Rukun-Rukun Wudu

Rukun-Rukun Wudu

Sekhusyuk apa pun salat seseorang, kalau tanpa didahului wudu, Allah akan menolak salatnya.

Dan sebagus apa pun wudu seseorang, kalau ada satu saja rukun wudu yang ia tinggalkan, Allah akan menolak wudunya.

Karena itu, mengerjakan rukun wudu merupakan kewajiban yang tidak bisa diabaikan.

Lantas, apa sajakah rukun-rukun wudu itu?

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka cucilah wajah kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan usaplah kepala kalian dan (cucilah) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Berdasarkan ayat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa rukun-rukun wudu yaitu:

 

1.Niat.

Berdasarkan firman-Nya: “apabila kalian hendak mengerjakan salat…”

Dan hadis:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niat. Dan sesungguhnya  setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena itu, siapa yang membersihkan anggota wudu sekadar untuk mencari kesegaran, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia tidak berniat untuk wudu.

 

2. Mencuci

Berdasarkan firman-Nya: “cucilah wajah kalian… ”

Dan batasan wajah yaitu dari dahi paling atas (tempat tumbuhnya rambut) sampai ujung dagu, dan dari pangkal telinga yang satu sampai pangkal telinga yang lain.

Karena itu, siapa yang berwudu tapi tidak mencuci hidungnya atau pipinya, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia belum mencuci wajahnya.

 

3. Mencuci tangan sampai siku.

Berdasarkan firman-Nya: “tangan kalian sampai dengan siku… ”

Karena itu, siapa yang berwudu tapi tidak mencuci telapak tangannya atau pergelangan tangannya, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia belum mencuci bagian tangannya sampai siku.

 

4. Mengusap kepala.

Berdasarkan firman-Nya: “usaplah kepala kalian…”

Siapa yang mengusap bagian dari kepalanya, walaupun tidak semuanya, maka itu sudah sah.

Imam Asy-Syaukani berkata:

ولا يخفى أن قوله: تعالى {وَامْسَحُوا بِرُؤُوسِكُمْ} [المائدة:6] لا يفيد إيقاع المسح على جميع الرأس كما في نظائره من الأفعال نحو ضربت رأس زيد

“Dan tidak samar lagi bahwa firman-Nya: “Dan usaplah kepala kalian” tidak menunjukkan perintah untuk mengusap semua bagian kepala. Sebagaimana halnya perbuatan yang serupa dengannya seperti: “Aku memukul kepala Zaid.” (Ad-Daraari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)

Artinya sebagaimana seseorang dianggap telah memukul kepala Zaid kalau memukul bagian atas kepalanya atau bawahnya, maka begitu pula seseorang dianggap telah mengusap kepalanya dalam wudu kalau ia mengusap bagian atas kepalanya atau bawahnya.

Karena itu, siapa yang berwudu tapi tidak mengusap sedikit pun bagian dari kepalanya, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia belum mengusap kepalanya.

 

5. Mencuci kaki sampai kedua mata kaki

Berdasarkan firman-Nya: “(cucilah) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki…”

Karena itu, siapa yang berwudu tapi tidak mencuci tumitnya, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia belum mencuci kakinya sampai kedua mata kakinya.

 

6. Berurutan

Berdasarkan ayat di atas, di mana wudu disebutkan secara berurutan.

Dan juga berdasarkan praktek wudu Nabi ﷺ yang selalu berurutan.

Dan ini adalah pendapat Syafi’iyyah, Hanabilah dan Zhahiriyyah.

Karena itu, siapa yang berwudu tapi memulainya dari kaki, lalu tangan, lalu muka, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, ia tidak melakukannya secara berurutan.

 

7. Berkesinambungan antara satu rukun dengan rukun berikutnya.

Berdasarkan hadis dalam Shahih Muslim dari ‘Umar bin Al-Khaththab. Ada seseorang yang berwudu dan ada bagian kakinya seukuran kuku yang masih kering tidak terkena air. Nabi ﷺ melihat itu maka beliau pun bersabda:

ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ

“Kembalilah. Perbaiki wudumu!”

Ia pun kembali berwudu lalu setelah itu melaksanakan salat.

Dan ini adalah pendapat yang populer dari Imam Ahmad, pendapat lama Imam Asy-Syafi’i dan Malik.

Karena itu, siapa yang berwudu dan sudah selesai mengusap kepalanya, lalu pergi berbincang-bincang, makan dan minum, lalu setelah itu ia mencuci kakinya, maka ia tidak dianggap berwudu. Sebab, antara satu rukun dengan rukun wudu lainnya tidak dikerjakan secara berkesinambungan.

 

Siberut, 10 Muharram 1442

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Ad-Daraari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah karya Imam Asy-Syaukani.
  2. Shahih Fiqh As-Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid.