Apa Saja Hak-Hak Istri?

“Orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan bahwa pria yang terbaik adalah orang yang paling baik terhadap istrinya. Dan seorang pria tidak akan menjadi orang yang baik, apalagi paling baik, kalau ia tidak menunaikan hak istrinya.

Lantas, apa sajakah hak-hak istri yang harus ditunaikan oleh suaminya?

 

  1. Mendapatkan mahar secara sempurna.

Allah berfirman:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa’: 4)

Suami wajib memberikan mahar kepada istrinya secara sempurna. Sebab, itu adalah haknya. Kalau memang istri belum mendapatkan itu, maka boleh baginya menolak ajakan suaminya untuk berhubungan badan dengannya.

 

  1. Suami harus mempergaulinya dengan baik

Allah berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An Nisaa: 19)

Termasuk mempergauli istri dengan baik, yaitu tidak membencinya secara total, hanya karena beberapa sifat buruk yang ada pada dirinya.

Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang pria mukmin membenci seorang wanita mukminah. Jika ia tidak senang dengan salah satu perilakunya, bisa jadi ia akan senang dengan perilakunya yang lain.” (HR. Muslim)

Termasuk mempergauli istri dengan baik, yaitu membantunya agar bisa taat kepada Allah dan tidak terkena siksa-Nya, yakni dengan mengajarkan ilmu agama kepadanya.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahriim: 6)

Bagaimana cara jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka?

‘Ali bin Abi Thalib berkata:

علِّموهم، وأدّبوهم

“Ajarilah mereka dan didiklah mereka.” (Jami’ Al-Bayan Fii Tawiil Al-Quran)

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada rombongan para sahabat yang belajar kepada beliau:

ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ، وَعَلِّمُوهُمْ

“Kembalilah kalian kepada keluarga kalian, tinggallah bersama mereka dan ajarilah mereka!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang suami wajib mengajari istrinya ilmu agama, agar ia bisa menjalankan kewajibannya dalam agama.

Kalau ilmunya pas-pasan?

Ia harus mencarikan guru untuk istrinya.

 

  1. Suami harus memberi nafkah kepadanya, baik nafkah lahir maupun batin.

Ada yang bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟

“Wahai Rasulullah, apa hak istri kita terhadap kita?”

Beliau ﷺ menjawab:

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ

“Engkau memberinya makan bila engkau makan, memberinya pakaian bila engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan menjelek-jelekkannya, dan janganlah berpisah dengannya kecuali tetap di dalam rumah.” (HR. Abu Daud)

Hadis ini menunjukkan wajibnya suami memberikan nafkah kepada istrinya, baik nafkah lahir maupun batin.

Adapun nafkah batin, dijelaskan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah:

وَيَجِبُ عَلَى الرَّجُلِ أَنْ يَطَأَ زَوْجَتَهُ بِالْمَعْرُوفِ وَهُوَ مِنْ أَوْكَدِ حَقِّهَا عَلَيْهِ أَعْظَمَ مِنْ إطْعَامِهَا.

“Wajib atas seorang suami menggauli istrinya dengan baik. Dan itu termasuk hak istri yang paling ditekankan atas suami, dan hak yang lebih besar daripada pemberian makan kepadanya.

وَالْوَطْءُ الْوَاجِبُ قِيلَ: إنَّهُ وَاجِبٌ فِي كُلِّ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ مَرَّةً. وَقِيلَ: بِقَدْرِ حَاجَتِهَا وَقُدْرَتِهِ، كَمَا يُطْعِمُهَا بِقَدْرِ حَاجَتِهَا وَقُدْرَتِهِ، وَهَذَا أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.

Adapun menggauli yang wajib, maka ada yang berpendapat bahwa itu wajib setiap empat bulan sekali. Dan ada yang berpendapat bahwa itu wajib sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami, sebagaimana memberi makan kepada istri pun wajib sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami. Dan pendapat terakhir inilah yang paling kuat. Allahu a’lam.” (Majmu’ Al-Fatawa)

 

  1. Suami berdandan untuknya.

Ibnu ‘Abbas berkata:

إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَزَيَّنَ لِلْمَرْأَةِ، كَمَا أُحِبُّ أَنْ تَتَزَيَّنَ لِي الْمَرْأَةُ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ:

“Sungguh, aku suka berdandan untuk istriku sebagaimana aku suka kalau ia berdandan untuk diriku. Sebab, Allah telah berfirman (QS. Al-Baqarah: 228):

{وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ}

“Dan mereka (para istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang patut.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah)

 

Siberut, 12 Rabi’ul Awwal 1444

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Shahih Fiqh As-Sunnah karya Syekh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid.
  2. Al-Fiqh Al-Muyassar Fii Dhai Al-Kitab wa As-Sunnah.
  3. Dan lain-lain.