“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih cepat dalam berjalan dibandingkan Rasulullah ﷺ. Seakan-akan bumi dilipat untuk beliau.” (HR. Ahmad)
Itulah kabar dari seorang sahabat Nabi yaitu Abu Hurairah.
Perkataannya menunjukkan bahwa kebiasaan nabi kita adalah berjalan cepat bukan lambat.
Dan kalau Nabi ﷺ biasa melakukan sesuatu tentu saja itu bukan kebiasaan yang buruk. Itu merupakan kebiasaan yang baik dan patut kita tiru.
Mungkin ada yang ‘protes’ dengan berkata, “Bukankah ada hadis yang berbunyi:
سرعة المشي تذهب بهاء المؤمن
“Berjalan cepat menghilangkan kecerahan seorang mukmin”?
Itu dijawab oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani:
منكر جدا.
“Hadis itu sangat mungkar.” (Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah)
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani lebih lanjut menjelaskan:
ويكفي في رد هذا الحديث أنه مخالف لهدي النبي صلى الله عليه وسلم في مشيه، فقد كان صلى الله عليه وسلم سريع المشي كما ثبت ذلك عنه في غير ما حديث،
“Dan cukup untuk menolak hadis ini yakni bahwa itu menyalahi petunjuk Nabi ﷺ dalam jalannya. Sesungguhnya Nabi ﷺ itu berjalan cepat sebagaimana itu telah tetap dari beliau dalam lebih dari satu hadis.” (Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah)
Hadis yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ berjalan cepat itu ada banyak, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tadi.
Bukan cuma kebiasaan Nabi ﷺ saja. Berjalan cepat pun merupakan kebiasaan sahabat-sahabat beliau, di antaranya ‘Umar bin Al-Khaththab.
Syifa binti ‘Abdillah melihat beberapa pemuda berjalan pelan, maka ia pun berkata:
كَانَ وَاللَّهِ عُمَرُ إِذَا تَكَلَّمَ أَسْمَعَ وَإِذَا مَشَى أَسْرَعَ وَإِذَا ضَرَبَ أَوْجَعَ. وَهُوَ النَّاسِكُ حَقًّا.
“Demi Allah, jika ‘Umar berkata, terdengar suaranya. Jika ia berjalan, cepat jalannya. Dan jika ia memukul, menyakitkan pukulannya. Dan ia adalah ahli ibadah yang sesungguhnya.” (Ath-Thabaqaat Al-Kubra)
Timbul pertanyaan, lantas dari mana munculnya hadis yang mencela jalan dengan cepat?
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata:
ولعل هذا الحديث من افتراء بعض المتزهدين الذين يرون أن الكمال أن يمشي المسلم متباطئا متماوتا كأن به مرضا!
“Bisa jadi hadis itu termasuk buatan sebagian orang yang berusaha zuhud yang menganggap bahwa kesempurnaan adalah tatkala seorang muslim berjalan dengan lambat dan menampakkan kelemahan seakan-akan ada penyakit padanya.” (Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah)
Tentu saja itu keyakinan mereka yang keliru.
Zuhud itu bukanlah menampakkan kelemahan. Zuhud itu terpuji, sedangkan menampakkan kelemahan itu tercela.
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata:
وقد كره بعض السلف المشي بتضعف، حتى روى عن عمر أنه رأى شابا يمشي رويدا فقال:
“Sungguh, sebagian salaf membenci jalan dengan lemah, sampai-sampai diriwayatkan dari ‘Umar bahwa ia melihat seorang pemuda berjalan dengan pelan, maka ia pun berkata:
ما بالك أأنت مريض؟
“Ada apa dengan dirimu? Apa engkau sakit?”
قال:
Pemuda itu menjawab:
لا يا أمير المؤمنين،
“Tidak, wahai Amirulmukminin.”
فعلاه بالدرة وأمره أن يمشي بقوة
‘Umar pun mencambuknya dan menyuruhnya untuk berjalan dengan kuat. ” (Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah)
Karena itu, berjalan cepat tidak mengurangi kewibawaan dan kemuliaan seseorang, apalagi kalau ia melakukannya dengan niat meniru nabinya.
Siberut, 11 Rabi’ul Tsani 1445
Abu Yahya Adiya






