Suatu hari seseorang mengalami sakaratulmaut. Putranya menuntunnya untuk mengucapkan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Namun, perkataan yang meluncur dari lisannya yaitu:
النَّاصِرُ مَوْلَايَ
“Nashir adalah pemimpinku.”
Dan Nashir adalah atasannya. Lalu putranya menuntunnya kembali untuk mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. Namun, kembali lagi perkataan yang meluncur dari lisannya yaitu:
النَّاصِرُ مَوْلَايَ
“Nashir adalah pemimpinku.”
Setelah itu ia pingsan. Tatkala siuman, ia kembali berkata:
النَّاصِرُ مَوْلَايَ
“Nashir adalah pemimpinku.”
Demikianlah kondisinya. Setiap kali diminta mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, jawabannya selalu sama, yaitu “Nashir adalah pemimpinku.”
Maka, tatkala kondisinya makin kritis, ia berkata kepada putranya:
يَا فُلَانُ، النَّاصِرُ إِنَّمَا يَعْرِفُكَ بِسَيْفِكَ، وَالْقَتْلَ الْقَتْلَ
“Wahai anakku, sesungguhnya Nashir mengenalmu karena pedangmu. Maka bunuhlah dan tetaplah membunuh.”
Setelah itu terputuslah nafasnya dan berhentilah detak jantungnya. Ia pun mati…
Kasus yang lain….
Ada seseorang yang juga meregang nyawa. Lalu ia dituntun untuk mengucapkan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Namun, perkataan yang keluar dari lisannya yaitu:
الدَّارُ الْفُلَانِيَّةُ أَصْلِحُوا فِيهَا كَذَا، وَالْبُسْتَانُ الْفُلَانِيُّ افْعَلُوا فِيهِ كَذَا.
“Perbaiki rumah yang ini! Dan perbaiki kebun yang itu!”
Ketika hidup, tidak ada dalam pikirannya kecuali rumah dan kebun. Dan yang ada di kepalanya ketika itu hanyalah rumah dan kebun. Makanya itulah yang keluar dari lisannya di akhir hayatnya….
Dan kasus yang lain lagi….
Ada seseorang yang hampir mati lalu dituntun untuk mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Namun, yang keluar dari lisannya yaitu perkataan dalam bahasa Persia:
دَهْ يَازَدَهْ دَهْ وَازَدَهْ
“Sepuluh dikembalikan sebelas. Sepuluh dikembalikan sebelas.”
Maksudnya, ia memberikan pinjaman sepuluh nanti dikembalikan sebelas. Ternyata selama hidupnya ia menjadi seorang rentenir. Makanya, kebiasaan itulah yang nampak sampai akhir hayatnya…
Kita berlindung kepada Allah dari semua tadi.
Kisah-kisah tadi disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Ad-Dau wa Ad-Dawa.
Nabi ﷺ bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung akhirnya.” (HR. Bukhari)
Ya, bahagia tidaknya seseorang di akhirat tergantung akhir hayatnya.
Kalau akhir hayatnya baik, maka akan baik pula nasibnya selanjutnya.
Namun, kalau akhir hayatnya buruk, maka akan buruk pula nasibnya selanjutnya.
Nabi ﷺ bersabda:
فَإِنَّ صَاحِبَ الْجَنَّةِ يُخْتَمُ لَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ عَمِلَ أَيَّ عَمَلٍ
“Sesungguhnya penghuni surga itu hidupnya akan diakhiri dengan perbuatan penghuni surga, bagaimanapun perbuatannya sebelum itu.” (HR. Ahmad)
Artinya, siapa pun yang akan menjadi penghuni surga, maka ia akan mati dalam keadaan baik dan telah melakukan perbuatan baik, walaupun sebelumnya ia orang yang tidak baik.
Itu akhir hidup yang baik. Adapun akhir hidup yang buruk….
Dan Nabi ﷺ bersabda:
وَإِنَّ صَاحِبَ النَّارِ يُخْتَمُ لَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنْ عَمِلَ أَيَّ عَمَلٍ
“Dan sesungguhnya penghuni neraka itu hidupnya akan diakhiri dengan perbuatan penghuni neraka, bagaimanapun perbuatannya sebelum itu.” (HR. Ahmad)
Artinya, siapa pun yang akan menjadi penghuni neraka, maka ia akan mati dalam keadaan buruk dan telah melakukan perbuatan buruk, walaupun sebelumnya ia orang yang baik.
Karena itu, akhir hidup yang buruk merupakan perkara yang mencemaskan. Saking mencemaskannya itu sampai-sampai Imam Sufyan Ats-Tsauri pernah menangis semalaman karena teringat akan itu.
Ada yang bertanya kepada beliau:
كُلُّ هَذَا خَوْفًا مِنَ الذُّنُوبِ؟
“Engkau menangis seperti ini, karena takut akan dosa?”
Beliau pun mengambil segenggam tanah dan berkata:
الذُّنُوبُ أَهْوَنُ مِنْ هَذَا، وَإِنَّمَا أَبْكِي مِنْ خَوْفِ سُوءِ الْخَاتِمَةِ.
“Dosa masih lebih ringan daripada ini. Sesungguhnya aku menangis karena takut akhir hidup yang buruk.” (Ad-Dau wa Ad-Dawa)
Maka apa penyebab hidup seseorang berakhir buruk? Dan bagaimana caranya agar hidup kita tidak berakhir buruk?
Imam Abdul Haq berkata:
إِنَّ سُوءَ الْخَاتِمَةِ لَا يَقَعُ لِمَنِ اسْتَقَامَ بَاطِنُهُ وَصَلُحَ ظَاهِرُهُ وَإِنَّمَا يَقَعُ لِمَنْ فِي طَوِيَّتِهِ فَسَادٌ أَوِ ارْتِيَابٌ
“Sesungguhnya akhir hidup yang buruk tidak terjadi pada orang yang lurus batinnya dan baik lahirnya. Akhir hidup yang buruk hanya terjadi pada orang yang memiliki kerusakan dan keraguan dalam hatinya.
وَيكثر وُقُوعه للمصر على الْكَبَائِر والجريء عَلَى الْعَظَائِمِ فَيَهْجُمُ عَلَيْهِ الْمَوْتُ بَغْتَةً
Akhir hidup yang buruk banyak terjadi pada orang yang terus melakukan dosa-dosa besar, dan berani melakukannya, lalu datanglah kematian kepadanya dengan tiba-tiba.” (Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Siberut, 16 Jumada Ats-Tsaniyah 1444
Abu Yahya Adiya






