Pengobatan Terlarang

Pengobatan Terlarang

Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud, berkata:

كَانَ عَبْدُ اللهِ إِذَا جَاءَ مِنْ حَاجَةٍ فَانْتَهَى إِلَى الْبَابِ، تَنَحْنَحَ وَبَزَقَ، كَرَاهِيَةَ أَنْ يَهْجُمَ مِنَّا عَلَى شَيْءٍ يَكْرَهُهُ

“Abdullah (bin Mas’ud) jika datang karena suatu keperluan, ia berdiri di pintu lalu berdeham dan meludah, karena ia tidak ingin menemuiku dalam keadaan yang tidak ia sukai.

قَالَتْ: وَإِنَّهُ جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ، فَتَنَحْنَحَ

Suatu hari ia datang lalu berdeham.

قَالَتْ: وَعِنْدِي عَجُوزٌ تَرْقِينِي مِنَ الْحُمْرَةِ، فَأَدْخَلْتُهَا تَحْتَ السَّرِير

Dan ketika itu ada seorang wanita tua yang sedang mengobati penyakit bengkakku. Lalu aku masukkan ia ke bawah ranjang.

فَدَخَلَ، فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِي، فَرَأَى فِي عُنُقِي خَيْطًا، قَالَ:

Masuklah Abdullah lalu duduk di sisiku. Ia melihat ada benang di leherku. Ia bertanya:

مَا هَذَا الْخَيْطُ؟ قَالَتْ:

“Benang apa ini?”

قُلْتُ

Kujawab:

خَيْطٌ أُرْقِيَ لِي فِيهِ، قَالَتْ:

“Benang yang kugunakan untuk ruqyah penyakitku.”

فَأَخَذَهُ فَقَطَعَهُ، ثُمَّ قَالَ:

Lalu Abdullah mengambil benang itu dan mencopotnya. Kemudian ia berkata:

إِنَّ آلَ عَبْدِ اللهِ لَأَغْنِيَاءُ عَنِ الشِّرْكِ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: ” إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ قَالَتْ:

“Sesungguhnya keluarga Abdullah benar-benar tidak membutuhkan syirik! Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah adalah syirik.”

فَقُلْتُ لَهُ:

Aku pun bertanya kepadanya:

لِمَ تَقُولُ هَذَا وَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ، فَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِيهَا، وَكَانَ إِذَا رَقَاهَا سَكَنَتْ؟

“Kenapa engkau berkata seperti itu, padahal mataku sakit parah lalu aku bolak-balik menemui seorang Yahudi untuk memberikan ruqyah pada mataku dan setelah ia memberikan ruqyah, maka mataku pun sembuh.”

قَالَ:

Abdullah menjawab:

إِنَّمَا ذَلِكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ، فَإِذَا رَقَيْتِهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ:

“Sesungguhnya itu hanya perbuatan setan. Setan menekan matamu dengan tangannya. Kalau engkau memberi ruqyah pada matamu, maka ia pun berhenti menyakiti matamu. Sesungguhnya, cukuplah engkau mengucapkan seperti yang diucapkan Rasulullah ﷺ:

أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah, karena Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit.” (HR. Ahmad)

 

Ada beberapa faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:

 

  1. Dianjurkan bagi suami meminta izin atau memberitahukan dirinya kepada istrinya sebelum masuk ke rumah untuk

Ibnu Katsir berkata:

فَالْأَوْلَى أَنْ يُعْلِمَهَا بِدُخُولِهِ وَلَا يُفَاجِئَهَا بِهِ، لِاحْتِمَالِ أَنْ تَكُونَ عَلَى هَيْئَةٍ لَا تُحِبُّ أَنْ يَرَاهَا عَلَيْهَا

“Yang lebih baik bagi suami adalah memberitahukan istrinya tentang keinginannya untuk masuk dan tidak mendatanginya tiba-tiba. Karena, bisa jadi istrinya dalam keadaan tidak pantas untuk dilihat oleh suaminya.” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim)

Dalam keadaan tidak pantas dilihat oleh suami yaitu berantakan, tidak berdandan, dan tidak rapi, sehingga akhirnya memengaruhi keharmonisan rumah tangga.

 

  1. Menggunakan ruqyah, tamimah dan tiwalah adalah kemusyrikan.

Ruqyah di sini maksudnya adalah ruqyah yang terlarang. Yaitu ruqyah yang menggunakan kalimat yang tidak dipahami, atau mengandung unsur syirik, seperti meminta tolong kepada mayit, jin dan semisalnya. Ruqyah seperti inilah yang diharamkan dan terlarang.

Adapun ruqyah menggunakan ayat-ayat Al-Quran, nama-nama dan sifat-Nya atau dengan doa-doa Nabi, dan tidak mengandung unsur syirik, maka ruqyah seperti itu dibolehkan dan disyariatkan.

Nabi ﷺ bersabda:

اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Perlihatkanlah cara ruqyah kalian. Tidak mengapa ruqyah selama tidak ada syirik di dalamnya.” (HR. Muslim)

Adapun tamimah yaitu sesuatu yang dikalungkan pada leher untuk menangkal penyakit atau marabahaya.

Sedangkan tiwalah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud:

شَيْءٌ يصنعه النساء يتحببن إلى أزواجهن

“Yaitu sesuatu yang dibuat oleh kaum wanita supaya dicintai oleh suami mereka.” (HR. Ibnu Hibban)

 

  1. Kita dilarang berobat dengan sesuatu yang Allah haramkan.

Mencari kesembuhan adalah tujuan yang baik. Namun, bukan berarti kita diperbolehkan mencari kesembuhan dengan menempuh cara apapun walau dengan cara yang Allah haramkan sekalipun.

Nabi ﷺ bersabda:

فَإِنَّ اللهَ لَا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلَّا بِطَاعَتِهِ

“Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak bisa diraih kecuali dengan menaati-Nya.” (HR. Ath-Thabrani)

 

  1. Ketika mengalami sakit, kita disyariatkan berdoa dengan cara yang telah diajarkan Nabi ﷺ dalam hadits di atas dan itu adalah ruqyah yang diperbolehkan.

 

  1. Suami wajib mengingkari kemaksiatan yang terjadi di rumahnya dan dilakukan oleh anggota keluarganya.

Jangan sampai ia menjadi suami atau ayah yang tidak marah dan cemburu melihat kemungkaran dilakukan oleh anggota keluarganya.

Melihat istrinya tidak menutup aurat di hadapan pria lain, ia tidak cemburu. Itu namanya suami yang dayus.

Melihat anaknya tidak melaksanakan salat, ia tidak marah. Itu namanya ayah yang dayus.

Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ دَيُّوثٌ

“Tidak akan masuk surga seorang dayus.” (HR. Abu Daud Ath-Thayalisi)

Siberut, 10 Syawwal 1441

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Al-Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At-Tauhid karya Syekh Saleh Al-Fauzan.
  2. Fath Al-Majid Syarh Kitab At-Tauhid karya Syekh Abdurrahman bin Hasan.
  3. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim karya Imam Ibnu Katsier.