Perkataan yang Tidak Baik dan Tidak Buruk

Perkataan yang Tidak Baik dan Tidak Buruk

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah Nabi ﷺ bersabda.

Setiap perkataan kita dapat membawa kebaikan atau keburukan. Maka, berkatalah yang baik. Jika tidak sanggup, diamlah. Itu lebih baik daripada berkata buruk.

Ibnu Daqīq Al-`Īd berkata:

وأما قوله: “فليقل خيراً أو ليصمت” فإنه يدل على أن قول الخير خير من الصمت والصمت خير من قول الشر

“Adapun sabda beliau, ‘Hendaknya ia berkata baik atau diam’, maka itu menunjukkan bahwa perkataan baik itu lebih baik daripada diam, dan diam itu lebih baik daripada perkataan buruk.” (Syarḥ Al-Arba`īn An-Nawawiyyah)

Namun, bagaimana dengan perkataan yang tidak membawa kebaikan dan tidak pula membawa keburukan?

Syekh Muḥammad bin Ṣaliḥ Al-`Uṡaimīn berkata:

أما قول السوء فإنه منهي عنه؛ وأما القول الذي ليس بسوء، ولا حسن فليس مأموراً به، ولا منهياً عنه؛ لكن تركه أفضل

“Adapun perkataan yang buruk, maka itu terlarang. Sedangkan perkataan yang tidak buruk dan tidak pula baik, maka itu tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang. Namun, meninggalkannya lebih baik.” (Tafsīr Al-Fātiḥah wa Al-Baqarah)

Artinya, mengucapkan perkataan yang tidak baik dan tidak pula buruk adalah diperbolehkan. Namun, meninggalkannya lebih baik. Mengapa demikian?

Ibnu Daqīq Al-`Īd berkata:

يكون الكلام المباح مأموراً بتركه مندوباً إلى الإمساك عنه مخافة أن ينجر إلى المحرم أو المكروه وقد يقع ذلك كثيراً

“Perkataan yang diperbolehkan dianjurkan untuk ditinggalkan, dan meninggalkannya adalah sesuatu yang disukai, karena dikhawatirkan dapat menyeret kepada hal yang haram atau yang dibenci. Dan itu sering terjadi.” (Syarḥ Al-Arba`īn An-Nawawiyyah)

Ya, sering terjadi. Alangkah seringnya seseorang membicarakan perkara yang diperbolehkan dan terus membicarakannya, sehingga akhirnya, tanpa ia sadari, ia terjatuh dalam kemurkaan-Nya.

 

Siberut, 15 Rabī’ul Awwal 1447
Abu Yahya Adiya