Apa kesan yang muncul di kepala ketika disebutkan kata “bidah”?
Apakah positif atau negatif?
Nabi ﷺ bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan dalam agama, karena setiap perkara yang diada-adakan dalam agama adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Jika Nabi ﷺ sampai mengatakan “hati-hatilah” terhadap suatu perbuatan, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Dan kalau Nabi ﷺ sampai mengatakan bahwa suatu perbuatan adalah sesat, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كل صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يدع بدعته
“Sesungguhnya Allah menutup taubat bagi setiap orang yang melakukan bidah sampai ia meninggalkan bidahnya itu.” (At-Targhib Wa At-Tarhib)
Kalau Nabi ﷺ sampai mengatakan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan tidak akan diterima taubatnya sampai meninggalkan perbuatannya tersebut, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Ibnu ‘Abbas berkata:
إِنَّ أَبْغَضَ الْأُمُورِ إِلَى اللهِ الْبِدَعُ
“Sesungguhnya perkara yang paling dibenci Allah adalah bidah.” (As-Sunan Al-Kubra)
Kalau suatu perbuatan sampai dikatakan paling dibenci Allah, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata:
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ , وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا , وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا
“Perbuatan bidah lebih disukai iblis daripada maksiat. Pelaku maksiat masih mungkin untuk bertobat dari perbuatannya, sedangkan pelaku bidah sulit untuk bertaubat dari perbuatannya.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah)
Kalau suatu perbuatan sampai dikatakan lebih disukai iblis daripada maksiat, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Abu Al-Malih berkata:
كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بِإِحْيَاءِ السُّنَّةِ وَإِمَاتَةِ الْبِدْعَةِ
“Umar bin ‘Abdul ‘Aziz memberikan perintah kepada bawahannya untuk menghidupkan sunnah dan mematikan bidah.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah)
Kalau suatu perbuatan sampai harus dimatikan, maka apakah itu perbuatan yang positif atau negatif?
Ya, tentu saja negatif. Makanya lihatlah orang-orang yang melakukan bidah. Walaupun perbuatan mereka jelas-jelas bidah, tetapi tatkala amalan mereka divonis sebagai bidah, tetap saja mereka tidak suka dan akan marah.
Itu menunjukkan bahwa bidah itu semuanya buruk dan tidak ada yang baik.
Bidah itu semuanya “hitam”, dan tidak ada yang “putih”!
Nabi ﷺ mengatakan, “Setiap bid’ah adalah sesat”.
Lihatlah setiap bidah!
Artinya?
Semua bidah. Seluruh bidah!
Beliau ﷺ tidak mengecualikan sama sekali.
Seandainya ada bidah “putih”, tentu Nabi ﷺ akan menyebutkannya, walaupun sekali dalam hidupnya.
Kenyataannya?
Beliau ﷺ tidak menyebutkannya sama sekali.
Maka, semua bidah itu “hitam”. Namun, apa yang dimaksud dengan bidah?
Apa Pengertian Bidah?
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata:
فَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ يُسَمَّى بِدْعَةً سَوَاءٌ كَانَ مَحْمُودًا أَوْ مَذْمُومًا
“Sesungguhnya segala sesuatu yang diadakan tanpa contoh sebelumnya dinamakan bidah, baik itu terpuji maupun tercela.” (Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Artinya, secara bahasa, bidah yakni segala sesuatu yang baru dan diadakan tanpa contoh sebelumnya.
Adapun secara istilah….
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menerangkan makna membuat perkara baru dalam agama:
وَالْمُرَادُ بِهَا مَا أُحْدِثَ وَلَيْسَ لَهُ أَصْلٌ فِي الشَّرْعِ وَيُسَمَّى فِي عُرْفِ الشَّرْعِ بِدْعَةً
“Maksudnya yaitu apa yang diadakan dan tanpa ada dalilnya dalam syariat. Dan itu menurut syariat dinamakan bidah.” (Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari)
Artinya, secara istilah, bidah adalah:
ما أحدث في الدين من غير دليل
“Segala yang diadakan dalam agama tanpa dalil.” (Qawa’id Ma’rifah Al-Bida’)
Berarti, suatu perbuatan, ucapan, dan keyakinan dianggap bidah dengan syarat:
- Diadakan, yakni baru terjadi sepeninggal Nabi ﷺ.
Makanya, kalau suatu perbuatan sudah ada di zaman Nabi ﷺ, lalu dikerjakan di zaman sekarang, maka itu bukanlah bidah.
Contohnya salat tarawih secara berjamaah di masjid. Itu adalah sunnah, dan bukan bidah. Sebab, itu dipraktekkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabatnya.
- Dalam agama, yakni bukan dalam bidang dunia.
Makanya, kalau suatu perbuatan baru dan diadakan setelah wafatnya nabi, tapi bukan dalam bidang agama, maka itu bukan bidah.
Contohnya memakan nasi. Ketika Nabi ﷺ hidup, para sahabat biasa memakan gandum dan kurma. Namun, ketika menaklukkan Syam, mereka baru mengenal beras. Ketika itulah mereka memakan nasi.
Itu bukanlah bidah. Sebab, itu bukan masalah agama.
- Tanpa dalil, yakni tidak ada ayat atau hadis yang menunjukkan demikian.
Makanya, kalau suatu perbuatan ada dalilnya dari Al-Quran dan As-Sunnah, berarti itu bukanlah bidah.
Contohnya salat duha. Itu adalah sunnah, dan bukan bidah. Sebab, ada anjurannya dari Nabi ﷺ.
Kesimpulannnya: apa pun yang diadakan dalam agama tanpa dalil, maka itu adalah bidah.
Siapa yang melakukannya, maka itu akan tertolak.
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengadakan suatu perkara dalam agama yang bukan termasuk darinya, maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan beliau ﷺ juga bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Dan siapa yang melakukan amalan yang tertolak, maka ia telah sesat dan terancam siksa di akhirat.
Nabi ﷺ bersabda di dalam khutbah beliau:
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Seburuk-buruk perkara adalah yang diadakan. Dan setiap yang diadakan adalah bidah. Dan setiap bidah adalah sesat. Dan setiap yang sesat adalah di neraka.” (HR. An-Nasai)
Siberut, 4 Jumada Ats-Tsaniyah 1442
Abu Yahya Adiya






