Fikih Puasa 24

Fikih Puasa 24

‘Aisyah berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ أَحْيَى اللَّيْلَ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجد وشَدَّ المِئْزَرَ

“Rasulullah ﷺ jika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan kain beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apa maksudnya menghidupkan malam di sini?

Imam An-Nawawi menjelaskan:

أي اسْتَغْرَقَهُ بِالسَّهَرِ فِي الصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا

“Maksudnya beliau menghabiskan waktu malam dengan tidak tidur karena salat dan ibadah lainnya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Apa maksud membangunkan keluarganya di sini?

Imam Al-‘Aini menjelaskan:

أَي: للصَّلَاة وَالْعِبَادَة

“maksudnya membangunkan untuk salat dan ibadah.” (Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari)

Apa maksud bersungguh-sungguh di sini?

Imam As-Suyuthi menjelaskan:

أَي اجْتهد فِي الْعِبَادَة زِيَادَة على الْعَادة

“Maksudnya bersungguh-sungguh dalam ibadah melebihi kebiasaan.” (Ad-Diibaaj ‘Ala Shahih Muslim bin Al-Hajjaj)

Apa maksud mengencangkan kain di sini?

Imam Al-Khaththabi menjelaskan bahwa itu maksudnya:

أحدهما هجران النساء وترك غشيانهن

“Pertama: menjauhi istri dan tidak menggaulinya. “

Atau…

والآخر الجد والتشمير في العمل.

“Kedua: bersungguh-sungguh dan giat dalam beramal.” (Ma’alim As-Sunan)

Faidah yang bisa kita petik dari hadis di atas:

1. Anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah dan memaksimalkan ibadah di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh nabi kita ﷺ.

‘Aisyah berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

“Rasulullah ﷺ tidak pernah bersungguh-sungguh dalam beribadah seperti kesungguhan beliau dalam beribadah di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Muslim)

2. Anjuran untuk menghidupkan 10 malam terakhir Ramadhan dengan beribadah, tidak tidur, dan tidak menggauli istri agar bisa meraih pahala semaksimal mungkin.
Maka, bagi yang suka begadang, inilah kesempatan Anda memanfaatkan hobi Anda untuk beribadah dan meraup pahala sebanyak mungkin.

Pertanyaan: kenapa Nabi ﷺ bersungguh-sungguh dalam beribadah di 10 hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau pada hari-hari yang lain?

Imam Ibnul Jauzi menjawab:

وَإِنَّمَا كَانَ يجْتَهد فِي الْعشْر لمعنيين:

“Sesungguhnya beliau bersungguh-sungguh di 10 hari terakhir karena dua tujuan:

أَحدهمَا: لرجاء لَيْلَة الْقدر

pertama: karena mengharap Lailatul Qadr

وَالثَّانِي: لِأَنَّهُ آخر الْعَمَل، وَيَنْبَغِي أَن يحرص على تجويد الخاتمة.

dan yang kedua: karena itu adalah akhir amalan. Dan seharusnya beliau bersemangat dalam membaguskan akhir amalan.” (Kasyf Al-Musykil Min Hadits Ash-Shahihain)

Ya, sebab pertama kesungguhan beliau pada waktu-waktu tersebut yaitu karena pada waktu tersebut ada Lailatul Qadr (malam kemuliaan)

Allah berfirman:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 2-3)

1000 bulan kurang lebih sama dengan 83 tahun.

Berarti, siapa yang melakukan suatu ibadah ketika Lailatul Qadar, maka seolah-olah ia melakukan ibadah tersebut selama lebih dari 83 tahun! Allahu Akbar!

Sebab kedua kesungguhan beliau pada waktu-waktu tersebut yaitu karena waktu-waktu tersebut adalah penutup Ramadhan. Siapa yang menutup Ramadhannya dengan baik, beruntunglah ia. Sebaliknya, siapa yang menutup Ramadhan dengan buruk, merugilah ia.

Nabi ﷺ bersabda:

وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung akhirnya.” (HR. Bukhari)

Karena itu, jaga dan perhatikanlah akhir Ramadhanmu, wahai saudaraku!

3. Anjuran untuk membangunkan anggota keluarga agar beribadah di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi ﷺ.

4. Hati akan mati tatkala kosong dari ibadah dan mengingat Allah.

As-Sindi berkata:

أَحْيَا اللَّيْلَ بِالْقِيَامِ وَالْقِرَاءَةِ كَأَنَّ الزَّمَانَ الْخَالِي عَنِ الْعِبَادَةِ بِمَنْزِلَةِ الْمَيِّتِ وَبِالْعِبَادَةِ فِيهِ يَصِيرُ حَيًّا فَإِذَا كَانَ حَالُ الزَّمَانِ كَيْفَ الْقَلْبُ

“Beliau menghidupkan malam itu dengan salat dan membaca Al-Quran. Seakan-akan waktu yang kosong dari ibadah seperti mayit. Dan dengan ibadah pada waktu tersebut, waktu itu kembali menjadi hidup. Jika ini keadaan waktu, maka bagaimana pula dengan hati?” (Kifayah Al-Hajah fii Syarh Sunan Ibn Majah)

5. Anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan waktu-waktu istimewa.

Syekh Ibnul ‘Utsaimin berkata:

فالإنسان يجب أن يجاهد نفسه في الأوقات الفاضلة حتى يستوعبها في طاعة الله.

“Seorang insan wajib melawan nafsunya di waktu-waktu mulia supaya ia bisa memanfaatkannya dalam ketaatan kepada Allah.” (Syarh Riyadhus Shalihin)

Siberut, 18 Ramadhan 1441
Abu Yahya Adiya

Sumber:

1. ‘Umdah Al-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari karya Imam Al-‘Aini

2. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj karya Imam An-Nawawi

3. Kifayah Al-Hajah fii Syarh Sunan Ibn Majah karya Imam Nuruddin As-Sindi

4. Ad-Diibaaj ‘Ala Shahih Muslim bin Al-Hajjaj karya Imam As-Suyuthi

5. Ma’alim As-Sunan karya Imam Al-Khaththabi

6. Kasyf Al-Musykil Min Hadits Ash-Shahihain karya Imam Ibnul Jauzi

7. Syarh Riyadhus Shalihin karya Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin