Beliau memaafkan orang yang memasuki rumah beliau tanpa izin, karena kebodohan mereka akan hukum syariat dalam hal tersebut.

Siapa yang melakukan kesalahan karena kebodohan, maka hendaknya ia dimaafkan, tapi….

Kesalahannya tetap harus ditegur dan diingkari. Seperti yang dilakukan oleh Imam Sufyan bin ‘Uyainah tadi.

 

6. Ilmu itu sangat berharga. Karena itu Imam Sufyan bin ‘Uyainah menyebutkan bahwa ilmu yang beliau sampaikan itu adalah harta pokok beliau.

 

Siberut, 24 Syawwal 1444

Abu Yahya Adiya