Keutamaan Kalimat Tauhid

Keutamaan Kalimat Tauhid

Nabi ﷺ bersabda:

فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ karena mengharap wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

karena mengharap wajah Allah artinya mengharap balasan dari Allah berupa masuk surga sehingga bisa melihat wajah-Nya.

Ada beberapa faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:

  1. Besarnya keutamaan tauhid.

Sebab, Allah akan mengharamkan neraka bagi orang yang merealisasikan tauhid. Mengharamkan neraka untuk menjilatnya apalagi membakarnya! Tapi….

Ingat syaratnya: karena mengharap wajah Allah, yaitu ikhlas.

Seorang pegawai tatkala mengharapkan bonus atau insentif dari bosnya, tentu ia akan berusaha melakukan apapun yang membuat bosnya senang kepadanya dan dekat dengan dirinya, sehingga akhirnya ia meraih apa yang ia harapkan.

Maka begitu pula orang yang mengucapkan لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dengan ikhlas. Tentu ia akan berusaha melakukan apapun yang membuat Allah senang kepadanya dan dekat dengan dirinya, entah dengan melakukan berbagai ibadah yang wajib maupun sunnah, sehingga akhirnya ia meraih apa yang ia harapkan.

Karena itu, hadis di atas bukan dalil bagi orang-orang yang malas beribadah.

“Saya kan sudah mengucapkan لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dengan ikhlas. Karena itu, saya tidak akan disiksa di neraka, walaupun saya bermalas-malasan dalam beribadah.”

Kita katakan kepada orang semacam itu, “Kalau memang pengakuanmu benar, tentu engkau tidak akan bermalas-malasan dan melalaikan ibadah!”

Sebab, keikhlasan seseorang tentu akan mendorongnya untuk membuktikan keikhlasannya dengan giat beramal dan beribadah.

Makin kuat keikhlasan seseorang, maka makin giatlah ia dalam menjalankan perintah Allah.

Dan makin kuat keikhlasan seseorang, maka makin giatlah ia dalam menjauhi larangan Allah.

Dan makin giat seseorang dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka makin dekatlah ia dengan Allah.

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabuut: 69)

 

2. Allah memiliki wajah sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Kita menetapkan itu tanpa menyelewengkan maknanya, tanpa menentukan hakekatnya, dan tanpa menyerupakannya dengan makhluk. Itulah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah.

 

3. Luasnya karunia Allah.

Sebab, Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas.

Itulah karunia dari Allah. Itulah kasih sayang Allah. Dan kasih sayang Allah kepada kita jauh melebihi apa yang kita kira dan kita duga.

Suatu hari ada beberapa tawanan perang menghadap Rasulullah.

Di antara tawanan perang tersebut ada seorang wanita. Wanita itu kehilangan anaknya.

Resah jiwanya. Gundah hatinya. Ia mencari dan terus mencari anaknya.

Ketika keresahannya makin memuncak, ia menemukan anaknya. Ia berhasil menemukan anaknya!

Bayangkan, bagaimana perasaan wanita itu ketika menemukan anaknya!

Bayangkan, bagaimana perasaan ibu itu ketika menemukan buah hatinya!

Wanita itu pun langsung mendekap anaknya lalu menyusuinya.

Melihat pemandangan yang mengharukan seperti itu, Nabi ﷺ pun bertanya kepada para sahabatnya:

أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ

“Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam api?”

Para sahabat menjawab:

لاَ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ

“Tentu saja tidak, padahal ia masih sanggup melindunginya dari api tersebut.”

Setelah mendengar jawaban para sahabatnya, beliau ﷺ pun bersabda:

لله أرحم بعباده من هذه بولدها

“Sungguh,  Allah sangat menyayangi hamba-hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu ini kepada anaknya!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Siberut, 12 Sya’ban 1441

Abu Yahya Adiya

Sumber:

  1. Al-Mulakhash fi Syarh Kitab At-Tauhid karya Syekh Dr Saleh Al-Fauzan.
  2. Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi.