Berlebihan Mengantarkan pada Kebinasaan

Berlebihan Mengantarkan pada Kebinasaan

“Bacalah takbir!” kata orang itu.

Maka orang-orang yang melingkarinya pun bertakbir.

“Bacalah tahlil!” lanjut orang itu. Maka mereka pun bertahlil.

Lalu ia berkata: “Bacalah tasbih!” Maka mereka pun bertasbih.

Terkejutlah Ibnu Mas’ud menyaksikan perbuatan mereka. Perbuatan yang belum pernah ia lihat dan ia dengar ketika Nabi ﷺ hidup.

Maka Ibnu Mas’ud pun berkata:

مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ؟

“Apa yang kalian lakukan ini?!”

Mereka menjawab:

 يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حصًا نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ.

“Wahai Abu ‘Abdirrahman, kami menghitung takbir, tahlil, dan tasbih dengan kerikil ini.”

Ibnu Mas’ud pun berkata:

«فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ، فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ

“Hitunglah kesalahan kalian! Aku jamin kebaikan kalian tidak akan sia-sia.

وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ

Aduhai, alangkah cepatnya kebinasaan kalian wahai umat Muhammad!

هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ، وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ، وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ

Lihatlah, para sahabat nabi kalian masih banyak yang hidup, pakaian Nabi ﷺ belum rusak, dan bejana-bejana beliau juga belum pecah.

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ أوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ

Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian berada di atas ajaran yang lebih baik daripada ajaran Muhammad ﷺ atau kalian sedang membuka pintu kesesatan?!”

Mereka menjawab:

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdirrahman, tidak ada yang kami inginkan kecuali kebaikan.”

Ibnu Mas’ud berkata:

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tapi tidak mendapatkannya!

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ حَدَّثَنَا أَنَّ قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ

Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengabarkan kepada kami bahwa akan ada suatu kaum yang membaca Al-Quran, tapi bacaan mereka tidak melebihi kerongkongan mereka.

وَايْمُ اللَّهِ مَا أَدْرِي لَعَلَّ أَكْثَرَهُمْ مِنْكُمْ

Demi Allah, aku tidak tahu bisa jadi kebanyakannya ada pada kalian!”

Setelah itu Ibnu Mas’ud pergi meninggalkan mereka. Lantas apa yang terjadi pada mereka?

 

Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah orang-orang saleh bagi kaum Nabi Nuh. Jasa mereka sangatlah banyak. Kesalehan mereka pun diakui oleh orang banyak.

Makanya, ketika mereka meninggal, banyak orang yang merasa kehilangan mereka.

Lantas, apa sikap masyarakat ketika mendengar mereka wafat?

Ibnu ‘Abbas berkata:

فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ، أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ، فَفَعَلُوا

“Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung di tempat-tempat pertemuan mereka dahulu, dan mereka disuruh memberikan nama-nama patung tersebut dengan nama-nama mereka.” (HR. Bukhari)

Apa yang akan mereka lakukan? Akankah mereka turuti bisikan setan?

 

Berlebihan Menyeret pada Kebinasaan

“Wahai Ahli Kitab! Janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS. An-Nisa’: 171)

Kalau Ahli Kitab dilarang bersikap berlebihan dalam agama, maka apalagi kita umat Islam!

Nabi ﷺ bersabda:

لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nashoro berlebih-lebihan dalam memuji ‘Isa putra Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah: ‘Hamba Allah dan rasul-Nya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Kenapa kita dilarang bersikap berlebihan dalam agama?

Nabi ﷺ bersabda:

فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

“Karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Bersikap berlebihan dalam beragama adalah tercela dan bisa mengundang murka.

Nabi ﷺ bersabda:

«هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ» قَالَهَا ثَلَاثًا

“Binasalah orang-orang yang bersikap berlebihan.” (Beliau mengulang itu sampai tiga kali). (HR. Muslim)

Dan termasuk sikap berlebihan dalam beragama adalah membuat ibadah, dan ritual baru yang tidak pernah dicontohkan, dikerjakan, dan diperintahkan oleh nabi kita.

Itu adalah perbuatan tercela dan terlarang dalam agama kita.

Nabi ﷺ berkata:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Hati-hatilah kalian dari perkara baru yang diadakan dalam agama, karena setiap perkara baru yang diadakan dalam agama adalah bidah dan setiap bidah adalah sesat.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Siapa pun yang membuat perkara baru dalam agama, maka ia sudah berlebihan dan melampaui batas dalam beragama. Sedangkan sikap berlebihan, sekecil apa pun, bisa menggiring pada kebinasaan.

Tengoklah kaum Nabi Nuh. Apa yang mereka lakukan setelah setan membisikan kepada mereka agar membuat patung-patung orang-orang saleh untuk mengenang jasa dan kesalehan mereka?

Ibnu ‘Abbas berkata:

فَفَعَلُوا، فَلَمْ تُعْبَدْ

“Mereka pun membuat patung-patung orang-orang saleh itu. Dan saat itu, patung-patung itu belum disembah.”

Ternyata mereka menuruti bisikan setan. Setan menghias-hiasi perbuatan mereka. Padahal, perbuatan itu tidak pernah diperintahkan oleh orang-orang saleh itu, dan tidak pula diperintahkan oleh nabi mereka.

Mereka sudah membuat perkara baru dalam agama. Mereka sudah melampaui batas dalam beragama.

Lantas, apa akibat dari perbuatan mereka?

Ibnu ‘Abbas berkata:

حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ العِلْمُ عُبِدَتْ

“Hingga ketika para pembuat patung itu meninggal, dan ilmu agama dilupakan, maka saat itulah patung-patung tersebut disembah. “(Shahih Bukhari)

Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa banyak para ulama salaf menerangkan:

فلما ماتوا عكفوا على قبورهم، ثم صوّروا تماثيلهم، ثم طال عليهم الأمد فعبدوهم

“Ketika mereka meninggal, orang-orang sering mengerumuni kuburan mereka, lalu membuat patung-patung mereka. Kemudian, setelah waktu berjalan beberapa lama, akhirnya orang-orang menyembah mereka.” (Ighatsah Al-Lahafah)

Lihatlah, patung-patung itu tadinya dibuat untuk mengenang jasa dan kesalehan mereka, tapi di kemudian hari ternyata dituhankan oleh mereka!

Dan ketika Nabi Nuh diutus kepada mereka untuk menyadarkan mereka, apa reaksi mereka?

وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka berkata, “Jangan kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.” (QS. Nuh: 23)

 

Dan tengoklah orang-orang yang ditegur oleh Ibnu Mas’ud tadi.

Mereka sudah melakukan zikir dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Lantas apa akibatnya?

‘Amru bin Salamah berkata:

رَأَيْنَا عَامَّةَ أُولَئِكَ الْحِلَقِ يُطَاعِنُونَا يَوْمَ النَّهْرَوَانِ مَعَ الْخَوَارِجِ

“Kami lihat kebanyakan mereka bergabung bersama kaum Khawarij memerangi kami dalam perang Nahrawan!” (HR. Ad-Darimi)

Kaum khawarij adalah kelompok yang mengafirkan orang yang tidak sependapat dengan mereka. Mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan melakukan berbagai perkara mungkar lainnya.

Lihatlah orang-orang yang diingkari Ibnu Mas’ud tadi. Mereka tadinya ‘hanya’ melakukan zikir baru yang tidak pernah diajarkan Nabi, ternyata di kemudian hari menjadi penumpah darah umat ini!

 

Siberut, 18 Muharram 1442

Abu Yahya Adiya