1. Apa itu hajr?
Imam Ibnu Qudamah berkata:
الْحَجْرُ؛ فِي اللُّغَةِ: الْمَنْعُ وَالتَّضْيِيقُ
“Hajr secara bahasa artinya melarang dan menyempitkan.” (Al-Mughni)
Itu pengertian hajr secara bahasa, adapun secara istilah….
Imam Ibnu Qudamah berkata:
، وَهُوَ فِي الشَّرِيعَةِ: مَنْعُ الْإِنْسَانِ مِنْ التَّصَرُّفِ فِي مَالِهِ
“Dan hajr dalam syariat artinya melarang seseorang mengelola hartanya.” (Al-Mughni)
2. Ada berapa macam hajr?
Imam Ibnu Qudamah berkata:
وَالْحَجْرُ عَلَى ضَرْبَيْنِ، حَجْرٌ عَلَى الْإِنْسَانِ لِحَقِّ نَفْسِهِ، وَحَجْرٌ عَلَيْهِ لِحَقِّ غَيْرِهِ
“Hajr ada dua macam yakni melarang seseorang mengelola harta karena hak dirinya dan melarang seseorang mengelola harta karena hak orang lain selain dirinya.” (Al-Mughni)
Adapun orang yang dilarang mengelola harta karena hak dirinya yaitu anak kecil, orang gila, dan idiot.
Imam Ibnu Qudamah berkata:
وَالْأَصْلُ فِي الْحَجْرِ عَلَيْهِمْ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى:
“Dalil tentang dilarangnya mereka mengelola harta yaitu firman Allah (QS. An-Nisa: 5):
{وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا}
“Jangan kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akal mereka, harta mereka yang ada dalam kekuasaan kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Al-Mughni)
Adapun orang yang dilarang mengelola harta karena hak orang lain yaitu:
- Orang yang bangkrut. Sebab, orang yang berpiutang kepadanya memiliki hak atas hartanya.
- Orang yang sakit dan merasa ajalnya sudah dekat lalu ia menyedekahkan lebih dari sepertiga hartanya. Sebab, ahli warisnya memiliki hak atas hartanya.
- Budak. Sebab, tuannya memiliki hak atas hartanya.
Imam Ibnu Katsir berkata:
وَمِنْ هَاهُنَا يُؤْخَذُ الْحَجْرُ عَلَى السُّفَهَاءِ، وَهُمْ أَقْسَامٌ: فَتَارَةً يَكُونُ الحَجْرُ لِلصِّغَرِ؛ فَإِنَّ الصَّغِيرَ مَسْلُوبُ الْعِبَارَةِ. وَتَارَةً يَكُونُ الحجرُ لِلْجُنُونِ، وَتَارَةً لِسُوءِ التَّصَرُّفِ لِنَقْصِ الْعَقْلِ أَوِ الدِّينِ، وَتَارَةً يَكُونُ الْحَجْرُ للفَلَس، وَهُوَ مَا إِذَا أَحَاطَتِ الدُّيُونُ بِرَجُلٍ وضاقَ مَالُهُ عَنْ وَفَائِهَا، فَإِذَا سَأَلَ الغُرَماء الْحَاكِمَ الحَجْرَ عَلَيْهِ حَجَرَ عَلَيْهِ.
“Dari sini bisa disimpulkan adanya hajr (pelarangan untuk mengelola harta) bagi orang-orang yang kurang sempurna akal mereka. Mereka yang mendapat hajr ini ada beberapa macam: kadang seseorang mendapat hajr karena usianya yang masih kecil. Sebab, perkataan anak kecil tidak dianggap. Kadang hajr disebabkan karena penyakit gila. Kadang karena buruk dalam mengelola harta disebabkan akalnya kurang sempurna atau agamanya kurang. Kadang karena pailit, yaitu bila seseorang terlilit hutang, sementara hartanya tidak cukup untuk menutup utangnya itu. Makanya, jika para pemilik piutang menuntut kepada hakim agar orang tadi dikenakan hajr, berarti ia terkena hajr.” (Tafsir Ibnu Katsir)
3. Kapan seorang anak boleh mengelola hartanya?
Allah berfirman:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapat kalian mereka telah lurus, maka serahkanlah kepada mereka harta mereka.” (QS. An-Nisa: 6)
Imam Asy-Syafi’i berkata:
فَدَلَّتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى أَنَّ الْحَجْرَ ثَابِتٌ عَلَى الْيَتَامَى حَتَّى يَجْمَعُوا خَصْلَتَيْنِ: الْبُلُوغَ وَالرُّشْد
“Ayat ini menunjukkan bahwa pelarangan untuk mengelola harta berlaku bagi anak-anak yatim hingga mereka menggabungkan dua sifat yaitu balig dan lurus.” (Al-Umm)
Itu merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama. Dan maksud lurus di sini artinya pandai mengelola harta. Dan itu merupakan pendapat mayoritas ulama.
4. Kapan orang gila atau orang idiot boleh mengelola harta mereka?
Imam Ibnu Qudamah berkata:
أَنَّهُ لَا يُدْفَعُ إلَيْهِ مَالُهُ قَبْلَ وُجُودِ الْأَمْرَيْنِ، الْبُلُوغِ وَالرُّشْدِ وَلَوْ صَارَ شَيْخًا. وَهَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْم
“Hartanya tidak diberikan kepadanya sebelum adanya dua perkara: balig dan kepandaian memelihara harta, walaupun ia sudah tua. Dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama.” (Al-Mughni)
Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri berkata:
فإذا عقل المجنون، ورشد السفيه، بأن صار يحسن التصرف في المال فلا يُغبن، ولا يصرفه في حرام، أو في غير منفعة، زال الحجر عنهما، وردت إليهما أموالهما.
“Jika orang gila sudah berakal sehat, dan orang idiot sudah pandai menjaga harta di mana ia bisa mengelola hartanya dengan baik sehingga ia tidak tertipu dan tidak mengalokasikannya pada perkara yang haram atau dalam perkara yang tidak berguna, maka hilanglah larangan mengelola harta bagi keduanya dan harta mereka dikembalikan kepada mereka.” (Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islami)
5. Bagaimana jika orang gila atau idiot sudah waras dan pandai mengelola harta lalu menjadi tidak waras lagi?
Imam Ibnu Qudamah berkata:
أَنَّ الْمَحْجُورَ عَلَيْهِ إذَا فُكَّ عَنْهُ الْحَجْرُ لِرُشْدِهِ وَبُلُوغِهِ، وَدُفِعَ إلَيْهِ مَالُهُ، ثُمَّ عَادَ إلَى السَّفَهِ، أُعِيدَ عَلَيْهِ الْحَجْرُ. وَبِهَذَا قَالَ الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَمَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ، وَالْأَوْزَاعِيُّ، وَإِسْحَاقُ، وَأَبُو ثَوْرٍ وَأَبُو عُبَيْد
“Orang yang dilarang mengelola harta jika sudah tidak dilarang lagi melakukan demikian karena sudah pandai mengelola harta dan sudah balig, dan hartanya sudah diberikan kepadanya, lalu ia kembali idiot, maka ia dilarang lagi mengelola harta. Itulah pendapat Al-Qasim bin Muhammad, Malik, Asy-Syafi’i, Al-Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur dan Abu ‘Ubaid.” (Al-Mughni)
Siberut, 21 Jumada Al-Ulaa 1445
Abu Yahya Adiya






