Cara Menjadi Wali Allah

Cara Menjadi Wali Allah

Untuk menjadi wali Allah tidak perlu semadi. Untuk menjadi wali Allah tak perlu mengasingkan diri ke tempat-tempat sunyi.

Untuk menjadi wali-Nya cukup memenuhi kriteria yang disebutkan dalam firman-Nya:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Berarti, ada 2 langkah yang bisa kita lakukan untuk menjadi wali Allah:

 

  1. Beriman.

Syarat pertama untuk menjadi wali Allah adalah beriman. Tidak kafir. Makanya…

Bukanlah wali Allah orang yang berkata:

وما الكلب والخنزير إلا إلهنا  وما الله إلا راهب في كنيسة

“Tidaklah anjing dan babi itu melainkan sembahan kita. Dan tidaklah Allah itu melainkan seorang rahib di gereja!”

Bukanlah wali Allah orang yang mengaku tahu perkara gaib: mengaku melihat surga dan neraka, mengaku tahu isi Lauhul Mahfuzh, mengaku tahu nasib seseorang di masa depan dan perkara gaib lainnya.

Dan bukanlah wali Allah orang yang berkata, “Aku sudah sampai tingkat hakikat, karena itu salat, zakat, dan segala beban syariat sudah tidak wajib lagi bagiku!”

 

  1. Bertakwa.

Syarat kedua untuk menjadi wali Allah adalah bertakwa.

Lantas, apa yang dimaksud dengan takwa?

Thalq bin Habib seorang ulama tabiin berkata:

التَّقْوَى الْعَمَلُ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنَ اللَّهِ رَجَاءَ رَحْمَةِ اللَّهِ، وَالتَّقْوَى تَرْكُ مَعَاصِي اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنَ اللَّهِ مَخَافَةَ عَذَابِ اللَّهِ

“Bertakwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dan karena mengharapkan pahala Allah. Dan bertakwa adalah engkau meninggalkan maksiat berdasarkan cahaya dari Allah dan karena takut siksa Allah.” (Az-Zuhd Al-Kabir karya Al-Baihaqi)

Mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah yaitu berdasarkan ilmu atau pengetahuan.

dan karena mengharapkan pahala Allah artinya ikhlas karena Allah.

Makanya, orang yang menjalankan perintah Allah dalam keadaan tidak tahu bahwa itu diperintahkan oleh Allah, ia bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah.

Dan orang yang menjalankan perintah Allah karena mengharapkan pujian manusia atau karena tujuan dunia, ia bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah.

Dan kalau seseorang tidak bertakwa kepada Allah, maka ia bukanlah wali Allah.

meninggalkan maksiat berdasarkan cahaya dari Allah yaitu berdasarkan ilmu atau pengetahuan.

dan karena takut siksa Allah artinya ikhlas karena Allah.

Makanya, orang yang menjauhi larangan Allah dalam keadaan tidak tahu bahwa itu dilarang oleh Allah, ia bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah.

Dan orang yang menjauhi larangan Allah karena mengharapkan pujian manusia atau karena tujuan dunia, ia bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah.

Dan kalau seseorang tidak bertakwa kepada Allah, maka ia bukanlah wali Allah.

Berarti, untuk menjadi wali Allah, seseorang harus belajar dan Ikhlas.

Jika seseorang mau mempelajari agamanya dan mengamalkannya dengan ikhlas, maka ia akan menjadi orang yang bertakwa. Dan kalau sudah bertakwa kepada Allah, maka ia bisa menjadi wali Allah.

Karena itu, kedudukan wali Allah hanya bisa diraih dengan amalan bukan pengakuan!

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

واعلم – رحمك الله – أن الكرامة لا تكون إلا لأولياء الله، وأولياء الله هم الذين اتقوه واستقاموا على دينه وهم من وصفهم الله بقوله:

“Ketahuilah-semoga Allah merahmatimu-bahwa karomah hanya terjadi pada wali-wali Allah. Sedangkan wali-wali Allah adalah orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan teguh di atas agama-Nya. Merekalah yang Allah gambarkan dengan firman-Nya:

{أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ}

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

وليس كل من ادعى الولاية يكون وليًا،

Tidak semua orang yang mengaku sebagai wali adalah wali.

وإلا لكان كل واحد يدعيها،

Kalau tidak begitu, niscaya setiap orang akan mengaku sebagai wali.

ولكن يوزن هذا المدعي للولاية بعمله،

Namun, hendaknya orang yang mengaku wali ini ditimbang dengan amalannya.

إن كان عمله مبنيًا على الإيمان والتقوى فإنه ولي

Jika amalannya berdasarkan iman dan ketakwaan, maka ia adalah wali.

لكن مجرد ادعائه أنه من أولياء الله ليس من تقوى الله – عز وجل – لأن الله – تعالى – يقول:

Adapun sekadar mengaku bahwa dirinya termasuk wali Allah, maka itu bukanlah termasuk ketakwaan kepada Allah. Sebab, Allah berfirman:

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kalian menganggap diri kalian suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.”

فإذا ادعى أنه من أولياء الله فقد زكى نفسه، وحينئذ يكون واقعًا في معصية الله وفيما نهاه الله عنه وهذا ينافي التقوى.

Jika seseorang mengaku bahwa dirinya termasuk wali Allah, maka sungguh, ia telah menganggap dirinya suci. Ketika itu, ia sudah terjatuh dalam kemaksiatan dan perkara yang dilarang Allah. Dan itu meniadakan ketakwaan.” (Majmu’ Al-Fatawa)

 

Siberut, 20 Rajab 1442

Abu Yahya Adiya