Ibnu ‘Abbas marah. Ia sudah menyampaikan hadis Nabi ﷺ, tapi orang yang ada di hadapannya malah membantahnya dengan pendapat Abu Bakar dan ‘Umar.
Maka Ibnu ‘Abbas pun berkata:
أُرَاهُمْ سَيَهْلِكُونَ أَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ وَيَقُولُ: نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
“Aku memandang mereka akan binasa. Kukatakan, ‘Nabi ﷺ bersabda demikian’, tetapi mereka malah berkata, ‘Abu Bakar dan ‘Umar melarang demikian!” (HR. Ahmad)
Kalau ini sikap Ibnu ‘Abbas terhadap orang yang menyangkal sabda Nabi ﷺ dengan perkataan Abu Bakar dan ‘Umar, maka kira-kira bagaimana sikapnya terhadap orang yang menyangkal sabda Nabi ﷺ dengan perkataan selain Abu Bakar dan ‘Umar?!
Bagaimana pula sikapnya terhadap orang yang menyanggah sabda Nabi ﷺ dengan perkataan imam mazhabnya?!
Bagaimana pula sikapnya terhadap orang yang membantah sabda Nabi ﷺ dengan perkataan ulamanya, ustaznya, dan tokoh panutannya?
Perkataan Nabi Harus Lebih Dihormati
Suatu hari, Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
نَظَرْتُ فِي الْمُصْحَفِ فَوَجَدْتُ فِيهِ طَاعَةَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي ثَلَاثَةٍ وَثَلَاثِينَ مَوْضِعًا
“Aku melihat ke mushaf, maka kudapati di dalamnya ketaatan kepada Rasulullah ﷺ disebutkan dalam 33 tempat.”
Lalu Imam Ahmad membacakan ayat:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.” (QS. An Nur: 63)
Imam Ahmad mengulang-ulang itu lalu berkata:
وَمَا الْفِتْنَةُ الشِّرْكُ، لَعَلَّهُ أَنْ يَقَعَ فِي قَلْبِهِ شَيْءٌ مِنَ الزَّيْغِ فَيَزِيغَ فَيُهْلِكَهُ
“Dan apakah yang dimaksud dengan fitnah di sini? Yaitu syirik. Bisa jadi orang yang menyalahi perintahnya akan muncul dalam hatinya kesesatan, sehingga akhirnya ia sesat dan binasa.”
Setelah itu Imam Ahmad membacakan surat An-Nisa’ ayat 65:
{فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ}
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.” (Al-Ibanah Al-Kubra)
Ya, mereka sebenarnya tidak beriman, jika mereka tidak menjadikan Nabi ﷺ sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.
Mereka sebenarnya tidak beriman, jika mereka menolak, membantah, dan menyanggah petunjuk Nabi ﷺ, walaupun mereka mengaku beriman.
Siapa pun yang mengaku beriman kepada Nabi ﷺ, tapi membantah dan menyanggah petunjuknya, maka sebenarnya ia belum beriman kepadanya dan ia sudah mengarahkan dirinya pada siksa-Nya.
Imam Ahmad pernah berkata:
مَنْ رَدَّ حَدِيثَ النَّبِيِّ ﷺ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ
“Siapa yang menolak hadis Nabi ﷺ, maka ia berada di tepi jurang kebinasaan.” (Al-Ibanah Al-Kubra)
Karena itu, jangan mengekor secara membabi buta idolamu, sehingga akhirnya engkau menentang petunjuk nabimu.
Jangan fanatik buta kepada siapa pun, sehingga akhirnya engkau menjadikannya sebagai tuhanmu.
Akibat Menuhankan Ulama
‘Adi bin Hatim mendatangi Nabi ﷺ dengan memakai kalung salib dari emas.
Nabi ﷺ pun bersabda:
يَا عَدِيُّ اطْرَحْ هَذَا الْوَثَنَ مِنْ عُنُقِكَ
“Hai ‘Adi, jauhkanlah berhala ini dari lehermu!”
Maka ‘Adi pun melemparkan kalung itu. Kemudian ia mendengar beliau membaca ayat dalam surah At-Taubah:
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan juga Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan yang benar kecuali Dia. Maha suci Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al Taubah: 31)
‘Adi terkejut. Selama menganut agama sebelumnya, ia dan teman-teman seagamanya belum pernah berdoa kepada pemuka agama mereka. Tidak pernah pula mereka menyembelih hewan dengan menyebut nama ahli ibadah mereka.
Ia merasa dirinya dan teman-teman seagamanya tidak pernah melakukan ibadah apa pun kepada pemuka agama dan ahli ibadah mereka.
Makanya ia pun berkata:
إنَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُمْ
“Sesungguhnya kami tidak pernah beribadah kepada mereka.”
Maka Nabi ﷺ bersabda:
أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُونُهُ، ويُحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَتَسْتَحِلُّونَهُ؟
“Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun ikut mengharamkannya? Dan mereka juga menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian pun ikut menghalalkannya?”
‘Adi menjawab:
بَلَى
“Tentu.”
Maka Nabi ﷺ pun bersabda,
فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ
“Itulah bentuk peribadatan kepada mereka!” (HR. Tirmidzi dan Ath-Thabrani)
Dalam ayat dan hadis tadi, Allah dan Nabi-Nya menerangkan bahwa kaum Ahli Kitab telah menjadikan para pemuka agama mereka dan ahli ibadah mereka sebagai tuhan selain Allah.
Bagaimana bisa mereka menuhankan para pemuka agama dan ahli ibadah mereka?
Mereka meminta nasehat kepada para pemuka agama dan ahli ibadah mereka, lalu para pemuka agama dan ahli ibadah itu menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan, lalu ternyata mereka pun mematuhi apa yang ditunjukkan oleh para pemuka agama dan ahli ibadah itu.
Karena itulah mereka dianggap sudah menuhankan para pemuka agama dan ahli ibadah mereka.
Sebab, di antara hak istimewa Tuhan adalah menghalalkan dan mengharamkan.
Makanya di akhir ayat Allah berfirman:
سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan”
Karena itu, siapa yang menuruti seseorang dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengikutinya dalam mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka ia telah menuhankan orang tersebut.
Dan siapa yang mengikuti seseorang dalam menetapkan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah menuhankan orang tersebut.
Dan siapa yang mengikuti pendapat seseorang, padahal pendapatnya jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah menuhankan orang tersebut.
Ya, telah menuhankan orang tersebut. Siapa pun itu, baik seorang ulama, ahli ibadah, penguasa, apalagi orang biasa!
Allah berfirman:
وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” (QS. Al-An’aam: 121)
Siberut, 1 Rabi’ul Awwal 1442
Abu Yahya Adiya






