1. Apa hukuman bagi orang yang melakukan zina?
Allah berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS. An-Nur: 2)
Imam Al-Qurthubi berkata:
هَذَا حَدُّ الزَّانِي الْحُرِّ الْبَالِغِ الْبِكْرِ، وَكَذَلِكَ الزَّانِيَةُ الْبَالِغَةُ الْبِكْرُ الْحُرَّة
“Ini adalah hukuman bagi laki-laki yang berzina dalam keadaan merdeka, balig, dan belum menikah. Demikian pula wanita yang berzina dalam keadaan sudah balig, belum menikah, dan merdeka.” (Al-Jami’ Liahkam Al-Quran)
Karena itu, hukuman dera tadi tidak berlaku bagi seorang budak.
Imam Al-Qurthubi berkata:
وَأَمَّا الْمَمْلُوكَاتُ فَالْوَاجِبُ خَمْسُونَ جَلْدَةً لِقَوْلِهِ تَعَالَى
“Adapun budak-budak wanita, maka yang wajib adalah didera sebanyak lima puluh kali.”
فَإِنْ أَتَيْنَ بِفاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَناتِ مِنَ الْعَذابِ [النساء: 25]
“Bila mereka melakukan zina, maka hukuman atas mereka adalah setengah dari hukuman wanita-wanita merdeka” (QS. An-Nisa’: 25)
وَهَذَا فِي الْأَمَةِ، ثُمَّ الْعَبْدُ فِي مَعْنَاهَا.
Ini berlaku bagi budak wanita. Lalu budak laki-laki semakna dengannya.” (Al-Jami’ Liahkam Al-Quran)
Dan hukuman dera tadi juga tidak berlaku bagi pezina yang sudah menikah.
Imam Al-Qurthubi berkata:
وَأَمَّا الْمُحْصَنُ مِنَ الْأَحْرَارِ فَعَلَيْهِ الرَّجْمُ دُونَ الْجَلْد
“Adapun orang merdeka yang sudah menikah, maka hukuman atasnya adalah rajam, bukan dera.” (Al-Jami’ Liahkam Al-Quran)
Itu berdasarkan kabar dari ‘Umar bin Al-Khaththab. Ia berkata:
وَإِنَّ الرَّجْمَ فِي كِتَابِ اللهِ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى إِذَا أَحْصَنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ، إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ، أَوْ كَانَ الْحَبَلُ أَوِ الِاعْتِرَافُ
“Sesungguhnya rajam itu benar-benar ada dalam kitab Allah yaitu bagi pria dan wanita yang berzina jika sudah menikah, bila telah tegak bukti, atau karena hamil, atau berdasarkan pengakuan.” (HR. Muslim)
Imam Ibnu Qudamah berkata:
أَنَّ الرَّجْمَ لَا يَجِبُ إلَّا عَلَى الْمُحْصَنِ بِإِجْمَاعِ أَهْلِ الْعِلْمِ
“Rajam tidak wajib kecuali atas orang yang sudah menikah menurut kesepakatan para ulama.” (Al-Mughni)
Dan hukuman dera tadi juga tidak berlaku bagi orang yang belum balig.
Imam Ibnu Qudamah berkata:
أَمَّا الْبُلُوغُ وَالْعَقْلُ فَلَا خِلَافَ فِي اعْتِبَارِهِمَا فِي وُجُوبِ الْحَدِّ، وَصِحَّةِ الْإِقْرَارِ؛ لِأَنَّ الصَّبِيَّ وَالْمَجْنُونَ قَدْ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْهُمَا، وَلَا حُكْمَ لِكَلَامِهِمَا. وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – عَنْ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ:
“Adapun balig dan berakal, maka tidak ada perbedaan pendapat dalam hal diakuinya demikian dalam wajibnya menegakkan hukuman dan sahnya pengakuan. Sebab, anak kecil dan orang gila tidak berlaku bagi mereka dan perkataan mereka hukuman. Diriwayatkan dari Ali-semoga Allah meridainya-dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ؛ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Hukuman tidak berlaku bagi 3 orang: orang yang tidur hingga ia terbangun, anak kecil hingga ia bermimpi basah (balig), dan orang gila hingga ia waras.” (Al-Mughni)
2. Bagaimana membuktikan seseorang berzina?
1. Pelakunya mengakui perbuatannya.
Seorang wanita Juhainah mendatangi Nabi ﷺ dalam keadaan hamil karena hasil berzina.
Ia pun berkata:
يَا رسول الله أَصَبْتُ حَدّاً فأَقِمْهُ عَلَيَّ
“Wahai Rasulullah, aku telah melakukan perkara yang mengharuskanku mendapat hukuman. Karena itu, tegakkanlah hukuman atas diriku!”
Maka Nabi ﷺ memanggil wali wanita itu lalu bersabda:
أَحْسِنْ إِليْهَا، فَإِذَا وَضَعَتْ فَأْتِنِي
“Berbuat baiklah kepada wanita ini. Jika ia telah melahirkan kandungannya, maka datanglah kepadaku.”
Akhirnya pulanglah wanita itu beserta walinya. Di kemudian hari, setelah melahirkan kandungannya, wanita itu datang kembali kepada Nabi ﷺ.
‘Imran bin Hushain berkata:
فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ
“Lalu diikatlah pakaiannya. Kemudian Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengeksekusinya. Maka, wanita itu pun dirajam.” (HR. Muslim)
2. Ada 4 orang yang menyaksikannya.
Imam Asy-Syaukani berkata:
وأما اعتبار كون الشهود أربعة فلا أعلم في ذلك خلافا وقد دل عليه الكتاب والسنة.
“Adapun para saksi harus berjumlah empat, maka aku tidak tahu perbedaan pendapat di antara ulama dalam hal demikian. Dan itu telah ditunjukkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.” (Ad-Darari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)
Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berzina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali, dan jangan kalian terima kesaksian mereka selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 4)
(bersambung)
Siberut, 21 Rabi’ul Awwal 1446
Abu Yahya Adiya






