Pilih-Pilih Guru?

Pilih-Pilih Guru?

Dajjal itu pembohong! Dajjal itu pendusta!

Itu yang diyakini oleh seseorang . Namun, tatkala ia sudah berhadapan dengan Dajjal, keyakinannya berubah total.

Ternyata Dajjal bisa menurunkan hujan. Dajjal bisa menumbuhkan tanaman. Dajjal bisa menghidupkan orang mati.

Akhirnya?

Ia malah menjadi pengikut Dajjal!

Itulah yang dikabarkan oleh nabi kita ﷺ. Beliau bersabda:

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ، مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ

“Siapa yang mendengar keluarnya Dajjal, hendaknya ia segera menjauhinya. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mendatanginya sedangkan ia menyangka bahwa dirinya adalah mukmin, lalu ia ternyata mengikutinya, karena syubhat yang dibawa oleh Dajjal.” (HR. Abu Daud)

Orang itu menyangka bahwa dirinya akan selamat dari fitnah Dajjal karena keimanan dan keyakinan yang ada pada dirinya, tapi….

Tatkala menyaksikan berbagai kehebatan yang dimiliki Dajjal-yang tentunya itu dengan izin Allah-, berubahlah keyakinannya dan hilanglah keimanannya kepada Tuhannya, sehingga akhirnya ia mengikuti Dajjal dan kafir kepada Tuhannya.

Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian yang menimpanya?

Syekh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata:

ويستفاد من هذا الحديث الابتعاد عن أهل البدع ومجالستهم؛ لكونهم دجاجلة، وخوفاً من شبهاتهم

“Dari hadis ini bisa diambil faidah yaitu hendaknya menjauhi ahli bidah dan tidak berkumpul dengan mereka, dikarenakan mereka itu para dajal dan karena khawatir dari syubhat mereka.

فالإنسان الذي ليس عنده بصيرة قد يتأثر بما عندهم من الفصاحة والبلاغة إلا من عصم الله، ولهذا فالابتعاد عنهم أمر مطلوب.

Orang yang tidak punya ilmu bisa jadi akan terpengaruh oleh kefasihan dan retorika yang mereka miliki, kecuali orang yang Allah lindungi. Karena itu, menjauhi mereka adalah perkara yang dituntut.” (Syarh Sunan Abi Daud)

Kita harus menjauhi para penyebar bidah, syubhat, dan kesesatan. Mereka mempunyai racun yang bisa merusak akidah kita, akal kita, dan agama kita.

Karena itu, jangan dekati mereka, apalagi sampai menimba ilmu dari mereka!

Imam Muhammad bin Sirin berkata:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, karena itu tengoklah dari siapa kalian mengambil agama kalian?” (Shahih Muslim)

Artinya?

Selektiflah dalam memilih guru! Jangan berguru kepada orang sembarangan!

Mungkin ada yang ‘berontak’ dengan berkata, “Apa salahnya saya belajar kepada siapa pun?! Yang saya ambil itu kebaikannya. Adapun keburukannya tidak akan saya ambil!”

Kalau yang mengucapkan itu adalah orang yang akidahnya sudah benar dan kokoh, maka itu bisa diterima.

Karena, ia bisa memilah dan memilih mana perkataan yang benar dan mana yang salah.

Namun, kalau yang mengucapkan itu adalah orang awam?

Siapa yang menjamin ia cuma mengambil yang baiknya saja?

Bisa jadi karena ketidaktahuannya ia mengambil juga yang salah dari gurunya!

Tengoklah Ibnu ‘Aqil. Ia bukan orang awam. Ia seorang ulama Ahlussunnah.

Suatu hari ia belajar kepada orang-orang Muktazilah.

Teman-temannya pun menegurnya. Namun, apa jawaban Ibnu Aqil?

“Aku ingin mengambil kebaikan mereka!”, jawabnya.

Hasilnya?

Di kemudian hari ia mengikuti jejak orang-orang Muktazilah!

Padahal, siapakah ia?

Ia orang yang berilmu! Bukan orang awam yang tidak belajar dan tidak punya ilmu!

Atau tengoklah ‘Imran bin Hithan. Ia juga bukan orang awam. Ia seorang ulama Ahlussunnah.

Suatu hari ia menikahi seorang wanita Khawarij dalam rangka menyadarkannya.

Ya, untuk menyadarkannya.

Lalu apa hasilnya?

Bukannya wanita Khawarij itu yang sadar, tapi Imran bin Hithan yang jadi ‘sadar’. Ia akhirnya jadi ulama Khawarij!

Jangan berspekulasi dalam beragama!

Ilmu agama itu menentukan dunia dan akhirat kita.

Kalau kita mengambilnya dari orang yang salah, maka salah pula jalan kita di dunia dan akhirat.

Namun, kalau kita mengambil dari orang yang benar, maka benar pula jalan kita di dunia dan akhirat.

 

Siberut, 7 Rabi’ul Awwal 1443

Abu Yahya Adiya