Selain memuji, menyanjung, dan mengagungkan Allah, apa yang seharusnya kita lakukan selaku hamba-Nya kepada-Nya?
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
5. Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
Dalam ayat ini Allah mengajarkan kepada kita agar beribadah hanya kepada Allah. Bukan kepada para nabi, malaikat, orang-orang saleh, kuburan, pepohonan dan batu-batuan.
Begitu juga dalam ayat ini, Allah mengajarkan kepada kita agar memohon pertolongan hanya kepada Allah.
Suatu hari, Nabi ﷺ berwasiat kepada Ibnu Abbas:
يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Hai nak, sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, niscaya Allah ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Tentunya pertolongan di sini dalam perkara yang hanya disanggupi oleh Allah. Adapun perkara yang masih bisa dikerjakan oleh manusia, maka tak mengapa minta pertolongan kalau memang dibutuhkan.
Faidah: kenapa dalam ayat ini disebutkan meminta pertolongan setelah ibadah? Bukankah meminta pertolongan itu termasuk ibadah?
Sebab, seorang hamba membutuhkan pertolongan Allah dalam segala ibadah yang ia kerjakan.
Seandainya Allah tidak menolongnya tentu ia tidak bisa mengerjakan apa yang Allah perintahkan.
Dan kalau bukan pertolongan Allah, tentu ia tidak mampu menjauhi apa yang Allah larang.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Apa maksud jalan yang lurus?
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Siapa yang dimaksud orang-orang yang telah diberi nikmat dalam ayat di atas?
Merekalah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman.” (QS. An-Nisā‘: 69)
Siapa yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai? Dan siapa pula mereka yang sesat?
Syekh Muḥammad bin Ṣāliḥ Al-’Uṡaimīn menjelaskan bahwa mereka yang dimurkai:
هم اليهود، وكل من علم بالحق ولم يعمل به..
“Yaitu orang-orang Yahudi dan setiap orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengerjakannya.” (Tafsīr Al-Fātiḥah wa Al-Baqarah)
Itulah orang-orang yang dimurkai, yaitu:
- Orang yang sudah mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengikutinya.
- Orang yang sudah mengetahui kesesatan tapi tetap mengikutinya.
- Orang yang sudah berilmu tapi tidak mengamalkannya.
- Orang yang mempunyai ilmu tapi tidak mau memprakti
Engkau tahu bahwa salat lima waktu itu wajib, tapi engkau tetap meninggalkannya, berarti engkau orang yang dimurkai.
Engkau tahu bahwa puasa Ramadhan itu wajib, tapi engkau tetap meninggalkannya, berarti engkau orang yang dimurkai.
Engkau tahu bahwa minuman keras itu haram, tapi engkau tetap meminumnya, atau tetap menjualnya, berarti engkau orang yang dimurkai.
Engkau tahu bahwa judi itu haram, tapi engkau tetap melakukannya, atau tetap memberi tempat untuknya, berarti engkau orang yang dimurkai.
Engkau tahu bahwa berduaan dengan wanita yang bukan mahram adalah haram, tapi engkau tetap melakukannya, berarti engkau orang yang dimurkai.
Ibnu Mas’ūd berkata:
وَوَيْلٌ لِمَنْ يَعْلَمُ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ
“Celakalah orang yang tahu tapi tidak mau mengamalkannya.”
Ibnu Mas’ūd mengucapkan itu sampai tujuh kali. (Ḥilyah Al-Auliyā‘ wa Ṭabaqāt Al-Aṣfiyā‘)
Jangan seperti orang-orang Yahudi. Mereka mempunyai banyak ilmu. Mereka tahu ini dan itu, tapi mereka tidak mau mengamalkan apa yang mereka ketahui.
Lantas apa hasilnya?
Allah berfirman:
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً
“Karena mereka melanggar janji mereka, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. ” (QS. Al-Maidah: 13)
Ya, keras membatu. Diberi nasehat tidak tersentuh. Dibacakan ayat-ayat Allah tidak terenyuh.
Seorang penyair berkata:
وعامل بعلمه لم يعملن معذب من قبل عباد الوثن
“Seorang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, akan disiksa sebelum penyembah berhala.”
Lantas siapa yang dimaksud dengan mereka yang sesat?
Syekh Muḥammad bin Ṣāliḥ Al-’Uṡaimīn menjelaskan bahwa orang-orang yang sesat adalah:
هم النصارى قبل بعثة النبي صلى الله عليه وسلم، وكل من عمل بغير الحق جاهلاً به..
“Orang-orang Naṣrani sebelum diutusnya Nabi Muḥammad dan setiap orang yang melakukan amal yang salah karena kebodohannya.” (Tafsīr Al-Fātiḥah wa Al-Baqarah)
Itulah orang-orang yang sesat, yaitu:
- Orang yang tidak mengetahui kebenaran sehingga tidak mengikutinya.
- Orang yang tidak berilmu tapi beramal seenaknya.
Ia beramal cuma karena modal semangat dan niat yang baik. Padahal, niat baik semata, tidak cukup menjadikan suatu amalan diterima Allah, sampai amalan tersebut sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya.
Nabi ﷺ bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Siberut, 17 Dzulhijjah 1441
Abu Yahya Adiya






