Tidak semua orang kafir sama. Ada yang boleh diperangi dan ada yang tidak.
Imam Ibnu Qayyim berkata:
الْكُفَّارُ إِمَّا أَهْلُ حَرْبٍ وَإِمَّا أَهْلُ عَهْدٍ،
“Orang-orang kafir bisa termasuk golongan yang dalam keadaan berperang, dan bisa termasuk golongan yang dalam keadaan memiliki ikatan perjanjian.” (Aḥkām Ahli Aż-Żimmah)
- Golongan yang pertama disebut juga kafir harbi. Tidak ada sikap yang layak bagi mereka selain ancaman pedang!
Oleh karena itu, ada banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memerintahkan untuk memerangi golongan ini.
Contoh ayat Al-Qur’an, yaitu firman Allah:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Contoh hadis, yaitu sabda Nabi ﷺ:
جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم
“Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, diri, dan lidah kalian.” (HR. Aḥmad dan An-Nasā’i).
- Adapun golongan kedua, maka itu terbagi menjadi tiga kelompok.
Imam Ibnu Qayyim berkata:
وَأَهْلُ الْعَهْدِ ثَلَاثَةُ أَصْنَافٍ:أَهْلُ ذِمَّةٍ. وَأَهْلُ هُدْنَةٍ. وَأَهْلُ أَمَانٍ
“Orang-orang yang memiliki ikatan perjanjian, ada tiga macam: ahli dzimmah, ahli hudnah, ahli aman.” (Aḥkām Ahli Aż-Żimmah)
- Ahli dzimmah, yaitu kafir zimi, yakni orang kafir yang tinggal di bawah kekuasaan pemerintahan muslimin dan mau tunduk terhadap peraturan di dalamnya.
- Ahli hudnah, yaitu kafir muahid, yakni orang kafir yang memiliki perjanjian gencatan senjata dengan kaum muslimin.
- Ahli aman, yaitu kafir musta’man, yakni orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin.
Imam Ibnu Qayyim berkata:
وَأَمَّا الْمُسْتَأْمِنُ فَهُوَ الَّذِي يَقْدَمُ بِلَادَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ غَيْرِ اسْتِيطَانٍ لَهَا، وَهَؤُلَاءِ أَرْبَعَةُ أَقْسَامٍ: رُسُلٌ، وَتُجَّارٌ، وَمُسْتَجِيرُونَ حَتَّى يُعْرَضَ عَلَيْهِمُ الْإِسْلَامُ وَالْقُرْآنُ، فَإِنْ شَاءُوا دَخَلُوا فِيهِ، وَإِنْ شَاءُوا رَجَعُوا إِلَى بِلَادِهِمْ، وَطَالِبُوا حَاجَةٍ مِنْ زِيَارَةٍ، أَوْ غَيْرِهَا،
“Adapun kafir musta’min, yaitu orang yang datang ke negeri kaum muslimin tanpa bermukim di sana. Mereka terbagi menjadi empat golongan: utusan, pedagang, orang yang meminta perlindungan sampai disampaikan kepada mereka Islam dan Al-Qur’an. Jika mereka mau, mereka masuk Islam; jika tidak, mereka kembali ke negeri mereka. Lalu yang keempat yaitu orang-orang yang datang untuk urusan tertentu seperti berkunjung atau lainnya.” (Aḥkām Ahli Aż-Żimmah)
Kalau orang kafir dari golongan pertama yaitu kafir harbi boleh diperangi, maka kafir dari golongan kedua ini, yakni kafir zimi, muahid, dan musta’man, tidak boleh diperangi. Tidak boleh seorang muslim menumpahkan darah mereka, merusak harta mereka dan melanggar kehormatan mereka, selama mereka belum melanggar perjanjian mereka dengan kaum muslimin.
Dalil yang melarang memerangi kafir zimi adalah firman Allah:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula pada hari akhir, mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu dari kalangan mereka yang diberikan Al-Kitab, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa jika orang-orang kafir berada di bawah kekuasaan kaum muslimin dan mau bayar jizyah serta tunduk kepada aturan kaum muslimin, maka mereka tidak boleh diperangi. Dan itu dikuatkan oleh sabda Nabi ﷺ:
وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ – أَوْ خِلَالٍ – فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ
“Apabila engkau menjumpai musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga hal. Mana saja yang mereka setujui, maka terimalah dan jangan perangi mereka.”
Beliau ﷺ menyebutkan hal yang pertama:
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ أَجَابُوكَ، فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ
“Ajaklah mereka kepada Islam! Jika mereka mau menerima ajakanmu, maka terimalah mereka dan jangan perangi mereka!”
Kalau mereka enggan melakukan itu?
Beliau ﷺ menyebutkan hal yang kedua:
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ، فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ
“Jika mereka enggan masuk Islam, maka mintalah kepada mereka jizyah. Kalau mereka mau menyerahkan jizyah itu, maka terimalah dan jangan perangi mereka.”
Kalau mereka enggan melakukan itu?
Beliau ﷺ menyebutkan hal yang ketiga:
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ
“Jika mereka enggan melakukan semua itu, maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!” (HR. Muslim)
Adapun dalil yang melarang memerangi kafir muahid, yaitu sabda Nabi ﷺ:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Siapa yang membunuh seorang mu’ahad, niscaya ia tak akan mencium bau surga, padahal baunya bisa didapati dari jarak empat puluh tahun perjalanan.” (HR. Bukhari)
Adapun dalil yang melarang memerangi kafir musta’man, yaitu firman Allah:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ
“Jika salah seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allah, lalu antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.” (QS. At-Taubah: 6)
Siberut, 23 Rabī’ul Awwal 1447
Abu Yahya Adiya






