Pelajaran dari Tikaman Ibnu Muljam

Pelajaran dari Tikaman Ibnu Muljam

Dalam kegelapan penghujung malam Ibnu Muljam mengintai amirulmukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Suara azan pun berkumandang. Tidak berapa lama, keluarlah ‘Ali bin Abi Thalib dari rumahnya.

Ibnu Muljam melihat itu sebagai peluang emas. Maka, ia pun segera menghampiri ‘Ali lalu menebaskan pedang ke kepalanya!

‘Ali bin Abi Thalib menjerit sehingga mengundang perhatian orang-orang yang sedang menuju masjid untuk segera menghampirinya.

Setelah menebaskan pedangnya, Ibnu Muljam berusaha kabur, tapi ‘Ali berteriak:

لا يفوتنكم الرَّجُل

“Jangan sampai orang itu lepas dari kalian!”

Akhirnya orang-orang berhasil menangkap Ibnu Muljam.

‘Ali dibawa ke rumahnya dalam keadaan terluka parah dan bersimbah darah. Lalu Ibnu Muljam juga dibawa ke rumah ‘Ali dan dihadapkan kepada beliau. Kemudian beliau berkata:

فَقَالَ: أَطِيبُوا طَعَامَهُ وَأَلِينُوا فِرَاشَهُ فَإِنْ أَعِشْ فَأَنَا أَوْلَى بِدَمِهِ عَفْوًا وَقِصَاصًا وَإِنْ أَمُتْ فَأَلْحِقُوهُ بِي أُخَاصِمُهُ عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Berilah ia makan yang baik dan kasur yang empuk. Kalau nanti aku masih hidup, maka akulah yang paling berhak atas darahnya, apakah ia mendapatkan maaf atau kisas. Namun, jika ternyata aku mati, maka hukum matilah ia. Aku akan mendebatnya di hadapan Tuhan alam semesta nanti!”

Ummu Kultsum, putri ‘Ali bin Abi Thalib menangis melihat keadaan ayahnya. Lalu ia berkata kepada Ibnu Muljam:

يَا عَدُوَّ اللَّهِ قَتَلْتَ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ!

“Wahai musuh Allah, engkau hendak membunuh amirulmukminin?!”

Ibnu Muljam berkata:

ما قتلت إلا أباك

“Aku hanya ingin membunuh ayahmu!”

Ummu Kultsum berkata:

فو الله إِنِّي لأَرْجُو أَنْ لا يَكُونَ عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ بَأْسٌ

“Demi Allah, sesungguhnya aku berharap amirulmukminin tidak apa-apa.”

Ibnu Muljam berkata:

فَلِمَ تَبْكِينَ إِذًا؟ ثُمَّ قَالَ: وَاللَّهِ لَقَدْ سَمَمْتُهُ شَهْرًا

“Kalau begitu, kenapa engkau menangis? Demi Allah, aku telah meracuni pedangku itu selama sebulan!”

Dan ternyata racun itu benar-benar menggerogoti fisik ‘Ali, sehingga akhirnya…

Setelah berjuang menghadapi luka yang demikian parah, ‘Ali pun meninggal dunia.

Lalu ‘Abdullah bin Ja’far selaku keluarga ‘Ali menjalankan wasiat ‘Ali untuk menjalankan kisas.

‘Abdullah bin Ja’far memotong kedua tangan dan kaki Ibnu Muljam. Namun, ia tidak mengeluh sama sekali!

Lalu ‘Abdullah mencungkil matanya dengan paku panas. Namun, sekali lagi, Ibnu Muljam tidak mengeluh sama sekali! Bahkan, ia membaca:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَّقٍ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah….”

Ia membaca ayat itu sampai akhir surat!

Lalu ‘Abdullah ingin memotong lidahnya. Ketika itulah Ibnu Muljam mengeluh.

Ada yang bertanya kepadanya:

قَطَعْنَا يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ وَسَمَلْنَا عَيْنَيْكَ يَا عَدُوَّ اللَّهِ فَلَمْ تَجْزَعْ فَلَمَّا صِرْنَا إِلَى لِسَانِكَ جَزَعْتَ

“Wahai musuh Allah, kami memotong kedua tanganmu, kakimu dan kami cungkil kedua matamu, tapi engkau tidak mengeluh. Namun, tatkala kami ingin memotong lidahmu, engkau baru mengeluh?!”

Ibnu Muljam berkata:

مَا ذَاكَ مِنِّي مِنْ جَزْعٍ إِلَّا أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أَكُونَ فِي الدُّنْيَا فُوَاقًا لَا أَذْكُرُ اللَّهَ،

“Aku tidak mengeluh. Hanya saja aku tidak suka hidup di dunia dalam keadaan tidak berzikir kepada Allah!” (Ath-Thabaqat Al-Kubra)

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah singkat ini?

 

  1. Di antara ciri Khawarij yaitu mengafirkan dan menghalalkan darah orang yang berbeda pendapat dengan mereka.

Seperti yang terjadi pada Ibnu Muljam. Ia adalah tokoh Khawarij. Ia  telah mengafirkan dan menghalalkan darah ‘Ali bin Abi Thalib karena tidak sependapat dengannya.

Makanya ketika Ummu Kultsum berkata, “Wahai musuh Allah, engkau hendak membunuh amirulmukminin?!”, Ibnu Muljam berkata, “Aku hanya ingin membunuh ayahmu!”

Ia tidak mengakui ‘Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin, amirulmukminin.

 

  1. Bahaya bidah.

Apa yang menyebabkan Ibnu Muljam sampai menghalalkan darah ‘Ali bin Abi Thalib dan kaum muslimin yang bersamanya?

Bukankah karena bidah Khawarij?

Seorang ulama tabiin, Abu Qilabah berkata:

مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً إِلَّا اسْتَحَلَّ السَّيْفَ

“Tidaklah seseorang berbuat bidah melainkan ia akan menganggap bolehnya menghunus pedang.” (Sunan Ad-Darimi)

Bidah bisa menyeret seseorang sedikit demi sedikit untuk menumpahkan darah saudaranya seiman!

Ya, akan menumpahkan darah saudaranya atau tertumpah darahnya oleh saudaranya!

Seperti yang terjadi pada Ibnu Muljam. Ia menumpahkan darah ‘Ali bin Abi Thalib, sehingga akhirnya darahnya pun tertumpah sia-sia.

Ya, sia-sia, tapi celakanya ia menganggap kematiannya berharga.

Bukankah ia sabar menghadapi akibat dari perbuatannya?

Bukankah ia tegar menanggung derita demi menjemput kematiannya?

Maka, benarlah Imam Sufyan Ats-Tsauri tatkala berkata:

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ , وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا , وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا

“Bidah lebih disukai iblis daripada maksiat. Pelaku maksiat masih mungkin untuk bertobat dari perbuatannya, sedangkan pelaku bidah sulit untuk bertaubat dari perbuatannya.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah)

Bagaimana bisa pelaku bidah akan bertobat? Ia merasa dirinya benar dan dalam kebenaran!

Berbeda halnya dengan pelaku maksiat. Tatkala melakukan maksiat, ia merasa dirinya salah dan dalam kesalahan.

 

Siberut, 21 Shafar 1444

Abu Yahya Adiya