Macam-Macam Riba

Macam-Macam Riba

“Riba itu memiliki 73 pintu. Pintu yang paling ringan adalah seperti seseorang bersetubuh dengan ibunya.” (HR. Al-Hakim)

Hadis ini menunjukkan haram dan besarnya dosa riba. Lantas, apa yang dimaksud dengan riba? Dan apa saja macam-macam riba?

 

Apa Itu Riba?

Imam Ibnu Qudamah berkata:

الرِّبَا فِي اللُّغَةِ: هُوَ الزِّيَادَةُ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:

“Riba secara bahasa artinya pertambahan. Allah berfirman (QS. Al-Hajj: 5):

{فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ} [الحج: 5]….

“Kemudian bila telah Kami turunkan air di atasnya, hidup dan ribalah (bertambah suburlah) bumi itu.” (Al-Mughni)

Itu pengertian riba secara bahasa. Adapun secara istilah, riba adalah:

الزِّيَادَةُ فِي أَشْيَاءَ مَخْصُوصَةٍ.

“Pertambahan pada beberapa benda yang khusus.” (Al-Mughni)

Atau riba adalah:

زيادة أحد البدلين المتجانسين من غير أن يقابل هذه الزيادة عوض.

“Pertambahan salah satu benda dari dua benda yang ditukar dan sejenis tanpa adanya ganti atas tambahan tersebut.” (Al-Fiqh Al-Muyassar Fii Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah)

 

Apa Macam-Macam Riba?

Riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba fadhl dan riba nasiah.

Riba fadhl yaitu:

هو التفاضل في بيع كل جنس بجنسه مما يجري فيه الربا

“Perbedaan (berat atau takaran) yang terjadi pada jual beli barang yang sejenis dan berlaku padanya riba.”  (Asy-Syarh Al-Mumti’ ‘Alaa Zaad Al-Mustaqni’)

Dan riba nasiah yaitu:

تأخير القبض فيما يجري فيه الربا

“Diakhirkannya penerimaan barang yang berlaku padanya riba.”  (Asy-Syarh Al-Mumti’ ‘Alaa Zaad Al-Mustaqni’)

Lantas, apa saja barang yang berlaku padanya riba?

Nabi ﷺ bersabda:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ

“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum merah ditukar dengan gandum merah, gandum putih ditukar dengan gandum putih, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam dalam jumlah yang sama dan serah terimanya pada saat itu juga.” (HR. Muslim)

Dr ‘Abdul ‘Azhim Badawi berkata:

ولا يجري الربا إلا في الأصناف الستة المنصوص عليها في هذا الحديث

“Riba tidak berlaku kecuali pada enam jenis barang yang disebutkan dalam hadis ini.” (Al-Wajiz Fii Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab Al-‘Aziz)

Imam Ash-Shan’ani berkata:

وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ التَّفَاضُلِ فِيمَا اتَّفَقَا جِنْسًا مِنْ السِّتَّةِ الْمَذْكُورَةِ الَّتِي وَقَعَ عَلَيْهَا النَّصُّ

“Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukkan haramnya perbedaan (berat atau takaran) pada benda yang sama jenisnya dari enam jenis barang yang disebutkan dalam nas tadi.” (Subulussalam)

Karena itu….

Jika seseorang hendak menukar emasnya dengan emas orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Jika seseorang hendak menukar peraknya dengan perak orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Jika seseorang hendak menukar gandum merah miliknya dengan gandum merah milik orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Jika seseorang hendak menukar gandum putih miliknya dengan gandum putih milik orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Jika seseorang hendak menukar kurmanya dengan kurma orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Jika seseorang hendak menukar garamnya dengan garam orang lain, maka berat atau takaran keduanya harus sama dan diserahkan secara tunai.

Kalau tidak sama berat atau takaran keduanya, maka itulah riba fadhl. Sedangkan kalau tidak tunai dan ada jeda waktu, maka itulah riba nasiah.

Contohnya:

A memiliki 3 gram emas 24 karat dan B memiliki 4 gram emas 21 karat. Jika keduanya menukar emas mereka satu sama lain, maka keduanya telah terjatuh dalam riba fadhl. Karena, ada perbedaan berat dalam pertukaran itu.

