“Hati-hatilah kalian agar tidak menjadi 2 orang yang terkutuk!”
Demikianlah Rasulullah ﷺ bersabda.
Para sahabat pun bertanya:
وَمَا اللاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Apa saja 2 orang terkutuk itu wahai Rasulullah?”
Beliau ﷺ bersabda:
الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
“Orang yang membuang hajat di jalan atau di naungan mereka.” (HR. Abu Daud)
Apa maksud orang yang membuang hajat di sini?
Syekh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad menjelaskan:
الذي يقضي حاجته ويتغوط أو يبول في طريق الناس أو ظلهم؛ لأن الطريق الذي يسلكونه هو معبرهم ومسلكهم؛ ولأنه إذا حصل منه قضاء الحاجة في الطريق فإنه يعرض الناس إلى أن يطئوا النجاسة أو يجعل هناك منظراً يسوءهم ويكون في نفوسهم شيء من هذا المنظر الكريه الذي رأوه.
“Yaitu orang yang membuang hajatnya, berak, atau kencing di jalan orang-orang atau naungan mereka. Sebab, jalan yang mereka lalui adalah tempat mereka berjalan dan melintas. Dan karena jika ada yang buang hajat di jalan, maka itu akan menyebabkan orang-orang menginjak najis atau membuat pemandangan yang buruk bagi mereka dan membuat hati mereka terganggu karena pemandangan buruk yang mereka lihat.” (Syarh Sunan Abu Daud)
Lalu apa maksud naungan dalam hadis tadi?
Syekh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad menjelaskan:
والظل هنا هو الذي يحتاج الناس إليه بأن يستظلوا من الشمس إذا مروا في الطريق أو في أي مكان يحتاجون إليه للاستظلال به للقيلولة أو الجلوس تحته، فإن الإنسان لا يجوز له أن يقضي حاجته في هذا المكان.
“Naungan di sini yaitu tempat yang dibutuhkan manusia untuk berteduh dari matahari jika mereka melewati jalan atau di tempat mana pun yang dibutuhkan manusia untuk berteduh yakni untuk istirahat atau duduk di bawahnya. Karena sesungguhnya seseorang tidak boleh membuang hajatnya di tempat tersebut.
ولا يعني هذا أن كل ظل لا تقضى الحاجة فيه، بل من الظل ما هو يسير وليس معروفاً أنه محل استظلال للناس، فمثل هذا لا بأس بقضاء الحاجة فيه. وإنما الذي يكون فيه المنع هو ما كان يحتاج الناس إليه
Dan bukan maksudnya bahwa semua naungan tidak boleh digunakan untuk buang hajat. Bahkan, di antara naungan ada yang kecil dan bukan tempat untuk berteduh bagi orang-orang. Yang semacam itu tidak mengapa dijadikan tempat buang hajat. Yang terlarang itu hanyalah tempat yang dibutuhkan oleh orang-orang untuk berteduh.” (Syarh Sunan Abu Daud)
Ada beberapa faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:
1. Terlarangnya buang air kecil atau air besar di jalan
2. Terlarangnya buang air kecil atau air besar di tempat orang-orang berteduh.
Imam Asy-Syaukani berkata:
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيم التَّخَلِّي فِي طُرُق النَّاس وَظِلِّهِمْ لِمَا فِيهِ مِنْ أَذِيَّةِ الْمُسْلِمِينَ بِتَنْجِيسِ مَنْ يَمُرّ بِهِ وَنَتِنِهِ وَاسْتِقْذَارِهِ.
“Hadis ini menunjukkan haramnya buang hajat di jalan orang-orang dan tempat mereka berteduh, karena itu mengganggu kaum muslimin dengan membuat orang yang melewatinya terkena najis, busuk, dan menjijikkan.” (Nail Al-Authar)
3. Terlarangnya membuang sampah, atau benda apa pun yang berbahaya di tempat yang banyak dilalui orang-orang.
Ketika menjelaskan hadis tadi Syekh ‘Abdul Karim Al-Khudher berkata:
هؤلاء الذين يضعون الزجاج في طريق الناس، إذا شرب المشروب ورمى القارورة على إسفلت أو على رصيف وانكسرت، هذا مؤذي، هذا مرتكب محرم نسأل الله العافية؛ لأنه يؤذي الناس،
“Mereka yang melemparkan kaca di jalan yang dilalui oleh orang-orang, yaitu jika telah meminum minuman lalu melemparkan botolnya ke aspal atau ke trotoar lalu pecah, itu perbuatan yang mengganggu. Itu perbuatan yang diharamkan-kita memohon keselamatan kepada Allah-, sebab itu mengganggu orang-orang.” (Syarh Bulugh Al-Maram)
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ آذَى الْمُسْلِمِينَ فِي طُرُقِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ
“Siapa yang mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, maka ia pantas mendapatkan laknat mereka.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
Siberut, 20 Rabi’ul Awwal 1445
Abu Yahya Adiya






