Karena awam dan kurang perhatian terhadap agama, ada orang yang junub tapi tidak mandi junub.
Dan itu bukan sehari dua hari, dan bukan seminggu dua minggu, dan bukan pula sebulan dua bulan, melainkan berlangsung bertahun-tahun!
Bayangkan, selama bertahun-tahun lamanya ia melaksanakan salat dalam keadaan junub!
Berarti, permasalahan mandi junub itu bukan perkara yang remeh. Sebab, itu menentukan keabsahan salat dan ibadah kita. Karena itu, kita harus memberikan perhatian untuk menelaah dan mempelajarinya.
Lalu keadaan apa saja yang mengharuskan kita untuk mandi?
Berikut ini beberapa keadaan yang mengharuskan kita mandi wajib:
1. Keluarnya mani dengan syahwat.
Nabi ﷺ bersabda:
مِنَ المَذْيِ الوُضُوءُ، وَمِنَ المَنِيِّ الغُسْلُ
“Diharuskan wudu karena keluar mazi, dan mandi karena keluar mani.” (HR. Tirmidzi)
Mazi adalah cairan bening dan lengket yang keluar dari kemaluan ketika syahwat lagi bergolak (seperti ketika “pemanasan” sebelum melakukan hubungan suami istri)
Siapa yang keluar maninya dengan syahwat, baik karena hasil berpikir maupun ‘bergerak’, maka ia wajib mandi junub.
Adapun kalau seseorang maninya keluar tanpa syahwat, seperti sakit dan semacamnya, maka ia tidak wajib mandi. Dan itulah pendapat mayoritas ulama.
Ibnu Qudamah berkata:
فَأَمَّا إنَّ أَنْزَلَ لِغَيْرِ شَهْوَةٍ، كَاَلَّذِي يَخْرُجُ مِنْهُ الْمَنِيُّ أَوْ الْمَذْيُ لِمَرَضٍ، فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ خَارِجٌ لِغَيْرِ شَهْوَةٍ، أَشْبَهَ الْبَوْلَ، وَلِأَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ غَيْرِ اخْتِيَارٍ مِنْهُ، وَلَا تَسَبُّبٍ إلَيْهِ، فَأَشْبَهَ الِاحْتِلَامَ
“Adapun jika mani keluar tanpa syahwat, seperti orang yang keluar darinya mani atau mazi karena sakit, maka tidak ada kewajiban mandi atasnya. Sebab, mani itu keluar tanpa syahwat, seperti air seni. Dan karena mani itu keluar tanpa kehendak darinya dan tanpa sebab darinya, seperti halnya mimpi basah.” (Al-Mughni)
2. Bertemunya dua organ khitan (bersetubuh), walaupun tidak keluar mani.
Siapa yang telah bercampur dengan pasangannya (yang sah tentunya), maka ia wajib mandi junub, walaupun tidak keluar mani ketika itu.
Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَأَجْهَدَ نَفْسَهُ، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ، أَنْزَلَ أَوْ لَمْ يُنْزِلْ
“Jila seseorang duduk di antara empat anggota tubuh wanita, kemudian mengerahkan kesungguhannya, maka telah wajib atasnya mandi, baik keluar mani maupun tidak.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim dan ini adalah redaksi Ahmad)
Dalam riwayat lain: “Jika telah bertemu dua organ khitan.”
3. Berhentinya haid.
Seorang wanita yang mengalami haid, jika haidnya telah berhenti, maka ia wajib mandi.
Nabi ﷺ bersabda kepada Fathimah binti Abi Hubaisy:
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الحَيْضَةُ فَاتْرُكِي الصَّلاَةَ، فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا، فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي
“Jika datang haid, tinggalkanlah salat dan bila telah berlalu haid itu, cucilah darah darimu (mandi) dan laksanakanlah salat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Berhentinya nifas.
Wanita nifas pun wajib mandi apabila masa nifasnya telah berakhir, sebagaimana halnya wanita haid.
Hal itu berdasarkan ijmak (kesepakatan) ulama.
Imam An-Nawawi berkata:
فَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى وُجُوبِ الْغُسْلِ بِسَبَبِ الْحَيْضِ وَبِسَبَبِ النِّفَاسِ وَمِمَّنْ نَقَلَ الْإِجْمَاعَ فِيهِمَا ابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ وَآخَرُونَ
“Para ulama telah sepakat akan wajibnya mandi karena sebab haid, dan sebab nifas. Dan di antara ulama yang menukil kesepakatan itu adalah Ibnul Mundzir, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan ulama lainnya.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)
5. Mimpi basah disertai dengan keluarnya mani.
Tatkala seseorang pria maupun wanita mengalami mimpi basah, maka ia wajib mandi junub, bila disertai dengan keluarnya mani.
Kalau ia bangun tidur dan tidak mendapati cairan itu, maka ia tidak diwajibkan mandi, betapa pun lama dan ‘indahnya’ mimpi itu.
Ummu Sulaim datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الحَقِّ، فَهَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ؟
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu untuk menyatakan kebenaran, apakah wanita wajib mandi kalau ia mimpi basah?”
Nabi ﷺ menjawab:
إِذَا رَأَتِ المَاءَ
“Ya, jika ia melihat air mani.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Kematian.
Orang yang mati wajib mandi?
Maksudnya orang yang mengalami kematian wajib dimandikan oleh orang yang masih hidup.
Nabi ﷺ bersabda tentang orang yang meninggal karena jatuh dari kendaraannya:
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Mandikanlah ia dengan air dan bidara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Siberut, 2 Shafar 1442
Abu Yahya Adiya
Sumber:
- Ad-Darari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah karya Imam Asy-Syaukani.
- Al-Adillah Ar-Radhiyyah Limatn Ad-Durar Al-Bahiyyah karya Muhammad Shubhi Hasan Hallaq.
- Fatawa Islamweb