Namun, kalau berat emas A dan emas B sama yaitu 3 gram, lalu A menyerahkan emasnya ke B, kemudian B baru menyerahkan emasnya ke A satu menit kemudian, maka keduanya telah terjatuh dalam riba nasiah. Karena, ada penundaan dan jeda waktu pertukaran ketika itu.

Itu kalau pertukaran antara benda-benda sejenis. Lantas, bagaimana kalau beda jenis tapi satu sebab?

 

Jika Terjadi Pertukaran Barang yang Tidak Sejenis, tapi Satu Sebab

Dalam hadis tadi, disebutkan 6 jenis barang yang berlaku padanya riba. Setelah menyebutkan demikian, Nabi ﷺ bersabda:

فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Bila jenisnya berbeda-beda, maka juallah sesuka hati kalian asalkan tunai.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan kalau barang-barang itu berbeda jenis, maka boleh ada perbedaan berat atau takaran antara dua barang yang ditukar, walaupun satu sebab, dengan syarat harus kontan. Tidak boleh ada penundaan dan jeda waktu penukaran.

Contohnya:

A memiliki 3 gram emas dan B memiliki 6 gram perak. Jika keduanya menukar itu satu sama lain, maka itu diperbolehkan. Karena, emas dan perak itu beda jenis, walaupun satu sebab, yaitu sama-sama alat tukar.

Namun, itu diperbolehkan dengan syarat tunai. Kontan. Tidak ada penundaan dan jeda waktu penukaran.

Karena itu, kalau A menyerahkan 3 gram emasnya tadi ke B, kemudian B baru menyerahkan 6 gram peraknya itu ke A satu menit kemudian, maka keduanya telah terjatuh dalam riba nasiah. Karena, ada penundaan dan jeda waktu pertukaran ketika itu.

Itu kalau pertukaran antara benda-benda yang tidak sejenis, tapi satu sebab. Lantas, bagaimana kalau beda jenis dan beda sebab?

 

Jika Terjadi Pertukaran Barang yang Tidak Sejenis dan Tidak Satu Sebab

Dr ‘Abdul ‘Azhim Badawi berkata:

وإذا بيع جنس من هذه الستة بما يخالفه في الجنس والعلة كذهب ببر، وفضة بملح جاز التفاضل والنسيئة

“Jika salah satu dari enam jenis barang ini ditukar dengan barang yang berbeda jenis dan berbeda sebab, seperti emas ditukar dengan gandum merah, dan perak ditukar dengan garam, maka diperbolehkan adanya perbedaan berat atau takaran dan diperbolehkan tidak tunai.” (Al-Wajiz Fii Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab Al-‘Aziz)

Dan itu merupakan kesepakatan para ulama.

Imam Ash-Shan’ani berkata:

وَاعْلَمْ أَنَّهُ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ بَيْعِ رِبَوِيٍّ بِرِبَوِيٍّ لَا يُشَارِكُهُ فِي الْجِنْسِ مُؤَجَّلًا وَمُتَفَاضِلًا كَبَيْعِ الذَّهَبِ بِالْحِنْطَةِ وَالْفِضَّةِ بِالشَّعِيرِ وَغَيْرِهِ مِنْ الْمَكِيلِ

“Ketahuilah bahwa para ulama telah sepakat akan bolehnya menjual barang ribawi (yang berlaku padanya riba) dengan barang ribawi lain yang tidak sejenis dengan cara tidak tunai dan terdapat perbedaan berat atau takaran, seperti menjual emas dengan gandum, menjual perak dengan gandum putih dan barang lainnya yang ditakar.” (Subulussalam)

Contohnya:

A memiliki 1 gram emas dan B memiliki 1 kg gandum. Jika keduanya menukar itu satu sama lain, maka itu diperbolehkan. Karena, emas dan gandum itu beda jenis.

Dan penukaran itu juga boleh dilakukan dengan tidak kontan, yakni ada penundaan dan jeda waktu penukaran. Karena, emas dan gandum itu berbeda sebab. Emas adalah alat tukar, sedangkan gandum adalah makanan pokok.

Karena itu, kalau A menyerahkan 1 gram emasnya tadi ke B, kemudian B baru menyerahkan 1 kg gandumnya itu ke A satu menit kemudian, maka itu diperbolehkan. Karena, keduanya berbeda jenis dan sebab.

 

Siberut, 14 Muharram 1445

Abu Yahya Adiya