Nilai Waktu bagi Pecinta Ilmu

Nilai Waktu bagi Pecinta Ilmu

“Manusia itu menghadapi tiga waktu.”

Ya, manusia itu hanya menghadapi tiga waktu. Tidak lebih. Demikianlah yang diutarakan oleh
Al-Khalil bin Ahmad, seorang ulama ahli bahasa.

Apa saja tiga waktu tersebut?

Al-Khalil bin Ahmad menyebutkan:

وقت مضى عنك فلن يعود

“Waktu yang telah berlalu darimu, maka ia tak akan kembali.

ووقت أنت فيه فانظر كيف يخرج عنك

Waktu yang engkau jalani sekarang ini, maka perhatikan bagaimana ia berlalu darimu.

ووقت أنت منتظره وقد لا تبلغ إليه

Dan waktu yang engkau nantikan, bisa jadi engkau tak sempat menjumpainya.” (Thabaqat Al-Hanabilah)

Yang sudah berlalu tak akan kembali. Adapun yang engkau nanti-nanti, belum tentu itu terjadi.

Maka, fokuslah pada waktu yang sekarang engkau hadapi. Manfaatkanlah waktumu sekarang ini.

Nabi ﷺ bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ

“Ada dua nikmat yang dilalaikan oleh banyak orang, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Ya, waktu luang adalah nikmat. Waktu senggang adalah nikmat. Namun sayangnya, banyak orang melalaikannya dan menyia-nyiakannya.

Karena itu, sudah sepantasnya kita menghargai waktu, terutama kalau kita adalah pecinta dan pencari ilmu.

Imam Adz-Dzahabi menyebutkan biografi ‘Abdul Wahhab bin Al-Amin:

وَكَانَتْ أَوقَاتُهُ مَحْفُوْظَةٌ، لاَ تَمضِي لَهُ سَاعَةٌ إِلاَّ فِي تِلاَوَةٍ، أَوْ ذِكْرٍ، أَوْ تَهجُّدٍ، أَوْ تَسْمِيْعٍ

“Seluruh waktunya terjaga. Tidaklah berlalu sesaat pun darinya kecuali ia dalam keadaan membaca, zikir, tahajud atau memperdengarkan (ilmu).” (Siyar A’lam An-Nubala)

Seseorang menggambarkan tentang ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal:

والله ما رأيته إلا مبتسما أو قارئا أو مطالعا

“Demi Allah, tidaklah aku melihatnya kecuali dalam keadaan tersenyum, membaca, atau menelaah kitab.” (Fashlu Al-Khithaab Fii Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq wa Al-Adaab)

Seseorang menggambarkan tentang Al-Khathib Al-Baghdadi:

ما رأيت الخطيب إلا وفي يده كتاب يطالعه

“Tidaklah kulihat Al-Khathib kecuali di tangannya ada kitab yang ia telaah.” (Fashlu Al-Khithaab Fii Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq wa Al-Adaab)

Artinya, mereka sangat menjaga waktu mereka. Mereka hanya menghabiskan waktu mereka untuk perkara yang berguna. Berbeda dengan kebanyakan kita.

Syekh ‘Abdul ‘Aziz As-Sadhan berkata:

وإني أعجب من بعض الإخوة لا تأتيه إلا وهو في المنزل, ولكن إذا سألته, وجدته يشتغل بفضول أعمال

“Sesungguhnya aku heran kepada sebagian teman. Tidaklah engkau mendatanginya kecuali ia di tempat tinggalnya. Namun, jika engkau bertanya kepadanya, engkau dapati ia sibuk dengan perkara yang tidak penting.

بل من المصيبة والعقوبة: أن الإنسان إذا قلب الجريدة أو المجلة أعادها مرتين أو ثلاثا, فإذا أخذ الكتاب شعر بالتضايق, أو إذا كان في مجلس وكان المجلس معمورا بالقيل والقال والكلام المباح ثم قال قائل: أعطونا كتابا يشعر بالتضايق

Bahkan, termasuk musibah dan hukuman yaitu seseorang jika membaca koran atau majalah, ia bisa mengulangnya sampai dua atau tiga kali. Namun, jika ia mengambil kitab ilmu, ia merasa sempit. Atau jika ia di suatu tempat dan tempat tersebut penuh dengan desas-desus dan perkataan yang mubah lalu ada seseorang yang berkata, ‘Berikan kita kitab!’, tiba-tiba ia merasa sempit.

فمن علم أن هذا الأمر في نفسه, فليعلم أن هذا ذنب, أو أن هذا مرتب على ذنب ارتكبه, وأن هذه مصيبة بلي بها

Siapa yang menyadari bahwa itu ada pada dirinya, maka hendaknya ia sadar bahwa itu adalah dosa atau merupakan akibat dari dosa yang ia lakukan dan itu juga merupakan bencana yang menimpa dirinya.” (Ma’aalim Fii Thariq Thalab Al-‘Ilm)

Adakah bencana yang lebih besar daripada waktu yang disia-siakan?

 

Siberut, 29 Jumada Ats-Tsaniyah 1445
Abu Yahya Adiya