Permasalahan Seputar Perlombaan

Permasalahan Seputar Perlombaan

1. Apa hukum perlombaan?

Imam Ibnu Qudamah:

الْمُسَابَقَةُ جَائِزَةٌ بِالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ.

“Perlombaan diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijmak.” (Al-Mughni)

Adapun As-Sunnah yakni kabar dari Ibnu ‘Umar:

أَجْرَى النَّبِيُّ ﷺ مَا ضُمِّرَ مِنْ الْخَيْلِ مِنْ الْحَفْيَاءِ إِلَى ثَنِيَّةِ الْوَدَاعِ وَأَجْرَى مَا لَمْ يُضَمَّرْ مِنْ الثَّنِيَّةِ إِلَى مَسْجِدِ بَنِي زُرَيْقٍ

“Nabi ﷺ memperlombakan kuda pacuan dari Al-Hafya’ hingga Tsaniyatul Wada’ dan kuda yang bukan kuda pacuan dari Tsaniyatul Wada’ hingga masjid Bani Zuraiq.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu ‘Umar juga berkata:

وَكُنْتُ فِيمَنْ أَجْرَى

“Dan aku termasuk orang yang ikut dalam perlombaan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun ijmak, maka Imam Ibnu Qudamah berkata:

وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى جَوَازِ المُسَابَقَةِ فِي الْجُمْلَةِ

“Kaum muslimin telah sepakat akan bolehnya perlombaan secara umum.” (Al-Mughni)

 

2. Ada berapa macam perlombaan?

Imam Ibnu Qudamah:

وَالْمُسَابَقَةُ عَلَى ضَرْبَيْنِ؛ مُسَابَقَةٌ بِغَيْرِ عِوَضٍ، وَمُسَابَقَةٌ بِعِوَضٍ.

“Perlombaan terbagi menjadi dua macam: perlombaan tanpa imbalan dan perlombaan dengan imbalan.” (Al-Mughni)

Dan keduanya memiliki hukum yang berbeda.

Imam Ibnu Qudamah berkata:

فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِغَيْرِ عِوَضٍ، فَتَجُوزُ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ تَقْيِيدٍ بِشَيْءٍ مُعَيَّنٍ، كَالْمُسَابَقَةِ عَلَى الْأَقْدَامِ، وَالسُّفُنِ، وَالطُّيُورِ، وَالْبِغَالِ، وَالْحَمِيرِ، وَالْفِيَلَةِ، وَالْمَزَارِيقِ، وَتَجُوزُ الْمُصَارَعَةُ، وَرَفْعُ الْحَجَرِ، لِيُعْرَفَ الْأَشَدُّ، وَغَيْرِ هَذَا؛

“Adapun perlombaan tanpa imbalan, maka itu dibolehkan secara mutlak tanpa dibatasi dengan perkara tertentu, seperti perlombaan dengan kaki, perahu, burung, bighal, keledai, gajah, dan panah kecil. Dan boleh bergulat, mengangkat batu agar diketahui siapa yang paling kuat, dan selain itu.” (Al-Mughni)

Apa dalil bahwa demikian diperbolehkan?

Imam Ibnu Qudamah berkata:

لِأَنَّ «النَّبِيَّ ﷺ كَانَ فِي سَفَرٍ مَعَ عَائِشَةَ فَسَابَقَتْهُ عَلَى رِجْلِهَا، فَسَبَقَتْهُ، قَالَتْ:

“Karena, Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan bersama Aisyah lalu ia berlomba lari bersama beliau lalu ia berhasil mengalahkan beliau. Aisyah berkata:

فَلَمَّا حَمَلْت اللَّحْمَ، سَابَقْته، فَسَبَقَنِي، فَقَالَ:

“Tatkala aku makin gemuk, aku pun berlomba lagi dengan beliau, tetapi beliau bisa mengalahkanku. Beliau berkata:

هَذِهِ بِتِلْكَ

“Ini untuk membalas yang dulu.”

رَوَاهُ أَبُو دَاوُد.وَسَابَقَ سَلَمَةُ بْنُ الْأَكْوَعِ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ ﷺ فِي يَوْمِ ذِي قَرَدٍ. «صَارَعَ النَّبِيُّ ﷺ رُكَانَةَ، فَصَرَعَهُ» . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ. وَمَرَّ بِقَوْمٍ يُرَبِّعُونَ حَجَرًا – يَعْنِي يَرْفَعُونَهُ لِيَعْرِفُوا الْأَشَدَّ مِنْهُمْ – فَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ. وَسَائِرُ الْمُسَابَقَةِ يُقَاسُ عَلَى هَذَا.

