Apa sikap kita ketika mendengar seseorang menyampaikan nasehat yang sering kita dengar?
Apakah merasa bosan mendengarnya?
Atau merasa diri kita lebih baik darinya?
Imam ‘Atha bin Abi Rabah berkata:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحَدِّثُنِي بِالحَدِيْثِ، فَأُنْصِتُ لَهُ كَأَنِّي لَمْ أَسَمَعْهُ، وَقَدْ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُوْلَدَ
“Sesungguhnya seseorang menyampaikan hadis kepadaku, lalu aku pun memerhatikannya seakan-akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal aku telah mendengar hadis itu sebelum ia dilahirkan!” (Siyar A’lam An-Nubala)
Dan serupa dengan itu, perkataan Imam Ibnu Wahb:
إنِّي لَأَسْمَعُ مِنْ الرَّجُلِ الْحَدِيثَ قَدْ سَمِعْته قَبْلَ أَنْ يَجْتَمِعَ أَبَوَاهُ فَأُنْصِتُ لَهُ كَأَنِّي لَمْ أَسْمَعْه
“Sungguh, aku mendengar dari seseorang hadis yang telah kudengar sebelum kedua orang tuanya bertemu lalu aku memerhatikannya seakan-akan aku belum pernah mendengarnya!” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah Al-Mar’iyyah)
Pada perkataan 2 ulama ini terdapat pelajaran yakni:
1. Hendaknya kita menyimak ilmu, nasehat, dan pelajaran, walaupun yang menyampaikannya adalah orang yang lebih muda dari kita.
Ibnu ‘Abbas berkata:
كُنْتُ أُقْرِئُ رِجَالًا مِنَ المُهَاجِرِينَ، مِنْهُمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ
“Aku membacakan Al-Quran untuk beberapa orang Muhajirin, di antara mereka yaitu ‘Abdurrahman bin ‘Auf.” (HR. Bukhari)
Padahal, usia ‘Abdurrahman bin ‘Auf 40 tahun lebih tua daripada Ibnu ‘Abbas!
Imam Ibnul Jauzi berkata:
أما إقراء ابْن عَبَّاس لمثل عبد الرَّحْمَن بن عَوْف فَفِيهِ تَنْبِيهٌ عَلَى أَخْذِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِهِ وَإِنْ صَغُرَتْ أَسْنَانُهُمْ أَوْ قَلَّتْ أَقْدَارُهُمْ، وَقَدْ كَانَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ يَقْرَأُ عَلَى مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ فَقِيلَ لَهُ:
“Adapun pembacaan Al-Quran oleh Ibnu ‘Abbas untuk orang semacam ‘Abdurrahman bin ‘Auf, maka pada yang demikian terdapat peringatan untuk mengambil ilmu dari orang-orang yang memilikinya, walaupun muda usia mereka, atau rendah kedudukan mereka. Sungguh, Hakim bin Hizam belajar baca Al-Quran kepada Mu’adz bin Jabal. Lalu dikatakan kepadanya:
تَقْرَأُ عَلَى هَذَا الْغُلَامِ الْخَزْرَجِيِّ؟
“Engkau belajar kepada pemuda Khazraj ini?”
قَالَ:
Hakim menjawab:
إنَّمَا أَهْلَكَنَا التَّكَبُّرُ
“Sesungguhnya yang membinasakan kita adalah takabur.” (Kasyf Al-Musykil Min Hadits Ash-Shahihain)
Padahal, usia Hakim bin Hizam 50 tahun lebih tua daripada Mu’adz bin Jabal!
2. Hendaknya kita menyimak ilmu, nasehat, dan pelajaran, walaupun semua itu sering berlalu di telinga kita.
Hakim berkata kepada putranya:
تَعَلَّمْ حُسْنَ الِاسْتِمَاعِ كَمَا تَعْلَمُ حُسْنَ الْكَلَامِ، فَإِنَّ حُسْنَ الِاسْتِمَاعَ إمْهَالُكَ لِلْمُتَكَلِّمِ حَتَّى يُفْضِي إلَيْك بِحَدِيثِهِ، وَالْإِقْبَالُ بِالْوَجْهِ وَالنَّظَرُ، وَتَرْكُ الْمُشَارَكَةِ لَهُ فِي حَدِيثٍ أَنْتَ تَعْرِفُهُ
“Belajarlah mendengar dengan baik, sebagaimana engkau belajar berbicara dengan baik. Karena sesungguhnya mendengar dengan baik yaitu engkau memberikan kesempatan kepada pembicara hingga ia menyelesaikan perkataannya, engkau menghadap kepadanya dengan wajah dan pandanganmu, dan tidak mencampurinya dalam perkataan yang engkau ketahui.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah Al-Mar’iyyah)
Al-Haitsam bin ‘Adi berkata:
قَالَتْ الْحُكَمَاءُ: مِنْ الْأَخْلَاقِ السَّيِّئَةِ عَلَى كُلِّ حَالٍ مُغَالَبَةُ الرَّجُلِ عَلَى كَلَامِهِ، وَالِاعْتِرَاضُ فِيهِ لِقَطْعِ حَدِيثِهِ،
“Orang-orang bijak berkata bahwa termasuk akhlak yang buruk dalam keadaan apa pun yaitu menyaingi seseorang dalam perkataannya dan membantahnya untuk memotong perkataannya.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah Al-Mar’iyyah)
Itu adalah adab terhadap orang yang berbicara secara umum, maka bagaimana pula terhadap orang yang berbicara dan menyampaikan ilmu?!
Imam Ibnul Jauzi berkata:
وَإِذَا رَوَى الْمُحَدِّثُ حَدِيثًا قَدْ عَرَفَهُ السَّامِعُ، فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُدَاخِلَهُ فِيهِ
“Jika ahli hadis meriwayatkan suatu hadis yang telah diketahui oleh pendengar, maka tidak sepantasnya pendengar itu memotongnya.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah Al-Mar’iyyah)
Karena itu, siapa pun yang menyampaikan ilmu, nasehat, dan pelajaran, maka dengarkanlah, walaupun ia lebih muda darimu, dan walaupun apa yang ia sampaikan sering berlalu di telingamu!
Itu adalah tanda kerendahan hatimu. Dan hanya orang seperti itulah yang akan mendapatkan ilmu.
Imam Mujahid berkata:
لاَ يَتَعَلَّمُ العِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ
“Tidak akan bisa mempelajari ilmu orang yang pemalu dan sombong.” (Shahih Bukhari)
Siberut, 20 Shafar 1443
Abu Yahya Adiya






