Kriteria yang Dianjurkan Ada pada Calon Suami

Kriteria yang Dianjurkan Ada pada Calon Suami

Salihah, cantik, penyayang, dan subur.

Itulah kriteria yang dianjurkan ada pada calon istri. Lantas, apa kriteria yang dianjurkan ada pada calon suami?

1. Saleh

Perintah untuk kaum pria adalah perintah untuk kaum wanita. Sebagaimana pria diperintahkan untuk mencari pasangan yang salihah, begitu juga wanita. Ia dianjurkan untuk mencari pasangan yang saleh.

Seseorang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri:
قَدْ خَطَبَ ابْنَتِي جَمَاعَةٌ فَمَنْ أُزَوِّجُهَا
“Ada beberapa orang yang ingin melamar putriku, maka siapa orang yang kunikahkan dengan putriku?”

Imam Al-Hasan pun berkata:
مِمَّنْ يَتَّقِي اللَّهَ فَإِنْ أَحَبَّهَا أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها
“Nikahkanlah ia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Sebab, kalau ia mencintainya, ia akan memuliakannya. Dan kalau ia tidak menyukainya, ia tidak akan menzaliminya.” (Ihya ‘Ulum Ad-Diin)

2. Tampan. Artinya, enak dilihat dan sedap dipandang

Anjuran untuk kaum pria adalah anjuran untuk kaum wanita. Sebagaimana pria dianjurkan untuk mencari pasangan yang cantik. Begitu juga wanita dianjurkan untuk mencari pasangan yang tampan.

Walaupun fisik bukan perhatian utama kaum wanita, tapi tetap saja itu penting. Apa buktinya?

Istri Tsabit bin Qais mendatangi Rasulullah ﷺ lalu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنِّي لاَ أَعْتُبُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلاَ خُلُقٍ، وَلَكِنِّي لاَ أُطِيقُهُ
“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya, aku tidak mencela Tsabit karena agamanya dan perilakunya. Namun, aku tidak sanggup bersamanya.”

Rasulullah ﷺ bersabda:
فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ.
“Apakah engkau hendak mengembalikan kebun yang telah ia berikan?”

Ia menjawab:
نَعَمْ
“Ya.” (HR. Bukhari)

Kenapa istri Tsabit tidak sanggup hidup dengan Tsabit?

Kenapa istri Tsabit ingin meminta cerai dengan Tsabit?

Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan sebabnya yaitu karena sangat buruknya wajah Tsabit. Saking buruknya wajah Tsabit, sampai-sampai istrinya pernah berkata kepada Rasulullah ﷺ:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي لَا أَرَاهُ فَلَوْلَا مَخَافَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَبَزَقْتُ فِي وَجْهِهِ
“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak sanggup melihatnya. Seandainya saja tidak takut Allah, tentu akan kuludahi mukanya!” (HR. Ahmad)

‘Umar bin Al-Khaththab berkata:
لَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الذَّمِيمِ مِنَ الرِّجَالِ، فَإِنَّهُنَّ يُحْبِبْنَ مِنْ ذَلِكَ مَا تُحِبُّونَ
“Jangan paksa putri-putri kalian untuk menikah dengan pria yang bermuka buruk. Karena sesungguhnya mereka pun menyukai apa yang kalian sukai.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah)

Dan yang serupa dengan itu yaitu menikah dengan pasangan yang umurnya terpaut jauh.

Suatu hari didatangkan ke hadapan ‘Umar seorang wanita muda yang dinikahkan dengan pria tua lalu wanita itu menghabisinya.

Maka ‘Umar pun berkata:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَنْكِحِ الرَّجُلُ لُمَتَهُ مِنَ النِّسَاءِ، وَلْتَنْكِحِ الْمَرْأَةُ لُمَتَهَا مِنَ الرِّجَالِ
“Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kalian kepada Allah. Hendaknya seorang pria menikahi wanita yang serupa dengannya. Dan hendaknya seorang wanita menikah dengan pria yang serupa dengannya.” (Sunan Sa’id bin Manshur)

Kalau seorang wanita terlanjur nikah dengan pria yang buruk rupa, dan ia mau bersabar menghadapi kenyataan itu, maka apa yang seharusnya dilakukan?

Hendaknya si suami dandan sebaik mungkin untuk istrinya.

Ibnu ‘Abbas berkata:
إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَزَيَّنَ لِلْمَرْأَةِ، كَمَا أُحِبُّ أَنْ تَتَزَيَّنَ لِي الْمَرْأَةُ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ:
“Sungguh, aku suka berdandan untuk istriku sebagaimana aku suka kalau ia berdandan untuk diriku. Sebab, Allah telah berfirman (QS. Al-Baqarah: 228):
{وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 228]
“Dan mereka (para istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang patut.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah)

3. Penyayang dan subur

Anjuran untuk kaum pria adalah anjuran untuk kaum wanita. Sebagaimana pria dianjurkan untuk mencari pasangan yang penyayang dan subur. Begitu juga wanita dianjurkan untuk mencari pasangan yang penyayang dan subur.

Nabi ﷺ bersabda:
وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya.”(HR. Ahmad)

Adapun anjuran untuk menikah dengan pria yang subur, maka itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur, karena aku membanggakan banyak jumlah kalian di hadapan umat yang lain di akhirat.” (HR. Abu Daud)

Harapan ini tidak akan terwujud kecuali kalau istri dan suami sama-sama subur.

Karena itu, tidak dianjurkan menikah dengan pria yang mandul. Sebab, itu tidak selaras dengan tujuan dari pernikahan.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:
ولا شك أن من أهم مقاصد النكاح المتعة والخدمة والإنجاب، فإذا وجد ما يمنعها فهو عيب، وعلى هذا فلو وجدت الزوج عقيماً، أو وجدها هي عقيمة فهو عيب
“Tidak diragukan lagi bahwa termasuk tujuan pernikahan yang sangat penting yaitu mendapatkan kesenangan, pelayanan, dan keturunan. Jika ada yang menghalangi itu, maka itu adalah aib. Karena itu, kalau seorang istri mendapati pasangannya mandul atau seorang suami mendapati istrinya mandul, maka itu adalah aib.” (Asy-Syarh Al-Mumti’ ‘Alaa Zaad Al-Mustaqni’)

Lantas, bagaimana kalau seorang wanita terlanjur nikah dengan pria yang mandul, dan ia mau bersabar menghadapi kenyataan itu, apakah ia berdosa?

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata:
فَأَمَّا مَنْ لَا يُنْسِلُ وَلَا أَرَبَ لَهُ فِي النِّسَاءِ وَلَا فِي الِاسْتِمْتَاعِ فَهَذَا مُبَاحٌ فِي حَقِّهِ إِذَا عَلِمَتِ الْمَرْأَةُ بِذَلِكَ وَرَضِيَتْ
“Adapun orang yang tidak bisa memiliki keturunan, dan tidak memiliki syahwat kepada wanita, dan tidak pula punya keinginan untuk bersenang-senang dengan istrinya, maka menikah hukumnya mubah baginya, jika memang si wanita tahu dan rida akan hal demikian.” (Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari)

Siberut, 2 Sya’ban 1443
Abu Yahya Adiya