Dialah yang pertama-tama mendatangi telaga. Lalu, beberapa orang mendatanginya. Ia mengenal mereka dan mereka pun mengenalinya. Mereka hendak mendekatinya, tapi mereka diusir.
Ia pun berkata:
فَأَقُولُ إِنَّهُمْ مِنِّي
“Mereka adalah golonganku!”
Tetapi dijawab:
إِنَّكَ لاَ تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka adakan sepeninggalmu!”
Ia pun berkata:
سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي
“Menjauh, menjauhlah bagi orang yang mengubah agama sepeninggalku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang mengubah-ubah agama ini akan terusir dari telaga Nabi ﷺ. Mengapa begitu?
Agama Islam Telah Sempurna
Syariat Islam secara bertahap diturunkan kepada Nabi ﷺ. Ayat demi ayat turun kepada Nabi ﷺ. Sampai akhirnya Allah turunkan firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untukmu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)
Ayat ini turun pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H saat Nabi ﷺ sedang wukuf di Arafah.
Pada hari itu Allah telah menyempurnakan Islam. Dan pada hari itu Allah telah mencukupkan nikmat-Nya kepada kita dengan disempurnakannya Islam.
Berarti, Islam itu telah sempurna. Dan Islam itu agama yang sempurna.
Makanya….
Kebaikan apa pun yang ingin kita cari, baik yang ada di dunia maupun di akhirat, sudah dijelaskan dalam Islam.
Keburukan apa pun yang ingin kita hindari, baik yang ada di dunia maupun di akhirat, sudah dijelaskan dalam Islam.
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun yang diutus sebelumku melainkan wajib atasnya untuk menunjukkan kepada umatnya segala kebaikan yang ia ketahui untuk mereka. Wajib pula atasnya untuk memperingatkan mereka dari segala kejelekan yang ia ketahui dapat membahayakan mereka.” (HR. Muslim)
Segala adab yang bermanfaat bagi seorang insan sudah diterangkan dalam Islam, sampai adab yang dianggap remeh sekalipun.
Orang-orang musyrik bertanya kepada Salman al-Farisi:
قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ؟
“Apakah nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu, sampai pun permasalahan buang hajat?”
Ia pun mengatakan:
أَجَلْ، لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Tentu. Sungguh, beliau telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar dan buang air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja dengan tangan kanan, melarang beristinja menggunakan batu kurang dari tiga buah, dan melarang kami beristinja menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim)
Lihatlah, Islam telah mengatur segala sesuatu yang akan bermanfaat bagi manusia. Mengatur segalanya dari urusan buang air kecil sampai perkara kriminil. Dari urusan rumah tangga sampai urusan negara. Semuanya sudah diatur dalam Islam.
Makanya, untuk apa kita mencari hukum selain hukum Islam?
Untuk apa mencari petunjuk selain petunjuk Islam?
Allah berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)
Karena itu, kita tidak membutuhkan sosialisme, sekulerisme, komunisme, dan segala paham yang bertentangan dengan Islam.
Tidak Butuh Ditambah dan Dikurangi
Agama ini telah sempurna. Artinya, tak perlu ditambah dan tak perlu dikurangi.
Karena itu, kita tidak butuh perkara baru dalam agama. Tidak butuh ibadah baru dalam agama.
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengadakan perkara baru dalam agama yang bukan termasuknya, maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi ﷺ bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.” (HR. Muslim)
Kalau suatu amalan ditolak, apakah artinya itu dicintai Allah?
Ibnu Abbas berkata:
إِنَّ أَبْغَضَ الْأُمُورِ إِلَى اللهِ الْبِدَعُ
“Sesungguhnya perkara yang paling dibenci Allah adalah bidah. ” (As-Sunan Al-Kubra)
Dan kalau suatu perkara dibenci Allah, berarti itu disukai setan.
Sufyan Ats-Tsauri berkata:
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ , وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا , وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا
“Bidah lebih disukai iblis daripada maksiat. Pelaku maksiat masih mungkin untuk bertobat dari perbuatannya, sedangkan pelaku bidah sulit untuk bertobat dari perbuatannya.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah)
Kenapa sulit untuk bertobat dari perbuatannya?
Seseorang yang mencuri, membunuh, atau melakukan maksiat apa pun, pasti ia merasa bersalah karena perbuatannya. Sebab, ia sadar bahwa dirinya sedang mendurhakai Allah dan bukan sedang menaati Allah. Makanya, orang seperti itu masih mungkin untuk bertobat.
Sedangkan orang yang membuat dan melakukan perkara baru dalam agama, ia tidak merasa bersalah karena perbuatannya. Sebab, ia merasa bahwa dirinya sedang menaati Allah dan bukan sedang mendurhakai Allah. Makanya, orang seperti itu sulit untuk bertobat, dan sangat kecil kemungkinan akan bertobat.
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كل صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يدع بدعته
“Sesungguhnya Allah menutup taubat bagi setiap orang yang melakukan bidah sampai ia meninggalkan bidahnya itu.” (At-Targhib Wa At-Tarhib)
Berpegang Teguh pada Sunnah Adalah Keselamatan
Abdullah bin Mas’ud berkata:
اتَّبِعُوا وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ
“Ikutilah sunah nabimu dan jangan membuat perkara baru, karena kalian telah dicukupkan.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah)
Ya, cukuplah sunah nabimu, dan tidak usah membuat perkara baru. Itulah kunci keselamatanmu.
Imam Az-Zuhri berkata:
كَانَ مَنْ مَضَى مِنْ عُلَمَائِنَا يَقُولُونَ: الِاعْتِصَامُ بِالسُّنَّةِ نَجَاةٌ
“Para ulama kita yang terdahulu berkata: ‘Berpegang teguh pada sunnah adalah keselamatan.” (Sunan Ad-Darimi)
Karena itu…
Siapa yang ingin selamat dari kesesatan, maka berpegang teguhlah pada sunnah.
Siapa yang ingin selamat dari siksa di akhirat, maka berpegang teguhlah pada sunnah.
Siapa yang ingin menjumpai Nabi ﷺ di telaganya, maka berpegang teguhlah pada sunnah.
Dan siapa yang ingin bertemu dengan Allah dalam keadaan diridai, maka berpegang teguhlah pada sunnah.
“Katakanlah (wahai Rasul): ‘Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imron: 31)
Siberut, 12 Dzulqa’dah 1441
Abu Yahya Adiya






