Mengobati Maksiat dengan ‘Mengungsi’

Mengobati Maksiat dengan ‘Mengungsi’

Kalau kita menemukan pakaian di sebuah bak air yang penuh dengan kotoran, maka bagaimana cara kita membersihkannya?

Apakah dengan mengguyur air sebanyak mungkin ke bak air itu?

Atau dengan mengambil pakaian itu lalu membersihkannya di tempat yang bersih?

Kalau dengan cara pertama, tentu saja menghabiskan banyak waktu, air, dan tenaga. Sedangkan yang kedua? Lebih menghemat waktu, air, dan tenaga.

Maka begitu pula cara ‘mengobati’ para pelaku maksiat.

Kalau kita ‘membersihkan’ mereka di lingkungan mereka yang rusak, tentu saja menghabiskan banyak waktu dan tenaga.

Namun kalau kita ‘ungsikan’ mereka ke tempat yang baik, tentu lebih menghemat waktu dan tenaga.

Itulah salah metode Islam dalam mengobati penyakit masyarakat, yaitu memindahkan pelaku maksiat ke lingkungan yang baik.

Dan itu ditunjukkan oleh hadis masyhur tentang pembunuh 99 nyawa.

Tatkala pembunuh 99 nyawa itu hendak bertobat dari kesalahannya, seorang yang alim menasehatinya:

انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ

“Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan engkau kembali ke tempatmu, karena tempatmu itu tempat yang buruk.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kenapa si pembunuh 99 nyawa itu disarankan untuk meninggalkan tempat tinggalnya?

Sebab, disebutkan dalam hadis: “karena tempatmu itu tempat yang buruk.”

Selama seseorang masih di tempat yang buruk, kemungkinan terjatuh ke dalam maksiat masih sangat besar.

Dan mungkin itu pula hikmahnya kenapa dalam syariat Islam hukuman terhadap orang lajang yang berzina bukan cuma dicambuk 100 kali.

Selain dicambuk 100 kali ia pun harus diasingkan selama setahun di tempat yang jauh dari kampungnya.

Mengapa demikian?

Tidak lain tidak bukan-Allahu a’lam-supaya orang yang berzina itu tidak terjatuh kembali dalam perbuatan yang sama karena rusaknya lingkungannya.

Metode ‘pengobatan’ ini yaitu memindahkan orang yang buruk ke lingkungan yang baik adalah berlaku umum. Bisa untuk orang kota maupun desa. Terutama orang-orang pedalaman.

Tatkala seseorang tinggal di pedalaman, ia akan jauh dari dakwah dan ilmu.

Makin jauh dan terpencil suatu tempat dari dakwah dan ilmu, maka makin tersebarlah di situ kekafiran, kemunafikan, dan kemaksiatan.

Karena itu, untuk ‘mengobati’ orang-orang pedalaman, tidak cukup dengan mengirim kepada mereka orang berilmu yang mengajari mereka, melainkan perlu juga beberapa orang di antara mereka ‘diungsikan’ untuk ‘diobati’ di tempat yang lain.

 

Allahu a’lam

 

Siberut, 13 Jumada Al-Ulaa 1442

Abu Yahya Adiya