4 Sifat Orang yang Beruntung

4 Sifat Orang yang Beruntung

Orang yang beruntung adalah orang yang tidak merugi. Dan orang yang merugi adalah orang yang tidak beruntung.

Setiap kita tentu ingin beruntung, dan tidak ingin merugi. Namun, bagaimana caranya supaya kita bisa beruntung dan tidak merugi?

Allah Ta’ala berfirman:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْر

“Demi masa. Sungguh, setiap manusia benar-benar berada dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 1-2)

Ya, setiap manusia merugi. Setiap manusia, baik pria maupun wanita, tua maupun muda, miskin maupun kaya, merugi dan benar-benar merugi. Rugi di dunia dan akhirat.

إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan dan saling menasehati untuk (menegakkan) kebenaran, serta saling menasehati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3).

Kecuali orang-orang yang mempunyai 4 sifat ini. Mereka akan beruntung dan tidak akan merugi.

Apa sajakah empat sifat orang yang beruntung dan tidak merugi di dunia dan akhirat?

 

Sifat pertama yaitu iman.

Beriman kepada segala sesuatu yang wajib kita imani. Beriman kepada kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.

Dan seorang tidak mungkin beriman tanpa ilmu. Tanpa mengetahui agamanya.

Orang yang tidak tahu tentang Siberut, tidak pernah mendengar nama Siberut, apalagi melihat daerah Siberut, maka apakah ia akan meyakini adanya daerah yang bernama Siberut?

Karena itu, makin serius seseorang mendalami agamanya, maka makin kenallah ia dengan Tuhannya.

Makin sungguh-sungguh seseorang mempelajari agamanya, maka makin sadarlah ia akan keagungan Tuhannya. Maka, makin cintalah ia kepada Tuhannya. Dan makin takutlah ia untuk mendurhakai Tuhannya.

Berarti, makin bertambah pengetahuan seseorang terhadap agamanya, maka makin bertambahlah imannya.

 

Sifat kedua yaitu beramal saleh. Beramal baik.

Dan suatu amalan tidak dianggap saleh dan baik sampai memenuhi dua syarat: ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ.

Allah berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا

“Dia yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

Fudhail menjelaskan makna yang paling baik amalnya:

أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ فَإِنَّهُ إِذَا كَانَ خَالِصًا ولَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا وَالْخَالِصُ إِذَا كَانَ لِلَّهِ وَالصَّوَابُ إِذَا كَانَ عَلَى السُّنَّةِ

“Yaitu yang paling ikhlas dan paling benar. Sebab, kalau suatu amalan ikhlas tapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika suatu amalan benar, tapi tidak ikhlas, maka tidak diterima pula sampai amalan itu ikhlas. Dan amalan dianggap ikhlas kalau karena Allah. Dan amalan dianggap benar kalau berdasarkan sunnah Rasulullah.” (Hilyatul Aulia wa Thabaqatul Ashfiya)

Berarti, amalan tidak dianggap baik kalau tidak ikhlas. Dan amalan juga tidak dianggap baik kalau tidak sesuai dengan tuntunan Nabi.

Amalan akan dianggap baik kalau ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ.

Karena itu, sebelum beramal, kita harus tahu terlebih dahulu apakah amalan yang akan kita amalkan sudah dianggap baik atau belum?

Apakah amalan yang akan saya lakukan ada perintahnya dari Nabi?

Apakah ibadah yang akan saya lakukan itu ada anjuran dan tuntunannya dari Nabi?

Imam Bukhari berkata:

بَابٌ: العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ واستغفر لذنبك } [محمد: 19] فَبَدَأَ بِالعِلْمِ

“Bab: ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Dalilnya firman Allah Ta’ala:

“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).

“Ketahuilah”…baru setelah itu: “mohon ampunlah”.

Artinya Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk berilmu (berpengetahuan), sebelum berucap dan berbuat.

 

Sifat ketiga yaitu saling menasehati dalam kebenaran. Yakni saling menasehati untuk beriman, melaksanakan kebajikan dan menjauhi kemaksiatan.

Allah berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran: 104)

Ya, orang yang seperti itulah yang beruntung. Tidak akan merugi. Sebab, bagaimana akan merugi, Allah akan menyelamatkannya dari siksa-Nya yang pedih di dunia dan akhirat.

Allah berfirman:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya muslih  (orang-orang yang membawa perbaikan).” (QS. Huud: 117)

Ayat ini menunjukkan bahwa yang akan selamat dari siksa Allah adalah orang yang muslih bukan saleh. Orang saleh artinya orang yang baik. Sedangkan orang yang muslih artinya orang yang membawa perbaikan. Ia orang yang baik dan ingin membuat orang lain menjadi baik.

Orang yang saleh adalah orang yang taat. Sedangkan orang yang muslih adalah orang yang taat dan juga mengajak orang lain untuk taat.

Orang yang saleh adalah orang yang meninggalkan maksiat. Sedangkan orang yang muslih adalah orang yang meninggalkan maksiat dan juga mengajak orang lain untuk meninggalkan maksiat.

Orang seperti itulah yang akan selamat dari siksa Allah di dunia dan akhirat.

 

Sifat keempat yaitu saling menasehati dalam kesabaran. Artinya saling menasehati agar bisa bersabar dalam beriman, beramal saleh dan menyampaikan kebenaran.

Mempelajari agama membutuhkan kesabaran. Dan untuk mengamalkannya membutuhkan lebih banyak lagi kesabaran. Dan untuk menyampaikannya membutuhkan lebih dan lebih banyak lagi kesabaran.

Sebab, pasti ada gangguan dan rintangan yang menghadang.

Namun, kalau seorang bisa memaksa dirinya untuk mempelajari agama Allah, mengamalkannya, dan menyampaikannya, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kesabarannya.

Allah berfirman:

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” (Ali-Imran: 146)

Dan Allah berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“Sesungguhnya siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90)

Siberut, 21 Syawwal 1441

Abu Yahya Adiya