Mengingat Allah dan Mengingat Manusia

Mengingat Allah dan Mengingat Manusia

“Mengingat manusia adalah penyakit, sedangkan mengingat Allah adalah obat.” (Siyar A’lam An-Nubala)

Demikianlah perkataan Ibnu ‘Aun, seorang ulama tabiin.

Perkataan yang sangat bijak. Kalau kita terus mengingat manusia, maka penyakitlah yang akan muncul pada diri kita.

Kalau yang terus kita ingat adalah kelebihannya, maka timbullah rasa iri kepadanya pada diri kita. Sebaliknya, kalau yang terus kita ingat adalah kekurangannya, maka timbullah kebencian kepadanya pada diri kita.

Jika itu terus-menerus terjadi, maka kegundahan dan keresahanlah yang akan menyelimuti hati.

Itu akibat terus mengingat manusia. Adapun terus mengingat Allah, mengingat kebaikan-Nya, keadilan-Nya dan kasih sayang-Nya, justru menimbulkan rasa tenang dan tenteram di hati. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu ‘Aun tadi: “Mengingat manusia adalah penyakit, sedangkan mengingat Allah adalah obat.”

Imam Adz-Dzahabi mengomentari perkataan Ibnu ‘Aun tadi:

إِيْ وَاللهِ، فَالعجَبُ مِنَّا، وَمِنْ جَهلِنَا، كَيْفَ نَدَعُ الدَّوَاءَ، وَنقتحِمُ الدَّاءَ؟! قَالَ اللهُ -تَعَالَى-:

“Tentu demi Allah. Yang aneh itu kita. Di antara kebodohan kita, bagaimana bisa kita meninggalkan obat lalu memasuki penyakit?! Allah berfirman:

{فَاذْكُرُوْنِي أَذْكُرْكُمْ} [البَقَرَةُ: 152] ، {وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ} [العَنْكَبُوْتُ: 45]

“Karena itu, ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku pun ingat kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 152) dan “Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar.” (QS. Al-‘Ankabut: 45)

وَقَالَ:

Dan Dia berfirman:

{الَّذِيْنَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُم بِذِكْرِ اللهِ، أَلاَ بِذِكْرِ الله تَطْمَئِنُّ القُلُوْبُ} [الرَّعْدُ: 28]

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

وَلَكِنْ لاَ يَتَهَيَّأُ ذَلِكَ إِلاَّ بِتوفِيْقِ اللهِ، وَمَنْ أَدْمَنَ الدُّعَاءَ، وَلاَزَمَ قَرْعَ البَابِ، فُتِحَ لَهُ.

Namun, itu tidak akan terwujud kecuali dengan taufik dari Allah. Dan siapa yang terus berdoa dan mengetuk pintu, niscaya dibukakan baginya.” (Siyar A’lam An-Nubala)

 

Siberut, 23 Jumada Al-Ulaa 1446

Abu Yahya Adiya