“Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian, sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak berdesak-desakan dalam melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini merupakan bantahan terhadap Jahmiyyah, Muktazilah, dan sekte sesat lainnya yang berpendapat bahwa Allah tidak bisa dilihat di surga nanti.
Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka meyakini bahwa orang-orang beriman akan melihat Allah di surga nanti. Dan ternyata, sekte Asy’ariyyah pun meyakini demikian.
Namun, apakah pendapat mereka pada hakikatnya adalah sama?
Syekh ‘Abdul ‘Aziz Ar-Rajihi berkata:
الأشاعرة أثبتوا الرؤية، لكن نفوا المكان والجهة، فقالوا:
“Asy’ariyyah menetapkan bahwa Allah bisa dilihat, tetapi mereka meniadakan tempat dan arah. Mereka berkata:
يرى لا في جهة محدودة
“Dia dilihat tanpa arah tertentu!”
قيل لهم: من فوق؟
Ditanyakan kepada mereka, ‘Apakah Dia dilihat dari atas?’
قالوا: لا
Mereka jawab, ‘Tidak.’
من تحت؟ لا
Apakah Dia dilihat dari bawah? Mereka jawab, ‘Tidak.’
يمين؟ لا
Dari kanan? Mereka jawab, ‘Tidak.’
شمال؟ لا
Dari kiri? Mereka jawab, ‘Tidak.’
أمام؟ لا
Dari depan? Mereka jawab, ‘Tidak.’
خلف؟ لا
Dari belakang? Mereka jawab, ‘Tidak.’
أين يرى؟!
Dari mana Dia terlihat?!
يقولون:
Mereka jawab:
يرى لا في جهة
“Dia dilihat tanpa arah tertentu!” (Syarh Sunan Ibnu Majah)
Artinya, sekte Asy’ariyyah berpendapat bahwa di akhirat nanti orang-orang beriman akan melihat Allah bukan di atas mereka! Mereka akan melihat-Nya tanpa arah tertentu!
Kenapa mereka sampai mengeluarkan pernyataan demikian?
Sebab, kalau mereka menetapkan bahwa Allah ada pada arah tertentu, tentu itu akan membantah pendapat mereka sendiri bahwa Allah tidak di atas, dan tidak di bawah, tidak di luar alam dan tidak pula di dalam alam!
Karena itulah mereka katakan bahwa Allah bisa dilihat di akhirat nanti, tetapi tanpa arah tertentu!
Syekh ‘Abdul ‘Aziz Ar-Rajihi berkata:
هذا غير معقول وغير متصور
“Itu pendapat yang tidak masuk akal dan tidak terbayangkan.
ولهذا قيل: إن حقيقة قولهم هو نفي الرؤية لأنهم ما أرادوا الرؤية، ولو أرادوا الرؤية لأثبتوا الجهة، ولا يمكن أن يكون المرئي إلا في جهة من الرائي
Karena itu dikatakan bahwa hakekat pendapat mereka yaitu menolak bahwa Allah bisa dilihat. Sebab, mereka tidak menginginkan itu. Kalau mereka menginginkan itu, tentu mereka akan menetapkan arah. Dan tidak mungkin sesuatu terlihat kecuali dari arah orang yang melihat.
ولهذا أنكر جماهير العقلاء، وضحكوا من قول الأشاعرة، من أنه يرى بدون مواجهة للرائي
Karenanya, mayoritas orang yang berakal sehat mengingkari dan menertawakan pendapat Asy’ariyyah itu yakni bahwa Dia terlihat tanpa berhadapan dengan orang yang melihat-Nya.
لا بد أن يكون الرائي مواجهاً للمرئي، مبايناً له، أما رؤية في غير جهة فغير معقولة ولا متصورة.
Orang yang melihat mesti berhadapan dengan yang dilihat dan terpisah darinya. Adapun melihat tanpa arah tertentu, maka itu tidak masuk akal dan tidak terbayangkan.
ثم إن الرسول صلى الله عليه وسلم بين أن المؤمنين يرون القمر من فوقهم كما في الأحاديث الصحيحة، ومعلوم أن القمر من فوقنا، فنرى الله من فوقنا.
Kemudian Rasul ﷺ telah menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman melihat bulan di atas mereka sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis yang sahih. Dan telah diketahui bahwa bulan itu di atas kita. Karena itu, kita melihat Allah di atas kita.” (Syarh Sunan Ibnu Majah)
Siberut, 13 Syawwal 1444
Abu Yahya Adiya






