
- Apakah khulu’ itu talak atau fasakh (pembatalan ikatan pernikahan)?
Allah berfirman:
الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan dua talak. Lalu dalam ayat yang sama Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan tentang khulu’. Lalu dalam ayat berikutnya:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Kemudian jika si suami menceraikannya (sesudah talak yang kedua), maka wanita itu tidak halal lagi baginya hingga ia menikah dengan suami yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 230)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan talak yang ketiga.
Kalau memang khulu’ adalah talak, berarti jumlah talak ada empat!
Tentu saja itu tidak mungkin.
Karena itu, Ibnu ‘Abbas berkata:
ذَكَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الطَّلَاقَ فِي أَوَّلِ الْآيَةِ وَآخِرِهَا وَالْخُلْعَ بَيْنَ ذَلِكَ فَلَيْسَ الْخُلْعُ بِطَلَاقٍ
“Allah telah menyebutkan talak di awal ayat dan akhirnya, sedangkan khulu’ di antara itu. Karena itu, khulu’ bukanlah talak.” (As-Sunan Al-Kubra)
Jika memang khulu’ bukanlah talak, maka….
Kalau seorang pria telah menjatuhkan dua talak kepada istrinya, lalu terjadi khulu’, maka ia boleh kembali menikahi istrinya, tanpa perlu si istri menikah dulu dengan pria lain. Karena, _khulu’_ bukanlah talak.
- Siapa yang bisa mengajukan khulu’?
Syekh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid berkata:
يشترط في المختلعة شرطا:
“Disyaratkan dua syarat terkait dengan wanita yang mengajukan khulu’:
[1] أن تكون زوجة شرعا: لأن الغرض من الخلع هو خلاصها من قيد الزوجية….
- Ia adalah seorang istri secara syariat. Sebab, tujuan dari khulu’ yaitu membebaskannya dari ikatan pernikahan….
[2] أن تكون أهلا للتبرع والتصرف في المال: بأن تكون بالغة عاقلة رشيدة.
- Ia pantas untuk membagikan dan memperlakukan hartanya yakni ia seorang yang balig, berakal sehat dan pandai memelihara harta.” (Shahih Fiqh As-Sunnah)
Karena itu, wanita yang masih kecil atau gila tidak bisa mengajukan khulu’.
- Apakah bisa khulu’ tanpa membayar harta tertentu sebagai tebusan?
Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Dalam ayat ini Allah mengaitkan khulu’ dengan bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Dan ketika istri Tsabit bin Qais ingin mengajukan khulu’, Nabi ﷺ bersabda:
فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ
“Apakah engkau hendak mengembalikan kebun yang telah ia berikan?”
Ia menjawab:
نَعَمْ
“Ya.”
Ibnu ‘Abbas berkata:
فَرَدَّتْ عَلَيْهِ، وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا
“Lalu ia pun mengembalikan kebun itu kepada Tsabit. Dan Nabi ﷺ memberikan perintah kepada Tsabit, lalu ia pun berpisah dengan istrinya.” (HR. Bukhari)
Ayat dan hadis tadi menunjukkan bahwa khulu’ itu mesti dengan bayaran sebagai tebusan dan khulu’ tidak sah tanpa itu. Itulah mazhab Asy-Syafii dan pendapat yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah.
- Apakah khulu’ sah tanpa izin hakim atau penguasa?
Syekh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid berkata:
وذهب الجماهير من أهل العلم إلى جواز الخلع من غير إذن القاضي, واحتجوا بما يلي:…
“Mayoritas ulama berpendapat bolehnya khulu’ tanpa izin hakim. Dan mereka berdalil dengan…
قوله تعالى:
Firman-Nya:
فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
“Maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.”
فيه إباحة الأخذ من الزوجة بتراضيهما من غير سلطان.
Di dalam firman-Nya ada pembolehan mengambil bayaran dari istri dengan keridaan keduanya tanpa izin penguasa.” (Shahih Fiqh As-Sunnah)
- Apakah disyaratkan suci agar khulu’ sah?
Imam Ibnu Qudamah berkata:
وَلَا بَأْسَ بِالْخُلْعِ فِي الْحَيْضِ وَالطُّهْرِ الَّذِي أَصَابَهَا فِيهِ؛
“Tidak mengapa khulu’ ketika haid maupun suci yang dialami oleh seorang wanita.
لِأَنَّ الْمَنْعَ مِنْ الطَّلَاقِ فِي الْحَيْضِ مِنْ أَجْلِ الضَّرَرِ الَّذِي يَلْحَقُهَا بِطُولِ الْعِدَّةِ، وَالْخُلْعُ لِإِزَالَةِ الضَّرَرِ الَّذِي يَلْحَقُهَا بِسُوءِ الْعِشْرَةِ وَالْمُقَامِ مَعَ مَنْ تَكْرَهُهُ وَتُبْغِضُهُ، وَذَلِكَ أَعْظَمُ مِنْ ضَرَرِ طُولِ الْعِدَّةِ…وَلِذَلِكَ لَمْ يَسْأَلْ النَّبِيُّ ﷺ الْمُخْتَلِعَةَ عَنْ حَالِهَا
Sebab, larangan menjatuhkan talak ketika haid itu dikarenakan bahaya yang akan menimpa wanita karena lamanya masa idah, sedangkah khulu’ disyariatkan untuk menghilangkan bahaya yang menimpa seorang wanita karena buruknya pergaulan dan tinggal bersama orang yang ia benci dan tidak ia sukai. Dan itu lebih besar bahayanya daripada bahaya lamanya idah….karena itu Nabi ﷺ tidak bertanya kepada wanita yang mengajukan khulu’ tentang keadaannya.” (Al-Mughni)
Ya, Nabi ﷺ tidak bertanya kepada wanita yang mengajukan khulu’, apakah ia sedang suci atau tidak.
Itu menunjukkan bahwa tidak disyaratkan suci agar khulu’ sah. Dan itu adalah pendapat mayoritas ulama.
- Berapa lama idah wanita yang mengajukan khulu’?
Ibnu ‘Umar berkata:
عِدَّةُ الْمُخْتَلِعَةِ حَيْضَةٌ
“Idah wanita yang mengajukan khulu’ yaitu satu kali haid.” (HR. Abu Daud)
Perkataan Ibnu ‘Umar ini sesuai dengan perintah Nabi ﷺ kepada istri Tsabit bin Qais tatkala ia mengajukan khulu’. Nabi ﷺ menyuruhnya untuk menjalani idah sebanyak satu kali haid (Lihat Sunan Abu Daud no. 2229, Tirmidzi no. 1185 dan Nasai no. 3497).
Siberut, 21 Jumada Ats-Tsaniyah 1444
Abu Yahya Adiya
Sumber:
- Al-Mughni karya Imam Ibnu Qudamah.
- Shahih Fiqh As-Sunnah karya Syekh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid.






