Mengarahkan pada Kebenaran Adalah Termasuk Ketakwaan

Mengarahkan pada Kebenaran Adalah Termasuk Ketakwaan

“Jagalah diri kalian! Orang yang sesat tidak akan membahayakan kalian bila kalian telah mendapat petunjuk.” (QS. Al-Maidah: 105)

Sebagian orang salah paham tentang ayat ini. Menurut mereka, kalau seseorang sudah mendapatkan petunjuk, maka tidak perlu ia menyuruh orang lain berbuat baik atau melarangnya dari kemungkaran. Itu tidak mengapa dan tidak berbahaya baginya.

Itulah anggapan mereka. Namun, itu anggapan yang keliru dan tidak bisa diterima.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

وهذه الآية ظاهرها أن الإنسان إذا اهتدى بنفسه فإنه لا يضره ضلالُ الناس؛ لأنه استقام بنفسه، فإذا استقام بنفسه فشأن غيره على الله عزّ وجلّ. فقد يفسرها بعض الناس ويفهم منها معنى فاسداً، يظن أن هذا هو المراد بالآية الكريمة وليس كذلك، فإن الله اشترط لكون من ضلّ لا يضرنا أن نهتدي فقال:

“Ayat ini lahirnya yakni seseorang jika telah mendapatkan petunjuk, maka kesesatan orang lain tidak akan membahayakannya. Sebab, ia sendiri telah lurus. Jika dirinya telah lurus, maka perkara orang lain kembali kepada Allah. Bisa jadi sebagian orang menafsirkan ayat ini dan memahaminya dengan makna yang rusak. Mereka menyangka bahwa itulah yang dimaksudkan oleh ayat yang mulia tadi, padahal bukanlah demikian. Karena sesungguhnya Allah mensyaratkan orang yang sesat tidak akan membahayakan kita, jika kita mendapat petunjuk. Dia berfirman:

(لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ)

“Orang yang sesat tidak akan membahayakan kalian bila kalian telah mendapat petunjuk.”

ومن الاهتداء: أن نأمر بالمعروف ونهى عن المنكر، فإذا كان هذا من الاهتداء، فلابد أن نسلم من الضرر، وذلك بالأمر المعروف والنهي عن المنكر

Dan termasuk mendapat petunjuk yaitu kita memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Jika memang ini termasuk mendapat petunjuk, maka mesti kita selamat dari bahaya, yakni dengan memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran.” (Syarh Riyadhush Shalihin)

Berarti, ayat tadi bukanlah anjuran untuk mendiamkan kemungkaran dan kezaliman.

Karena itu, ketika sebagian orang berdalih dengan ayat tadi untuk meninggalkan amar makruf nahi mungkar, Abu Bakar pun mengingkari mereka.

Abu Bakar berkata:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ، وَتَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا:

“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian meletakkannya bukan pada tempat yang semestinya:

عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ

“Jagalah diri kalian! Orang yang sesat tidak akan membahayakan kalian bila kalian telah mendapat petunjuk.”

Lalu Abu Bakar berkata:

وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:

“Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ

“Sesungguhnya orang-orang jika melihat seseorang melakukan kezaliman, tetapi mereka tidak mencegahnya, maka dikhawatirkan Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kepada mereka semua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasai)

Dosa yang tersebar dan dibiarkan akan mengundang siksa dan hukuman. Karena itu….

Diam melihat orang lain terjatuh pada kesalahan bukanlah sikap orang yang menaati-Nya.

Diam melihat orang lain menyimpang dari kebenaran bukanlah sikap orang yang bertakwa kepada-Nya.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

ومن تقوى الله سبحانه وتعالى أن تحرص غاية الحرص على هداية عباد الله: وذلك بنشر العلم الصحيح المأخوذ من كتاب الله وسنة الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم. وأن تبين لهم طريقة الصحابة والتابعين لهم بإحسان.

“Dan termasuk takwa kepada Allah yaitu sangat bersemangat untuk mengarahkan hamba-hamba Allah kepada petunjuk: yaitu dengan menyebarkan ilmu yang benar yang diambil dari kitab Allah dan sunnah Rasul ﷺ, dan juga dengan menjelaskan kepada mereka jalannya para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.” (Liqa Al-Bab Al-Maftuh)

Orang yang bertakwa adalah orang yang peduli dengan orang lain. Ia berusaha mengarahkan orang lain pada kebenaran dan meluruskan orang lain yang terjatuh dalam kesalahan.

 

Siberut, 12 Sya’ban 1445

Abu Yahya Adiya