Hadis itu diriwayatkan oleh Abu Daud. Dan Salamah bin Al-Akwa pernah berlomba dengan seorang pria Anshar di hadapan Nabi ﷺ pada hari Dzu Qarad. Dan Nabi ﷺ pernah bergulat dengan Rukanah lalu berhasil mengalahkannya. Hadis itu diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dan beliau ﷺ pernah melewati orang-orang yang sedang mengangkat batu agar diketahui siapa yang paling kuat di antara mereka. Beliau ﷺ pun tidak mengingkari mereka. Dan perlombaan lainnya dianalogikan dengan itu.” (Al-Mughni)

Itu perlombaan tanpa imbalan. Adapun perlombaan dengan imbalan, maka Imam Ibnu Qudamah berkata:

وَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ، فَلَا تَجُوزُ إلَّا بَيْنَ الْخَيْلِ، وَالْإِبِلِ، وَالرَّمْيِ؛

“Adapun perlombaan dengan imbalan, maka itu tidak diperbolehkan kecuali dalam perlombaan pacuan kuda, unta, dan memanah.” (Al-Mughni)

Apa dalil bahwa yang demikian hanya diperbolehkan pada tiga jenis perlombaan tersebut?

Nabi ﷺ bersabda:

لَا سَبَقَ إِلَّا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ

“Tidak ada imbalan karena perlombaan kecuali pada panahan, pacuan unta, atau kuda.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan lain-lain)

Mengapa dikhususkan tiga jenis perlombaan ini?

Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin berkata:

وإنما جاز في هذه الثلاثة لما فيها من المصلحة العامة من الجهاد في سبيل الله؛

“Sesungguhnya imbalan karena perlombaan diperbolehkan pada tiga perkara ini karena kemaslahatan umum yang ada padanya berupa jihad di jalan Allah.” (Asy-Syarh Al-Mumti Alaa Zaad Al-Mustaqni)

Kalau perlombaan pacuan kuda, unta, dan panahan diperbolehkan karena bisa dijadikan sarana untuk memperjuangkan agama Allah, lantas bagaimana dengan perlombaan lain yang juga bisa dijadikan sarana untuk memperjuangkan agama Allah?

Sebagai contoh, apa diperbolehkan mengikuti lomba hafalan Al-Quran, hadis, dan ilmu agama lainnya yang bermanfaat lalu mendapatkan hadiah karena memenangkan perlombaan tersebut?

Imam Ibnul Qayyim berkata:

وَأَن الدّين قِيَامه بالججة وَالْجهَاد فَإِذا جَازَت الْمُرَاهنَة على آلَات الْجِهَاد فَهِيَ فِي الْعلم أولى بِالْجَوَازِ

“Agama ini bisa tegak dengan hujah dan jihad. Jika boleh taruhan dalam sarana untuk berjihad, maka taruhan dalam hal ilmu tentu lebih boleh lagi.” (Al-Furusiyyah)

 

3. Apa syarat diperbolehkannya lomba?

Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri berkata:

يشترط لصحة المسابقة ما يلي:

“Agar sahnya suatu perlombaan disyaratkan berikut ini:

1 – أن يكون المركوب أو الآلة التي يرمي بها من نوع واحد.

1-Kendaraan atau alat yang digunakan untuk melempar itu sejenis.

2 – تحديد المسافة ومدى الرمي.

2-Ditentukan jarak dan jangkauan lemparan.

3 – أن يكون العوض معلوماً مباحاً.

3-Imbalan itu diketahui dan diperbolehkan.

4 – تعيين المركوبين أو الراميين.

4-Ditentukan hewan yang dikendarai dan orang yang melempar.” (Mukhtashar Al-Fiqh Al-Islami Fii Dhaui Al-Quran wa As-Sunnah)

 

4. Apa status hadiah dari suatu perlombaan?

Imam Asy-Syaukani berkata:

فَإِنْ كَانَ الْجُعْلُ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقِينَ كَالْإِمَامِ يَجْعَلُهُ لِلسَّابِقِ فَهُوَ جَائِزٌ بِلَا خِلَافٍ

“Jika imbalan itu dari selain orang-orang yang berlomba, seperti dari penguasa, ia berikan itu kepada orang yang memenangkan perlombaan, maka itu diperbolehkan tanpa perbedaan pendapat di antara ulama.

وَإِنْ كَانَ مِنْ أَحَدِ الْمُتَسَابِقِينَ جَازَ ذَلِكَ عِنْدَ الْجُمْهُورِ كَمَا حَكَاهُ الْحَافِظُ فِي الْفَتْحِ

Dan jika imbalan itu dari salah seorang yang ikut perlombaan, maka itu diperbolehkan menurut mayoritas ulama, sebagaimana dihikayatkan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari.

وَكَذَا إذَا كَانَ مَعَهُمَا ثَالِثٌ مُحَلِّلٌ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُخْرِجَ مِنْ عِنْدِهِ شَيْئًا لِيَخْرُجَ الْعَقْدُ عَنْ صُورَةِ الْقِمَار

Demikian pula jika bersama dua orang yang mengikuti lomba ada orang ketiga yang menghalalkan dengan syarat ia tidak mengeluarkan sedikit pun hartanya agar akad tersebut keluar dari kasus perjudian.” (Nail Al-Authar)

 

Siberut, 12 Jumada Ats-Tsaniyah 1445

Abu Yahya Adiya