Karun adalah orang yang sangat kaya. Saking kayanya Karun, sampai-sampai kunci perbendaharaan hartanya saja harus dipikul oleh orang-orang yang kuat!
Nah, kalau kunci perbendaraan hartanya saja berat seperti itu, maka apalagi kekayaannya!
Suatu hari Karun keluar dengan kemegahan yang ia miliki menuju kaumnya.
Maka, ada orang-orang yang terpukau olehnya dan ada pula yang tidak.
Siapakah yang terpukau? Dan siapakah yang tidak?
Allah menyebutkan demikian dalam kitab-Nya:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Keluarlah Karun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ
Sedangkan orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kalian! Pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qashshash: 79-80)
Lihatlah, orang-orang yang terpukau oleh kekayaan Karun itu berkata, “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun.”
Padahal, semahal apa pun kekayaan duniawi, Nabi ﷺ katakan: “lebih rendah bagi Allah dibandingkan rendahnya bangkai kambing bagi kalian!” (HR. Muslim)
Sedangkan orang-orang yang tidak terpukau oleh kekayaan Karun dan mengetahui nilai dunia, mereka berkata, “Pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan”. Artinya, kenikmatan akhirat lebih baik daripada kenikmatan dunia.
Karena itu, apa yang seharusnya kita angankan dan kita impikan?
Angan Yang Rendah
Allah berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Janganlah kalian mengangankan karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kalian atas sebagian yang lain.” (QS. An-Nisa’: 32)
Ya, jangan mengangankan kelebihan duniawi yang ada pada orang lain. Apakah kita mau mengangankan sesuatu yang lebih rendah daripada bangkai kambing?!
Imam Ibnu Rajab berkata:
وَإِنْ كَانَتْ دُنْيَوِيَّةً، فَلَا خَيْرَ فِي تَمَنِّيهَا
“Jika itu perkara dunia, maka tidak ada kebaikan dalam hal mengangankannya.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam)
Al-Muhallab menerangkan surat An-Nisa ayat 32 tadi:
بَيَّنَ اللَّهُ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ مَا لَا يَجُوزُ تَمَنِّيهِ، وَذَلِكَ مَا كَانَ مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا وَأَشْبَاهِهَا.
“Allah telah menerangkan dalam ayat ini apa yang tidak boleh diangankan. Dan itu adalah segala yang termasuk kekayaan dunia dan semacamnya.” (Al-Jami’ Liahkam Al-Quran)
Maka, jangan sampai kita mengangankan kekayaan yang ada pada orang lain. Apakah kita mau disamakan dengan orang-orang yang terpukau oleh kekayaan Karun?
Adh-Dhahhak berkata:
لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَمَنَّى مَالَ أَحَدٍ، أَلَمْ تَسْمَعِ الَّذِينَ قَالُوا: (يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
“Tidak boleh seseorang mengangankan harta orang lain. Apakah engkau tidak mendengar orang-orang yang berkata, ‘Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun’?” (Al-Jami’ Liahkam Al-Quran)
Dunia itu rendah. Maka jangan mengangankan sesuatu yang rendah. Angankanlah sesuatu yang luhur dan mulia.
Angan Yang Mulia
Nabi ﷺ bersabda:
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh iri kecuali terhadap dua hal: (terhadap) orang yang Allah berikan harta lalu ia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran, dan orang yang Allah berikan ilmu lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ya, tidak boleh menginginkan sesuatu yang ada pada orang lain kecuali seperti yang disebutkan dalam hadis ini.
Yaitu menginginkan harta untuk diinfakkan. Menginginkan ilmu untuk diamalkan dan diajarkan. Menginginkan kebaikan untuk dibagikan.
Mullah ‘Ali Al-Qari menukil ucapan Al-Muzhhir:
لَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَمَنَّى الرَّجُلُ أَنْ يَكُونَ لَهُ مِثْلُ صَاحِبِ نِعْمَةٍ إِلَّا أَنْ تَكُونَ النِّعْمَةُ مِمَّا يَتَقَرَّبُ بِهِ إِلَى اللَّهِ – تَعَالَى – كَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَالتَّصَدُّقِ بِالْمَالِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الْخَيِّرَاتِ ا
“Tidak sepantasnya seseorang ingin memiliki seperti yang dimiliki orang lain kecuali kalau itu nikmat yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, seperti membaca Al-Quran, mendermakan harta, dan kebaikan selain itu.” (Mirqah Al-Mafaatiih Syarh Misykah Al-Mashabiih)
Ya, berangan-anganlah meraih nikmat yang bisa mendekatkan pada-Nya.
Berangan-anganlah menjadi orang yang menggapai cinta-Nya.
Bermimpilah menjadi orang yang menghuni surga-Nya.
Jangan bermimpi:
“Seandainya saja saya bisa kaya seperti si fulan, tentu saya akan senang.”
“Seandainya saja saya punya jabatan seperti si fulan, tentu saya akan terhormat.”
Bermimpilah:
“Seandainya saja saya bisa kaya seperti si fulan sehingga bisa membantu orang-orang yang membutuhkan.”
“Seandainya saja saya punya jabatan seperti si fulan sehingga saya bisa menegakkan keadilan.”
Siberut, 20 Jumada Ats-Tsaniyah 1442
Abu Yahya Adiya






