Suatu hari anak-anak kecil berkata kepada Yahya-alaihissalam-yang ketika itu masih kecil:
اذْهَبْ بِنَا نَلْعَبْ
“Ayo pergi bersama kami. Kita bermain.”
Yahya-alaihissalam-menjawab:
مَا لِلَّعِبِ خُلِقْنا
“Bukan untuk bermain kita diciptakan.” (Tafsir Al-Quran Al-Azhim)
Ya, kita diciptakan bukan untuk bermain-main dan bersenang-senang layaknya binatang.
Dan kita diciptakan bukan untuk minum dan makan layaknya hewan.
Allah menciptakan kita di dunia ini untuk tujuan yang agung, yaitu beribadah kepada Allah dan mengabdi kepada-Nya.
Allah berfirman:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
“Maka apakah kalian mengira, bahwa Kami menciptakan kalian secara main-main saja, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al-Muminun: 115-116)
Dunia Adalah Tempat Persinggahan
Suatu hari Nabi tidur di atas tikar lalu datanglah para sahabatnya. Nabi pun bangun.
Ketika beliau bangun terlihatlah guratan tikar pada punggung beliau.
Timbullah rasa iba pada diri para sahabat. Mereka pun berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اتَّخَذْنَا لَكَ وِطَاءً
“Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kami mernbuatkan kasur untukmu?”
Beliau pun menjawab:
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia? Tidaklah aku di dunia ini kecuali seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)
Ya, beliau menjadi ‘musafir’ di dunia ini. Dan hendaknya begitu pula kita.
Nabi pernah berwasiat:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau sekadar lewat!” (HR.Bukhari)
Demikanlah wasiat nabi kita. Wasiat yang begitu berguna dan berharga.
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau sekadar lewat!”
Orang asing, musafir atau yang sekadar lewat, ketika singgah di suatu tempat, akankah ia berlama-lama di tempat tersebut?
Akankah pula di tempat singgahnya ia membangun rumah besar dan megah bahkan diisi pula dengan perabotan rumah tangga yang mewah?
Akankah ia melakukan semua itu?
Tentu saja tidak.
Karena, ia datang ke tempat itu hanya sekadar singgah. Ya, singgah, untuk memenuhi hajatnya secukupnya atau untuk mengisi bekalnya seperlunya, guna melanjutkan lagi perjalanannya.
Maka, hendaknya demikian pula posisi kita di dunia.
Kita semua adalah musafir.
Kita singgah di dunia ini, di negeri yang fana ini, sekadar memenuhi hajat kita secukupnya. Untuk mengisi bekal kita seperlunya. Guna melanjutkan perjalanan kita selanjutnya.
Ya, perjalanan yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Menuju kampung halaman yang sesungguhnya. Menuju kampung anak Adam yang sebenarnya yaitu kampung akhirat.
Allah عز وجل berfirman:
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Dan kembalilah kalian kepada Tuhan kalian dan berserah dirilah kepada-Nya, sebelum azab datang menimpa kalian kemudian kalian tidak ditolong lagi.” (QS. Az-Zumar: 54)
Siberut, 2 Dzulqa’dah 1441
Abu Yahya Adiya






