“Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian.“ (QS. Al-Baqarah: 29)
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk kita. Itu menunjukkan bahwa hukum asal segala sesuatu yang ada di bumi, entah itu pepohonan, air, buah-buahan, hewan dan semacamnya adalah halal bagi kita.
Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:
وهذه قاعدة عظيمة؛ وبناءً على هذا لو أن إنساناً أكل شيئاً من الأشجار، فقال له بعض الناس: “هذا حرام”؛ فالمحرِّم يطالَب بالدليل
“Itu adalah kaidah yang agung. Karena itu, kalau seseorang memakan suatu tumbuhan lalu ada sebagian orang berkata kepadanya bahwa itu adalah haram, maka yang mengharamkan dituntut membawakan dalil.“ (Tafsir Al-Fatihah wa Al-Baqarah)
Ya, harus membawakan dalil. Sebab, hukum asalnya segala sesuatu yang ada di bumi adalah halal.
Ya, halal dan boleh dimakan sampai datang keterangan dari Allah dan rasul-Nya bahwa itu adalah haram dan tidak boleh dimakan.
Imam Asy-Syaukani berkata:
الأصل في كل شيء الحل، ولا يحرم إلا ما حرمه الله ورسوله
“Asal segala sesuatu itu halal dan tidak haram kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya.” (Ad-Durar Al-Bahiyyah Fii Al-Masail Al-Fiqhiyyah)
Lantas, apa saja makanan yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya?
Makanan yang Diharamkan dalam Al-Quran
Allah berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah: 3)
Ayat ini menunjukkan bahwa yang diharamkan untuk dimakan adalah:
1) Bangkai yakni hewan yang mati tanpa penyembelihan yang sesuai dengan aturan syariat.
2) Darah yang mengalir. Sebagaimana itu disebutkan dengan jelas dalam surat Al-An’aam ayat 145.
3) Daging babi dan segala yang ada pada babi.
Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan berkata:
وكل شيء من الخنزير حرام، وتخصيص اللحم بالذكر؛ لأنه يقصد في العادة
“Segala sesuatu yang ada pada babi adalah haram. Disebutkannya daging secara khusus karena itulah yang biasanya dicari.” (Ar-Raudhah An-Naddiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)
4) Hewan yang disembelih atas nama selain Allah.
5) Hewan yang mati karena tercekik.
6) Hewan yang mati karena dipukul.
7) Hewan yang mati karena terjatuh.
8) Hewan yang mati karena ditanduk
9) Hewan yang mati karena diterkam binatang buas.
Jika suatu hewan diterkam oleh binatang buas lalu mati, maka itu haram dimakan, kecuali jika sempat disembelih, maka itu halal.
10) Hewan yang disembelih untuk berhala.
Makanan yang Diharamkan dalam Hadis
1) Bagian yang terpisah dari hewan dalam keadaan hidup.
Nabi ﷺ bersabda:
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Sesuatu yang terpotong dari hewan, sementara hewan itu masih hidup, maka potongan tersebut termasuk bangkai.” (HR. Ahmad)
2) Binatang buas yang bertaring.
Nabi ﷺ bersabda:
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)
Imam Al-Baghawi berkata:
أَرَادَ بِذِي الناب: مَا يعدو بنابه على النّاس وَأَمْوَالهمْ، مثل الذِّئْب، والأسد، وَالْكَلب والفهد، والنمر، والببرِ، والدب والقرد، وَنَحْوهَا، فَهِيَ وأمثالُها حرامٌ،
“Yang dimaksud dengan yang bertaring yaitu yang menyerang manusia dan harta mereka dengan taringnya, seperti serigala, singa, anjing, cheetah, macan, harimau, beruang, kera, dan semacamnya. Itu dan semacamnya adalah haram.” (Syarh As-Sunnah)
3) Burung yang berkuku tajam.
Ibnu ‘Abbas berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
“Rasulullah ﷺ melarang untuk memakan semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang berkuku tajam.” (HR. Muslim)
Imam Al-Baghawi berkata:
وكذلِك كلُّ ذِي مخلبٍ من الطير: كالنسر، والصقْر، والبازي، وَنَحْوهَا.
