Pohon Kurma dan Pertanyaan Nabi

Pohon Kurma dan Pertanyaan Nabi

“Sesungguhnya di antara pohon ada suatu pohon yang tidak jatuh daunnya. Dan itu adalah perumpamaan bagi seorang muslim.”

Demikian Nabi ﷺ berkata di hadapan para sahabatnya, di antara mereka ada Abu Bakar, ‘Umar bin Al-Khaththab dan lainnya.

“Katakanlah kepadaku, pohon apakah itu?”, lanjut Nabi ﷺ.

Para sahabat mengira bahwa yang dimaksud adalah pohon yang berada di lembah. Sementara ‘Abdullah bin ‘Umar yang ketika itu masih kecil dan hadir di situ berkata:

وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ

“Terbetik dalam hatiku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tapi aku malu mengungkapkannya.”

Kemudian para sahabat bertanya:

حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Sampaikanlah kepada kami pohon apakah itu wahai Rasulullah?”

Beliau ﷺ berkata:

هِيَ النَّخْلَةُ

“Itu pohon kurma.”

‘Abdullah bin ‘Umar menyampaikan pendapatnya yang tidak ia utarakan tadi kepada ayahnya, ‘Umar bin Al-Khaththab. Maka ‘Umar pun berkata kepadanya:

لَأَنْ تَكُونَ قُلْتَهَا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يَكُونَ لِي كَذَا وَكَذَا.

“Sungguh, engkau menyampaikannya itu lebih kusukai daripada aku mendapatkan ini dan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:

 

  1. Dianjurkan bagi seorang guru bertanya kepada murid ketika mengajar. Seperti yang dilakukan oleh Nabi ﷺ

Imam An-Nawawi berkata:

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ فَوَائِدُ مِنْهَا اسْتِحْبَابُ إِلْقَاءِ الْعَالِمِ الْمَسْأَلَةَ عَلَى أَصْحَابِهِ لِيَخْتَبِرَ أَفْهَامَهُمْ وَيُرَغِّبَهُمْ فِي الْفِكْرِ وَالِاعْتِنَاءِ

“Dalam hadis ini terdapat beberapa faidah di antaranya yaitu dianjurkan bagi seorang alim melemparkan pertanyaan kepada murid-muridnya untuk menguji pemahaman mereka dan mendorong mereka untuk berpikir dan memberikan perhatian.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Selain demikian, manfaat pertanyaan bagi murid yaitu:

لترسخ فى القلوب وتثبت، لأن ما جرى منه فى المذاكرة لا يكاد ينسى

“Untuk mengokohkan dan menetapkan pengetahuan dalam hati. Sebab, apa yang terjadi padanya ketika muzakarah hampir tidak terlupakan.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

 

  1. Bolehnya teka-teki disertai penjelasannya.

Imam As-Safiri berkata:

ومثل هذا السؤال الذي سأله النبي ﷺ من أصحابه يسمى لغزاً وتعمية، وقد صنف العلماء كتباً في ألغاز المسائل اقتدوا في ذلك بالنبي ﷺ

“Pertanyaan yang diajukan oleh Nabi ﷺ kepada para sahabatnya ini dinamakan dengan teka-teki. Para ulama telah menulis buku-buku tentang teka-teki permasalahan. Mereka meneladani Nabi ﷺ dalam hal demikian.” (Al-Majalis Al-Wa’zhiyyah fii Syarh Ahadits Khair Al-Bariyyah Min Shahih Al-Imam Al-Bukhari)

 

  1. Dianjurkan bagi seseorang malu dan menghormati orang yang lebih tua. Seperti yang dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘

Imam As-Safiri berkata:

ويستحب للولد أن يقدم أباه في القول على نفسه، وأن لا يتقدم عليه بما فهمه وإن ظن أنه الصواب توقيراً له وإجلالاً

“Dianjurkan bagi seorang anak mendahulukan ayahnya daripada dirinya dalam hal perkataan dan jangan sampai ia mendahuluinya dengan pemahamannya, walaupun ia menyangka bahwa itu benar, sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan terhadapnya.” (Al-Majalis Al-Wa’zhiyyah fii Syarh Ahadits Khair Al-Bariyyah Min Shahih Al-Imam Al-Bukhari)

Karena itu, dianjurkan bagi seseorang malu kepada orang-orang yang lebih tua daripada dirinya dan menghormatinya. Salah satu bentuk penghormatan di sini yaitu dengan tidak berbicara mendahului mereka.

Imam Al-Ashbahani berkata:

وَفِيهِ أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا عَلِمَ عِلْمًا وَفِي الْمَجْلِسِ ذَوُوا أَسْنَانٍ فَانْتَظَرَهُمْ لِيَتَكَلَّمُوا، كَانَ ذَلِكَ أَزْيَنَ لَهُ.

“Dalam hadis ini terdapat keterangan bahwa seseorang jika mengetahui suatu ilmu sedangkan di majlis ada orang-orang yang lebih tua, maka hendaknya ia menunggu mereka berbicara. Itu lebih baik baginya.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

Namun, anjuran itu baik selama tidak menyebabkan hilangnya kemaslahatan.

