Percakapan Tokoh Sufi dan Menteri

Percakapan Tokoh Sufi dan Menteri

Suatu hari, seorang tokoh Sufi, Abu Bakr Asy-Syibli berobat di rumah sakit. Lalu datanglah ‘Ali bin ‘Isa untuk menjenguknya. Dan ‘Ali bin ‘Isa adalah seorang ahli hadis dan juga menteri di masa khalifah Al-Muqtadir billah.

Abu Bakr Asy-Syibli berkata kepada ‘Ali bin ‘Isa:

مَا فَعَلَ رَبُّكَ؟

“Apa yang dilakukan oleh tuhanmu?”

‘Ali bin ‘Isa, sang menteri berkata:

فِي السَّمَاءِ يَقْضِي وَيُمْضِي

“Dia di atas langit menetapkan dan menjalankan keputusan-Nya.”

Abu Bakr Asy-Syibli berkata:

سَأَلْتُكَ عَنِ الرَّبِّ الَّذِي تَعْبُدَهُ لَا عَنِ الرَّبِّ الَّذِي لَا تَعْبُدَهُ يُرِيدُ الْخَلِيفَةَ الْمُقْتَدِرَ

“Aku bertanya kepadamu tentang tuhan yang engkau sembah, bukan Tuhan yang tidak engkau sembah!”

Maksud Abu Bakr Asy-Syibli, ia bertanya tentang Khalifah Al-Muqtadir billah. Bukan bertanya tentang Allah. Seakan-akan ia menyindir sang menteri.

Lalu apa reaksi ‘Ali bin ‘Isa, sang menteri?

Sang menteri pun berkata kepada beberapa orang yang ada di situ:

نَاظِرْهُ

“Ajaklah ia diskusi!”

Berkatalah seseorang:

يَا أَبَا بَكْرٍ سَمِعْتُكَ تَقُولُ فِي حَالِ صِحَّتِكَ: كُلُّ صِدِّيقٍ بِلَا مُعْجِزَةٍ كَذَّابٌ، وَأَنْتَ صِدِّيقٌ فَمَا مُعْجِزَتُكَ؟

“Wahai Abu Bakr, aku mendengarmu berkata ketika engkau sehat, ‘Setiap pecinta kebenaran tanpa mukjizat adalah pendusta’, sedangkan engkau pecinta kebenaran, maka apa mukjizatmu?”

Abu Bakr menjawab:

مُعْجِزَتِي أَنْ تَعْرِضَ خَاطِرِي فِي حَالِ صَحْوِي عَلَى خَاطِرِي فِي حَالِ سُكْرِي فَلَا يَخْرُجَانِ عَنْ مُوَافَقَةِ اللَّهِ تَعَالَى

“Mukjizatku yaitu lintasan pikiranku ketika sadar dipaparkan pada lintasan pikiranku ketika sedang mabuk, maka keduanya tidak keluar dari persetujuan Allah.” (Hilyah Al-Auliya wa Thabaqaat Al-Ashfiya)

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini?

 

1. Dianjurkan menjenguk orang sakit. Seperti yang dicontohkan oleh sang menteri yang juga ahli hadis yaitu ‘Ali bin ‘Isa.

Nabi ﷺ bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim lainnya di pagi hari kecuali ada tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakannya hingga sore hari. Dan jika menjenguknya di sore hari, ada tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakannya hingga pagi, dan baginya satu kebun di surga.” (HR. Tirmidzi)

 

2. Kaum Sufi adalah orang-orang yang zuhud terhadad dunia. Karena itu, Abu Bakr Asy-Syibli menyindir ‘Ali bin ‘Isa yang seakan-akan dekat dengan dunia dan kekuasaan.

Seorang Sufi itu zuhud terhadap dunia, tetapi tidak semua orang zuhud adalah Sufi.

