Ketika Seorang Nabi Menerima Pukulan

Ketika Seorang Nabi Menerima Pukulan

Seorang nabi dipukuli oleh kaumnya, sehingga keluarlah darahnya.

Demikianlah yang dikabarkan oleh nabi kita kepada para sahabatnya.

Sambil mengusap darah dari wajahnya, meluncurlah dari lisannya:

اللَّهُمَّ اغفِرِ لِقَومي فَإِنَّهُم لا يَعْلَمُونَ

“Ya Allah, ampunilah kaumku itu, karena mereka itu tidak tahu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah, nabi itu benar-benar disakiti oleh kaumnya hingga bercucuran darahnya. Namun, apa doanya untuk orang-orang yang menyakitinya?

“Ya Allah, ampunilah kaumku itu, karena mereka itu tidak tahu.”

Kenapa ia tidak berdoa supaya mereka dibinasakan? Kenapa ia tidak berdoa supaya mereka dihancurkan?

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari demikian?

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

والعبرة من هذا أن نصبر على ما نؤذي به من قول أو فعل في سبيل الدعوة إلي الله

“Pelajaran dari ini yaitu hendaknya kita bersabar dalam menghadapi gangguan berupa perkataan maupun perbuatan di jalan dakwah kepada Allah.” (Syarh Riyadhush Shalihin)

Syekh Faishal Al-Mubarak berkata:

في هذا الحديث: فضلُ الصبر على الأَذي، ومقابلة الإِساءة والجهل بالإحسان والحِلْم

“Dalam hadis ini terdapat keutamaan bersabar dalam menghadapi gangguan dan membalas keburukan dan kebodohan dengan kebaikan dan kebijaksanaan.” (Tathriiz Riyadhush Shalihin)

Siapa yang mengajak orang lain ke surga, maka ia mesti menghadapi berbagai gangguan.

Siapa yang memperingatkan orang lain dari neraka, maka ia mesti menghadapi berbagai rintangan.

Siapa pun yang terjun di medan dakwah, maka harus memiliki kesabaran dan ketegaran.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

وأن نصبر على ما يصيبنا مما نسمعه أو ينقل إلينا مما يقا فينا بسبب الدعوة إلي الله، وأن نري أن هذا رفعة لدرجاتنا وتكفير لسيئاتنا

“Dan hendaknya kita bersabar menghadapi apa kita rasakan berupa celaan yang kita dengar atau yang disampaikan kepada kita karena sebab dakwah di jalan Allah dan hendaknya kita memandang bahwa itu untuk mengangkat derajat kita atau menghapus dosa kita.” (Syarh Riyadhush Shalihin)

Ya, itu untuk mengangkat derajat kita atau menghapus dosa kita.

Ketika seorang terjun di medan dakwah lalu diganggu atau disakiti, sebenarnya Allah sedang menghapus dosanya kalau memang ia punya dosa, atau Allah sedang meninggikan derajatnya kalau memang ia tidak punya dosa.

Nabi ﷺ bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

“Tidaklah seorang mukmin mendapatkan musibah berupa tertusuk duri atau lebih parah dari itu kecuali dengan sebab itu Allah mengangkat derajatnya atau menghapus dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kalau dosa kita dihapuskan atau derajat kita ditinggikan, itu saja sebenarnya sudah cukup membuat kita bergembira, maka bagaimana pula kalau ditambah dengan pahala besar yang akan menanti kita?

Nabi ﷺ bersabda:

منْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ منْ تَبِعَهُ لاَ ينْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُورِهِم شَيْئاً

“Siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala sebagaimana pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka yang mengikutinya.” (HR. Muslim)

Makin banyak orang yang mendapat hidayah lewat diri kita, berarti makin banyak pahala yang kita dapatkan. Bukankah itu suatu keberuntungan?

 

Siberut, 12 Syawwal 1444

Abu Yahya Adiya