وَسمي مخلب الطَّائِر مخلبًا، لِأَنَّهُ يخْلِبُ، أيْ: يشق وَيقطع،
“Demikian pula segala burung yang berkuku tajam seperti nasar, elang, rajawali, dan semacamnya. Kuku burung tersebut dinamakan mikhlab karena ia yakhlib yakni merobek dan memotong.” (Syarh As-Sunnah)
4) Keledai jinak.
Jabir bin ‘Abdillah berkata:
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرَ الْخَيْلَ، وَحُمُرَ الْوَحْشِ، وَنَهَانَا النَّبِيُّ ﷺ عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِي
“Pada saat perang Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar dan Nabi telah melarang kami memakan keledai jinak.” (HR. Muslim)
5) Anjing dan kucing.
Abu Zubair berkata:
سَأَلْتُ جَابِرًا، عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ؟ قَالَ:
“Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang hasil penjualan anjing dan kucing, lalu ia menjawab:
زَجَرَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ ذَلِك
“Nabi ﷺ melarang demikian.” (HR. Muslim)
Imam Asy-Syaukani berkata:
وهو مستخبث، وقد وقع الأمر بقتله عموما وخصوصا، وقد نهى النبي ﷺ عن أكل ثمنه – كما تقدم – وسيأتي -. وتقدم أن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه. وقد جعله بعضهم داخلا في ذوات الناب من السباع.
“Itu menjijikkan. Dan telah ada perintah untuk membunuhnya secara umum maupun khusus. Dan sungguh, Nabi ﷺ telah melarang memakan hasil penjualannya, sebagaimana telah berlalu dan akan datang. Dan telah berlalu bahwa Allah jika mengharamkan sesuatu, maka Allah haramkan juga hasil penjualannnya. Dan sebagian ulama menjadikan anjing sebagai hewan buas yang bertaring.” (Ad-Darari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)
6) Hewan yang memakan kotoran.
Ibnu ‘Umar berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ لُحُومِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah ﷺ melarang kami memakan daging Jallaalah (hewan yang memakan kotoran) dan (meminum) susunya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Imam Al-Baghawi berkata:
ثُمّ الحكم فِي الدَّابَّة الَّتِي تأكلُ العذِرة أَن يُنظر فِيها، فإِن كَانَت تأكلها أَحْيَانًا، فَلَيْسَتْ بجلّالةٌ، وَلَا يحرم بِذلِك أكلهَا كالدجاج وَنَحْوهَا
“Kemudian hukum tentang hewan yang memakan kotoran yakni diperhatikan, jika hewan tersebut memakan kotoran kadang-kadang, maka itu bukanlah jallaalah (hewan yang memakan kotoran) dan tidak diharamkan memakannya, seperti ayam dan semacamnya.” (Syarh As-Sunnah)
Itu kalau hewan tersebut kadang-kadang memakan kotoran dan bukan sering. Lantas, bagaimana kalau sering memakan kotoran?
Imam Al-Baghawi berkata:
وَإِن كَانَ غالبٌ عَلفهَا مِنْهَا حتّى ظهر ذلِك على لَحمهَا ولبنها، فَاخْتلف أهْل الْعِلْمِ فِي أكلهَا، فَذهب قومٌ إِلى أنّهُ لَا يحل أكلهَا إِلَّا أَن تُحبس أَيَّامًا، وتُعلف من غَيرهَا حتّى يطيب لحمُها، فَحِينَئِذٍ يحلُّ أكلهَا، وهُو قوْل أصْحاب الرّأْيِ، والشّافِعِي، وأحْمد.
“Kalau makanannya seringnya dari kotoran sampai tampak itu pada daging dan susunya, maka para ulama berbeda pendapat tentang memakannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak dihalalkan memakannya kecuali kalau hewan itu dikarantina selama beberapa hari dan diberi makan dengan selain kotoran sampai membaik dagingnya. Ketika itulah dihalalkan memakannya. Dan ini adalah pendapat Ashhabur ra’yi, Asy-Syafi’i, dan Ahmad.” (Syarh As-Sunnah)
Siberut, 14 Syawwal 1445
Abu Yahya Adiya






