Serba-serbi Zakat Fitri (Bag. 3)

Serba-serbi Zakat Fitri (Bag. 3)

8. Untuk siapa zakat fitri dialokasikan?

Jumhur ulama berpendapat bahwa zakat fitri dialokasikan untuk 8 golongan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Sedangkan para ulama mazhab Maliki dan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fitri hanya dialokasikan untuk orang-orang fakir miskin saja. Dan inilah pendapat yang lebih kuat. Sebab….

Ibnu ‘Abbas berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kekejian serta untuk memberi makan orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Imam Al-‘Azhim Abadi berkata:

وَفِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّ الْفِطْرَة تُصْرَف فِي الْمَسَاكِين دُون غَيْرهمْ مِنْ مَصَارِف الزَّكَاة

“Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa zakat fitri itu diserahkan kepada orang-orang miskin bukan selain mereka.” (‘Aun Al-Ma’bud)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

{طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ} نَصٌّ فِي أَنَّ ذَلِكَ حَقٌّ لِلْمَسَاكِينِ. وقَوْله تَعَالَى فِي آيَةِ الظِّهَارِ:

Memberi makan orang-orang miskin adalah teks yang menunjukkan bahwa zakat fitri adalah hak orang-orang miskin. Dan firman-Nya dalam ayat tentang zhihar:

{فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا}

“(maka wajib) memberi makan enam puluh orang miskin.”

فَإِذَا لَمْ يَجُزْ أَنْ تُصْرَفَ تِلْكَ لِلْأَصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ فَكَذَلِكَ هَذِهِ

Jika kafarat zhihar ini tidak boleh diberikan kepada 8 golongan itu, maka begitu pula zakat fitri.” (Majmu’ Al-Fatawa)

 

9. Ketika menyerahkan zakat kepada orang miskin haruskah memberi tahu kepadanya bahwa yang diserahkan itu adalah zakat?

Imam Ibnu Qudamah:

وَإِذَا دَفَعَ الزَّكَاةَ إلَى مَنْ يَظُنُّهُ فَقِيرًا، لَمْ يَحْتَجْ إلَى إعْلَامِهِ أَنَّهَا زَكَاةٌ.قَالَ الْحَسَنُ

“Jika membayar zakat kepada orang yang disangka miskin, maka tidak perlu memberitahukannya bahwa itu zakat. Al-Hasan berkata:

أَتُرِيدُ أَنْ تُقْرِعَهُ، لَا تُخْبِرْهُ؟

“Apakah engkau hendak menyakitinya?! Jangan beritahukan ia!”

وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ:

Dan berkata Ahmad bin Al-Husain:

قُلْت لِأَحْمَدَ: يَدْفَعُ الرَّجُلُ الزَّكَاةَ إلَى الرَّجُلِ، فَيَقُولُ: هَذَا مِنْ الزَّكَاةِ. أَوْ يَسْكُتُ؟

“Aku bertanya kepada Ahmad, ‘Apakah seseorang membayar zakat kepada seseorang dengan berkata bahwa itu adalah zakat atau diam saja?”

قَالَ:

Maka beliau pun menjawab:

وَلِمَ يُبَكِّتْهُ بِهَذَا الْقَوْلِ؟ يُعْطِيه وَيَسْكُتُ، وَمَا حَاجَتُهُ إلَى أَنْ يُقْرِعَهُ؟

“Kenapa harus menyakitinya dengan berkata seperti itu? Hendaknya ia memberi dan diam. Tidak butuh untuk menyakitinya.” (Al-Mughni)

Imam Ad-Dardir berkata:

وَلَا يُشْتَرَطُ إعْلَامُهُ أَوْ عِلْمُهُ بِأَنَّهَا زَكَاةٌ بَلْ قَالَ اللَّقَانِيُّ:

“Tidak disyaratkan memberitahukannya atau ia mengetahui bahwa itu zakat. Bahkan Al-Laqqaani berkata:

يُكْرَهُ إعْلَامُهُ لِمَا فِيهِ مِنْ كَسْرِ قَلْبِ الْفَقِيرِ

“Makruh memberitahukannya karena ada unsur mematahkan hati orang miskin.” (Asy-Syarh Al-Kabir)

Imam An-Nawawi berkata:

إذا دفع المالك أو غيره الزكاة إلى المستحق ولم يقل هي زكاة، ولا تكلم بشيء أصلا: أجزأه، ووقع زكاة، هذا هو المذهب الصحيح المشهور الذي قطع به الجمهور

“Jika pemilik atau selainnya membayar zakat kepada orang yang berhak dan tidak berkata bahwa ia zakat dan tidak mengucapkan perkataan sedikit pun, maka itu sudah mencukupi dan terhitung zakat. Ini adalah pendapat yang benar dan popular yang ditegaskan oleh mayoritas ulama.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)

Maka, tak perlu memberi tahu orang miskin bahwa yang akan diberikan kepadanya adalah zakat fitri, kecuali kalau kebiasaan orang tersebut tidak menerima zakat, maka hendaknya memberi tahu terlebih dahulu bahwa yang akan diberikan adalah zakat fitri.