Imam An-Nawawi berkata:

لَكِنْ إِذَا لَمْ يَعْرِفِ الْكِبَارُ الْمَسْأَلَةَ فَيَنْبَغِي لِلصَّغِيرِ الَّذِي يَعْرِفُهَا أَنْ يَقُولَهَا

“Namun, jika orang-orang tua tidak mengetahui suatu permasalahan, maka sepantasnya bagi orang muda yang mengetahuinya untuk mengucapkannya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Imam As-Safiri berkata:

ولهذا تمنى عمر أن يكون ابنه لم يسكت

“Karena itu ‘Umar berangan-angan kalau anaknya tidak diam.” (Al-Majalis Al-Wa’zhiyyah fii Syarh Ahadits Khair Al-Bariyyah Min Shahih Al-Imam Al-Bukhari)

 

  1. Salah satu metode pengajaran Nabi ﷺ yaitu membuat perumpamaan dan penyerupaan supaya pelajaran yang disampaikan bisa dicerna dan membekas dalam hati. Seperti dalam hadis tadi, Nabi ﷺ menyerupakan muslim dengan kurma.

 

  1. Ilmu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa mengenal usia dan latar belakang tertentu.

Imam As-Safiri berkata:

وفي الحديث دليل على أن العالم الكبير قد يخفى عليه بعض المسائل، ويحصلها من هو دونه، لأن العلم مواهب الله، والله يؤتي الحكمة من يشاء، كما خفي على أبي بكر وعمر وغيرهما سؤال للنبي ﷺ وفهمه عبد الله على صغر سنه.

“Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa seorang alim besar bisa jadi tersamarkan baginya beberapa masalah dan itu diketahui oleh orang yang ada di bawahnya. Sebab, ilmu adalah karunia dari Allah. dan Allah memberikan hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Sebagaimana pertanyaan Nabi ﷺ samar bagi Abu Bakar, ‘Umar, dan selain keduanya, tapi dipahami oleh ‘Abdullah dalam keadaan usianya masih muda.” (Al-Majalis Al-Wa’zhiyyah fii Syarh Ahadits Khair Al-Bariyyah Min Shahih Al-Imam Al-Bukhari)

 

  1. Keutamaan ‘Abdullah bin ‘Umar

Al-Wazir Ibn Hubairah berkata:

وفي هذا الحديث ما يدل على فطنة عبد الله بن عمر؛ فإن الله تعالى جبله على الفطنة.

“Dalam hadis ini terdapat keterangan yang menunjukkan kecerdasan ‘Abdullah bin ‘Umar. Karena sesungguhnya Allah telah mengarahkannya pada kecerdasan.” (Al-ifshah An Maani Ash-Shihah)

 

  1. Bolehnya orang tua menampakkan kegembiraan karena kecerdasan anaknya.

Al-Wazir Ibn Hubairah berkata:

وفيه أيضاً ما يدل على أنه يجوز للوالد أن يظهر السرور بفطنة الولد وذكائه؛ لقول عمر:

 “Dalam hadis ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya orang tua menampakkan kegembiraan karena kecerdikan dan kecerdasan anaknya. Seperti perkataan ‘Umar:

(لو قلتها لكان أحب إلي من حمر النعم).

“Kalau engkau menyampaikannya, tentu lebih kusukai daripada mendapatkan unta-unta merah.” (Al-Ifshah ‘an Ma’ani Ash-Shihah)

Ibnu Baththal berkata:

وقيل: إنما تمنى له عمر ذلك رجاء أن يسر النبى بإصابته، فيدعو له، فينفعه الله بدعائه

“Dikatakan bahwa ‘Umar mengangankan demikian karena berharap Nabi senang dengan jawaban benar yang disebutkan oleh anaknya lalu beliau mendoakannya sehingga lewat doa beliau itu Allah pun memberikan manfaat kepadanya.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

 

  1. Keutamaan kurma. Sebab, Nabi ﷺ menyerupakan muslim dengannya.

Imam An-Nawawi berkata:

قَالَ الْعُلَمَاءُ وَشَبَّهَ النَّخْلَةَ بِالْمُسْلِمِ فِي كَثْرَةِ خَيْرِهَا وَدَوَامِ ظِلِّهَا وَطِيبِ ثَمَرِهَا وَوُجُودِهِ عَلَى الدَّوَامِ

“Para ulama menjelaskan bahwa Nabi menyerupakan kurma dengan muslim dalam hal kebaikannya dan langgengnya naungannya, baiknya buahnya, dan terus-menerus ada.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Ibnu Baththal berkata:

وكذلك المسلم يأتى الخير كل حين من الصلاة، والصوم، وذكر الله تعالى، فكأن الخير لا ينقطع منه، فهو دائم كما تدوم أوراق النخلة فيها، ثم الثمر الكائن منها فى أوقاته

“Demikian pula muslim, melakukan kebaikan di setiap waktu, berupa salat, puasa, dan zikir kepada Allah. Seakan-akan kebaikan tidak terputus darinya. Ia selalu ada sebagaimana adanya daun pada kurma, kemudian juga buah yang ada padanya di setiap waktu.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

 

Siberut, 7 Sya’ban 1446

Abu Yahya Adiya