Jahm VS Muqatil

Jahm VS Muqatil

Tidak akan bersatu dan saling bertentangan. Itulah keadaan dua pendapat: pendapat Jahm bin Shafwan dan Muqatil bin Sulaiman.

Imam Abu Hanifah berkata:

أَتَانَا مِنَ المَشْرِقِ رَأْيَان خَبِيْثَانِ: جَهْمٌ مُعَطِّلٌ، وَمُقَاتِلٌ مُشَبِّهِ

“Telah datang kepada kita dari timur dua pendapat buruk, yaitu pendapat Jahm yang menolak sifat Allah dan Muqatil yang menyerupakan sifat-Nya dengan makhluk.” (Siyar A’lam An-Nubala)

Jahm bin Shafwan menolak sifat-sifat Allah, sedangkan Muqatil bin Sulaiman menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk.

Apa bisa pendapat keduanya dipertemukan dan disatukan?

Suatu hari disebutkan nama Jahm bin Shafwan dan Muqatil bin Sulaiman di sisi Imam Abu Hanifah, maka beliau berkata:

كلاهما مفرط، أفرط جهم في نفي الشبيه، حتى قَالَ: إنه ليس بشيء، وأفرط مقاتل بن سليمان، حتى جعل الله مثل خلقه

“Kedua-duanya berlebihan. Jahm berlebihan dalam meniadakan keserupaan Allah dengan makhluk sampai ia berkata bahwa Allah bukan apa-apa. Sedangkan Muqatil bin Sulaman berlebihan hingga menjadikan Allah seperti makhluk-Nya.” (Tarikh Baghdad)

Kedua-duanya sama-sama ekstrem. Yang satu ‘ekstrem kiri’, sedangkan yang satu lagi ‘ekstrem kanan’!

Apa bisa keduanya dipertemukan?

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

فَمَنْ شَبَّهَ اللَّهَ بِخَلْقِهِ فَقَدْ أَلْحَدَ فِي أَسْمَائِهِ وَآيَاتِهِ

“Siapa yang menyerupakan Allah dengan ciptaan-Nya, maka ia telah menyimpang dalam hal nama dan sifat-Nya.

وَمَنْ جَحَدَ مَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فَقَدْ أَلْحَدَ فِي أَسْمَائِهِ وَآيَاتِهِ

Dan siapa yang mengingkari sifat yang Allah berikan kepada diri-Nya, maka ia telah menyimpang dalam hal nama dan sifat-Nya.” (Majmu Al-Fatawa)

Bukan hanya menyimpang dari jalan-Nya, orang yang melakukan dua perbuatan tadi juga sudah keluar dari agama-Nya!

Nu’aim bin Hammad Al-Khuza’i, guru Imam Bukhari berkata:

مَنْ شَبَّهَ اللَّهَ بِخَلْقِهِ فَقَدْ كَفَرَ

“Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia telah kafir.

وَمَنْ أَنْكَرَ مَا وَصَفَ اللَّهُ بِهِ نَفْسَهُ فَقَدْ كَفَرَ

Dan siapa yang mengingkari sifat yang Allah berikan kepada diri-Nya, maka ia telah kafir.” (Al-‘Uluw Li Al-‘Aliyy Al-Ghaffar)

Karena itu, seorang muslim tidak boleh menolak sifat-sifat Allah dan tidak boleh pula menyerupakan sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.

Ia harus menetapkan sifat-sifat-Nya, tanpa menyerupakan itu dengan sifat makhluk-Nya.

Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuraa: 11)

 

Siberut, 6 Rabi’ul Tsani 1444

Abu Yahya Adiya