“Seseorang didatangkan pada hari kiamat, lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Kemudian berputarlah ia di neraka sebagaimana seekor keledai mengelilingi gilingan!”
Demikian Nabi ﷺ mengabarkan. Lalu beliau melanjutkan:
فَيجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّار فَيَقُولُونَ:
“Penduduk neraka berkumpul di sekelilingnya lalu bertanya:
يَا فُلانُ مَالَكَ؟ أَلَمْ تَكُن تَأْمُرُ بالمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ المُنْكَرِ؟
“Wahai Fulan, ada apa dengan dirimu? Bukankah engkau dulu memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran?”
فَيَقُولُ:
Orang tersebut menjawab:
بَلَى، كُنْتُ آمُرُ بالمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيه، وَأَنْهَى عَنِ المُنْكَرِ وَآَتِيهِ
“Tentu, dulu aku memerintahkan kebaikan, tetapi aku sendiri tidak melakukannya. Dan aku melarang dari kemungkaran, tetapi aku sendiri mengerjakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini merupakan ancaman keras bagi orang yang menyuruh orang lain berbuat baik atau melarang orang lain dari melakukan keburukan, tetapi ia sendiri melupakan dirinya.
Orang seperti itu akan menderita dan sengsara di neraka.
Mungkin timbul pertanyaan: kalau memang orang yang menyuruh orang lain berbuat baik tapi ia sendiri ternyata tidak mengerjakannya terancam siksa keras di hari kiamat, lantas apakah kita diam saja dan tidak usah menyuruh orang lain berbuat baik?
Begitu juga kalau memang orang yang melarang dari sesuatu tapi ia sendiri ternyata mengerjakannya terancam siksa keras di hari kiamat, lantas apakah kita diam saja dan tidak usah melarang orang lain dari kemaksiatan dan kemungkaran?
Jawaban:
Tidak! Seribu kali tidak! Bahkan hendaknya kita tetap memerintahkan yang baik dan berusaha melakukan apa yang kita perintahkan. Mengapa begitu?
1. Kalau kita tidak melakukan perbuatan baik dan tidak juga memerintahkannya, berarti kita sudah melakukan 2 kesalahan:
1) Tidak melakukan perbuatan baik yang Allah perintahkan.
2) Tidak memerintahkan perbuatan baik.
Begitu juga kalau kita melakukan perbuatan maksiat dan tidak melarang orang lain berbuat maksiat berarti kita sudah melakukan dua kerusakan:
1) Melakukan kemungkaran dan kemaksiatan yang telah Allah larang.
2) Tidak melarang dari kemungkaran dan kemaksiatan.
2. Siapa di antara kita yang selamat dari dosa dan maksiat?!
Semua manusia pasti punya dosa dan pernah terjatuh pada maksiat.
Kalau kita katakan: “Hanya orang yang tidak pernah berbuat dosa dan maksiat yang boleh melarang dari perbuatan dosa dan maksiat”, tentu tidak akan ada orang yang bisa melarang dari perbuatan dosa dan maksiat.
Sebab, sesaleh apa pun seseorang dan sealim apa pun ia, pasti memiliki kekurangan. Pasti ada saja dosa yang ia lakukan.
Dan kalau kita katakan: “Hanya orang yang sudah jadi baik dan saleh yang boleh menyuruh untuk berbuat baik”, tentu tidak akan ada orang yang bisa memerintahkan perbuatan baik.
Sebab, sesaleh apa pun seseorang dan sealim apa pun ia, pasti memiliki kekurangan. Pasti ada saja perbuatan baik yang luput dari dirinya.
Al-Hasan Al-Bashri berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah:
عِظْ أَصْحَابَكَ
“Nasehatilah teman-temanmu!”
Mutharrif berkata:
إِنِّي أَخَافُ أَنْ أَقُولَ مَا لَا أَفْعَلُ
“Sesungguhnya aku khawatir mengucapkan apa yang tidak kulakukan.”
Al-Hasan Al-Bashri berkata:
يَرْحَمُكَ اللَّهُ! وَأَيُّنَا يَفْعَلُ مَا يَقُولُ! وَيَوَدُّ الشَّيْطَانُ أَنَّهُ قَدْ ظَفِرَ بِهَذَا، فَلَمْ يَأْمُرْ أَحَدٌ بِمَعْرُوفٍ وَلَمْ يَنْهَ عَنْ مُنْكَرٍ.
“Semoga Allah merahmatimu! Siapakah di antara kita yang melakukan semua yang diucapkan?! Setan ingin kalau ia mendapatkan ini, sehingga tidak seorang pun memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran.” (Al-Jami’ Liahkaam Al-Quran)
Sa’id bin Jubair berkata:
لَوْ كَانَ الْمَرْءُ لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا يَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ حتى لا يكون فيه شي، ما أمر أَحَدٌ بِمَعْرُوفٍ وَلَا نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ.
“Kalau seseorang tidak boleh memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran hingga tidak memiliki dosa, maka tidak seorang pun yang bisa memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran.”
Imam Malik mengomentari perkataan beliau ini:
وَصَدَقَ، مَنْ ذَا الَّذِي لَيْسَ فِيهِ شي؟!
“Betullah beliau. Siapakah orang yang tidak memiliki dosa?!” (Al-Jami’ Liahkaam Al-Quran)
Karena itu, untuk memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran tidak disyaratkan seseorang harus sempurna.
Seharusnya kita tetap menyuruh orang lain berbuat baik, sambil kita berusaha dan berjuang untuk mengerjakannya. Dan seharusnya kita juga tetap melarang orang lain dari kemaksiatan, sambil kita berusaha dan berjuang untuk meninggalkannya.
Siberut, 10 Rajab 1445
Abu Yahya Adiya