Syekh Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin berkata:

لا بأس أن يعطى الزكاة لمستحقها بدون أن يعلم أنها زكاة إذا كان الآخذ له عادة بأخذها وقبولها، فإن كان ممن لا يقبلها فإنه يجب إعلامه حتى يكون على بصيرة فيقبل أو يرد.

“Tidak mengapa zakat diberikan kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ia mengetahui bahwa itu adalah zakat, jika memang orang itu biasanya mengambilnya dan menerimanya. Namun, jika ia termasuk orang yang biasanya menolak itu, maka wajib memberitahukan kepadanya bahwa itu adalah zakat supaya ia punya kejelasan untuk menerima atau menolak.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Al-‘Utsaimin)

 

10. Apakah zakat fitri itu berupa makanan atau uang?

Ibnu ‘Umar berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas seorang hamba sahaya maupun orang merdeka dan atas seseorang lelaki maupun wanita serta atas anak kecil maupun orang dewasa dari umat islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1 sha’ adalah 4 mud. Satu mud adalah sekitar 750 gram. Berarti, 1 sha’ adalah 3 kilogram.

Di zaman Rasulullah ﷺ sudah ada uang sebagai alat pembayaran. Namun, dalam hal zakat fitri, beliau menggunakan makanan pokok dan tidak menggunakan uang. Itu menunjukkan bahwa zakat fitri hanya boleh dibayar dengan makanan pokok.

Imam An-Nawawi berkata:

قال الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ لَا يُجْزِئُ إخْرَاجُ الْقِيمَةِ وَبِهِ قَالَ الْجُمْهُورُ

“Asy-Syafi’i dan para sahabat (ulama mazhab Syafi’i) berpendapat tidak sah membayar zakat fitri dengan nilai uang. Dan itu juga merupakan pendapat mayoritas ulama.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab)

Lantas, bagaimana kalau seseorang yang miskin ternyata benar-benar lebih membutuhkan uang daripada makanan pokok?

Syekhul Islam berkata:

وَالْأَظْهَرُ فِي هَذَا: أَنَّ إخْرَاجَ الْقِيمَةِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَلَا مَصْلَحَةٍ رَاجِحَةٍ مَمْنُوعٌ مِنْهُ…..وَأَمَّا إخْرَاجُ الْقِيمَةِ لِلْحَاجَةِ أَوْ الْمَصْلَحَةِ أَوْ الْعَدْلِ فَلَابَأْسَ بِهِ.

“Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini yakni membayar zakat fitri dengan nilai uang tanpa ada kebutuhan dan kemaslahatan yang jelas adalah terlarang….adapun membayar zakat fitri dengan nilai uang karena adanya kebutuhan atau kemaslahatan atau keadilan, maka tak mengapa.” (Majmu’ Al-Fatawa)

Syekh Sayyid Mubarak berkata:

فهذه مصلحة راجحة، وليس هناك ما يمنع عند المصلحة والضرورة من إخراج النقود مكان الطعام في زكاة الفطر إذا كان يترتب على إخراجها طعامًا مشقةٌ، ولا إنكار أن إخراجها مالًا عند الضرورة والمصلحة والمشقة تجوز، وهي تقدَّر بقدرها

“Ini adalah kemaslahatan yang yang jelas. Dan ketika ada maslahat dan darurat tidak ada yang melarang untuk menunaikan zakat fitri dengan uang sebagai ganti makanan, jika memang dengan menunaikan zakat berupa makanan menyebabkan kesulitan. Dan tidak bisa diingkari bahwa menunaikan zakat fitri dengan harta tatkala darurat dan ada maslahat dan kesulitan diperbolehkan, dan itu diukur sekadarnya.” (Zakat Al-Fithr Baina An-Nash Asy-Syar’i wa Aqwal Ar-Rijal)

 

11. Kapan mulai diperbolehkan membayar zakat fitri? Dan kapan batas akhir waktu membayar zakat fitri?

(bersambung)

 

Padang, 26 Ramadhan 1442

Abu Yahya Adiya