Imam Ibnul Jauzi menjelaskan perbedaan antara tasawuf (ajaran kaum Sufi) dan zuhud:

فالتصوف مذهب معروف يَزِيد عَلَى الزهد ويدل عَلَى الفرق بينهما أن الزهد لم يذمه أحد وَقَدْ ذموا التصوف

“Tasawuf adalah ajaran yang telah dikenal lebih dari sekadar zuhud. Yang menunjukkan perbedaan antara keduanya (tasawuf dan zuhud) yakni tidak seorang pun yang mencela zuhud. Sedangkan tasawuf telah dicela para ulama.” (Talbis Iblis)

 

3. Di antara keyakinan kaum Sufi yaitu bahwa wali Allah itu mesti memiliki dan mengalami karomah (kejadian luar biasa).

Sebagaimana pernyataan tokoh Sufi tadi, yaitu Abu Bakr Asy-Syibli: “Setiap pecinta kebenaran tanpa mukjizat adalah pendusta.”

Maksud mukjizat di sini yaitu karomah.

Artinya setiap wali Allah mesti memiliki karomah.

Tentu saja itu pendapat yang batil.

Imam Al-Qurthubi berkata:

قَالَ عُلَمَاؤُنَا- رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ-:

“Para ulama kita-semoga rahmat Allah tercurah kepada mereka-berkata:

وَمَنْ أَظْهَرَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى يَدَيْهِ مِمَّنْ لَيْسَ بِنَبِيٍّ كَرَامَاتٍ وَخَوَارِقَ لِلْعَادَاتِ فَلَيْسَ ذَلِكَ دَالًّا عَلَى وِلَايَتِهِ، خِلَافًا لِبَعْضِ الصُّوفِيَّةِ وَالرَّافِضَةِ حَيْثُ قَالُوا:

“Siapa pun orang selain nabi yang Allah tampakkan _karomah_ dan kejadian luar biasa lewat dirinya, maka itu tidak menunjukkan bahwa ia adalah wali Allah. Berbeda halnya dengan sebagian kaum Sufi dan Syiah Rafidhah di mana mereka berkata:

 إِنَّ ذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَلِيٌّ، إِذْ لَوْ لَمْ يَكُنْ وَلِيًّا مَا أَظْهَرَ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ مَا أَظْهَرَ

“Itu menunjukkan bahwa ia adalah wali. Sebab, kalau ia bukan wali, tentu Allah tidak akan menampakkan lewat dirinya kejadian yang telah Dia tampakkan. ” (Al-Jami’ Lii Ahkam Al-Quran)

Padahal, Allah عز وجل berfirman:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. ” (QS. Yunus: 62-63)

Ayat ini menunjukkan bahwa wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa. Baik ia punya karomah maupun tidak.

Dan telah kita ketahui bahwa banyak para sahabat Nabi dan orang-orang saleh dari kalangan salaf yang tidak mempunyai karomah. Apakah mereka bukan wali Allah?

Tentu saja mereka adalah wali Allah, walaupun tidak memiliki karomah.

 

4. Sufi terdahulu meyakini bahwa Allah di atas Arsy. Seperti yang diyakini oleh tokoh Sufi tadi yaitu Abu Bakr Asy-Syibli (wafat tahun 334 H).

Sebab, ketika Abu Bakr Asy-Syibli bertanya kepada ‘Ali bin ‘Isa, “Apa yang dilakukan oleh tuhanmu?”, lalu ‘Ali bin ‘Isa menjawab, “Dia di atas langit menetapkan dan menjalankan keputusan-Nya”, ternyata Abu Bakr Asy-Syibli tidak menyalahkan perkataannya.

Seandainya perkataan ‘Ali bin ‘Isa itu salah, tentu Abu Bakr Asy-Syibli akan membantahnya.

Itu menunjukkan bahwa kaum Sufi terdahulu meyakini bahwa Allah di atas Arsy. Berbeda dengan keyakinan kaum Sufi di zaman ini.

Ketika mereka ditanya, “Di manakah Allah?”

Sebagian mereka menjawab, “Di hati!”

Dan sebagian lain menjawab, “Di mana-mana!”

Dan yang lainnya lagi menjawab, “Dia tidak di atas dan tidak di bawah. Dia tidak di luar alam, dan tidak pula di dalam alam!”

Laa haula wa laa quwwata illaa billaah….

Ibnu Mas’ud-semoga Allah meridainya-berkata:

وَاللَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ من أَعمالكُم

“Allah di atas Arsy, tetapi tidak sedikit pun amalan kalian yang samar bagi-Nya.” (Al-‘Uluww)

 

Siberut, 27 Shafar 1445

Abu Yahya Adiya