Mengapa Ada Ujian?

Mengapa Ada Ujian?

Bagaimana kita bisa tahu, siapa yang beriman dan siapa yang pura-pura beriman?

Bagaimana kita bisa tahu, siapa yang kuat imannya dan siapa yang lemah imannya?

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan berkata, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan Dia pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabuut: 2-3)

Kita tidak akan dibiarkan begitu saja mengaku beriman tanpa mendapatkan ujian.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

فلا يُعرف زيف الذهب إلا إذا أذبناه بالنار؛ ولا يُعرف طيب العود إلا إذا أحرقناه بالنار؛ أيضاً لا يعرف المؤمن إلا بالابتلاء والامتحان

“Tidak diketahui kepalsuan emas kecuali jika kita lelehkan dengan api. Dan tidak diketahui harumnya gaharu kecuali jika kita bakar dengan api. Demikian pula tidak diketahui seorang mukmin kecuali dengan cobaan dan ujian.” (Tafsir Al-Fatihah wa Al-Baqarah)

Ya, keimanan seorang mukmin akan tampak setelah melewati cobaan dan ujian. Karena itu…

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

فعليك يا أخي بالصبر؛ قد تؤذى على دينك؛ قد يستهزأ بك؛ وربما تلاحَظ؛ وربما تراقَب؛ ولكن اصبر، واصدق، وانظر إلى ما حصل من أولي العزم من الرسل؛

“Maka hendaknya engkau bersabar wahai saudaraku. Bisa jadi engkau disakiti karena agamamu. Bisa jadi engkau diolok-olok. Kadang engkau diperhatikan dan kadang diawasi. Namun, bersabarlah, dan jujurlah. Perhatikanlah apa yang terjadi pada para rasul ulul ‘azmi.” (Tafsir Al-Fatihah wa Al-Baqarah)

Apa yang terjadi pada rasul ulul ‘azmi?

Syekh menyebutkan contoh yang terjadi pada nabi kita:

فالرسول ﷺ كان ساجداً لله في آمن بقعة على الأرض – وهو المسجد الحرام -؛ فيأتي طغاة البشر بفرث الناقة، ودمها، وسلاها، يضعونها عليه وهو ساجد؛ هذا أمر عظيم لا يصبر عليه إلا أولو العزم من الرسل؛ ويبقى ساجداً حتى تأتي ابنته فاطمة وهي جويرية – أي صغيرة – تزيله عن ظهره فيبقى القوم يضحكون، ويقهقهون

“Rasul ﷺ pernah sujud di tempat paling aman di muka bumi, yaitu Masjidil Haram. Lalu datanglah orang-orang yang melampaui batas dengan membawa kotoran, darah, dan selaput janin unta lalu meletakkan pada beliau sementara beliau sedang sujud. Ini perkara besar yang tidak sanggup bersabar atasnya kecuali para rasul ulul ‘azmi. Beliau terus sujud hingga datang putrinya, yaitu Fathimah yang ketika itu masih kecil lalu membersihkan itu dari punggung beliau, sementara orang-orang tertawa dan terbahak-bahak.” (Tafsir Al-Fatihah wa Al-Baqarah)

Pernahkah kita mengalami perlakuan seperti yang beliau rasakan?

Kalau kita merasa cobaan dan musibah yang menimpa kita begitu berat, maka bandingkanlah itu dengan cobaan dan musibah yang menimpa beliau atau nabi lainnya!

Kalau kita merasa penderitaan kita begitu lama, maka bandingkanlah itu dengan lamanya waktu di akhirat!

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

فاصبر، واحتسب؛ واعلم أنه مهما كان الأمر من الإيذاء فإن غاية ذلك الموت؛ وإذا مت على الصبر لله عز وجل انتقلت من دار إلى خير منها.

“Maka bersabarlah, dan carilah pahala dari Allah. Ketahuilah bagaimanapun gangguan datang, sesungguhnya puncaknya adalah kematian. Jika engkau mati di atas kesabaran, maka engkau akan berpindah dari satu negeri ke negeri yang lebih baik darinya.” (Tafsir Al-Fatihah wa Al-Baqarah)

Ya, negeri yang lebih baik. Negeri kita yang sesungguhnya.

“Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau saja mereka mengetahuinya.” (QS. Al-‘Ankabuut: 64)

 

Siberut, 15 Syawwal 1446

Abu Yahya Adiya