“Orang itu lebih kaya dariku.”
“Rumahnya lebih bagus daripada rumahku.”
“Ternyata istrinya lebih cantik daripada istriku.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata:
لاَ يَسْلَمُ لَكَ قَلْبُكَ حَتَّى لاَ تُبَالِي مَنْ أَكَلَ الدُّنْيَا.
“Tidak akan selamat hatimu sampai engkau tidak memerhatikan orang yang memakan dunia.” (Siyar A’lam An-Nubala)
Selama hati kita masih melekat pada kenikmatan yang ada pada orang lain, kita akan terus resah.
Salah satu cara agar hidup kita tenang yaitu ‘melupakan’ kenikmatan yang ada pada orang lain.
Nabi ﷺ bersabda:
انْظُرُوا إِلَى منْ أَسفَل منْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هَوَ فَوقَكُم فهُوَ أَجْدرُ أَن لاَ تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَليْكُمْ
“Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang yang ada di atas kalian. Itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat yang telah Allah berikan kepada kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan pikirkan kenikmatan yang ada pada orang lain dan tidak ada pada dirimu. Lihatlah kekurangan yang ada padanya, niscaya tenanglah hidupmu.
Kalau ada orang yang lebih kaya darimu, maka katakanlah, “Ia lebih kaya dariku, tapi bisa jadi aku lebih sehat darinya.”
Kalau ada orang yang jabatannya lebih tinggi darimu, maka katakanlah, “Jabatannya lebih tinggi dariku, tapi tekanan batinku lebih ringan daripada tekanan batinnya.”
Kalau istri orang lain lebih cantik daripada istrimu, maka katakanlah, “Istrinya lebih cantik daripada istriku, tapi istriku lebih rajin ibadah daripada istrinya.”
Apa pun kelebihan yang engkau lihat ada pada orang lain, maka pikirkan juga kekurangannya.
Mengapa demikian?
“Itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat yang telah Allah berikan kepada kalian.”
Maka, sering-seringlah melihat penderitaan orang lain selain dirimu dan sering-seringlah melihat orang yang lebih menderita daripada dirimu, niscaya engkau akan bersyukur kepada Tuhanmu. Kalau sudah begitu, tenang dan bahagialah hidupmu.
Siberut, 26 Syawwal 1442
Abu Yahya Adiya
