Fikih Puasa 32

Fikih Puasa 32

Zir bin Hubasy berkata:

سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فَقُلْتُ:

“Aku pernah bertanya pada Ubay bin Ka’b-semoga Allah meridainya-. Aku berkata:

إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ:

“Saudaramu, Ibnu Mas’ud pernah berkata:

مَنْ يَقُمِ الْحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ؟

“Siapa yang beribadah setahun penuh, maka ia akan mendapatkan Lailatul Qadar.”

فَقَالَ

Lalu Ubay berkata:

رَحِمَهُ اللهُ: أَرَادَ أَنْ لَا يَتَّكِلَ النَّاسُ، أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ، وَأَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

“Semoga Allah merahmati Ibnu Mas’ud. Ia ingin agar orang-orang tidak bergantung pada satu malam saja. Ketahuilah, bahwa ia sudah tahu bahwa Lailatul Qadar ada di bulan Ramadhan, pada sepuluh malam yang terakhir, yaitu pada malam ke-27.”

ثُمَّ حَلَفَ لَا يَسْتَثْنِي، أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ،

Kemudian Ubay bersumpah tanpa pengecualian bahwa Lailatul Qadar ada pada malam ke-27.

فَقُلْتُ:

Aku bertanya kepada Ubay:

بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُولُ ذَلِكَ؟ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ

“Berdasarkan apa engkau mengatakan demikian, wahai Abul Mundzir?”

قَالَ:

Ia menjawab:

بِالْعَلَامَةِ، أَوْ بِالْآيَةِ الَّتِي «أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ، لَا شُعَاعَ لَهَا

“Berdasarkan tanda yang telah dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ kepada kami bahwa pada hari itu matahari terbit dalam keadan tidak memancarkan sinarnya.” (HR. Muslim)

 

Faidah yang bisa kita petik dari hadis ini:

 

  1. Hendaknya seorang muslim selalu berprasangka baik kepada saudaranya sesama muslim.

Seperti yang dilakukan oleh Ubay bin Ka’b. Tatkala ia mendengar bahwa Ibnu Mas’ud memiliki pendapat yang menurutnya keliru, ia berkata: “Semoga Allah merahmati Ibnu Mas’ud. Ia ingin agar orang-orang tidak bergantung pada satu malam saja.”

Lihatlah Ubay bin Ka’b, ia memberi uzur kepada Ibnu Mas’ud, dan tidak langsung menyalahkannya.

Ja’far bin Muhammad berkata:

إِذَا بَلَغَكَ عَنْ أَخِيكَ الشَّيْءُ تُنْكِرُهُ فَالْتَمِسْ لَهُ عُذْرًا وَاحِدًا إِلَى سَبْعِينَ عُذْرًا، فَإِنْ أَصَبْتَهُ وَإِلَّا قُلْ:

“Jika sampai kepadamu sesuatu yang engkau ingkari dari saudaramu, maka carilah satu sampai 70 alasan untuk memaafkannya. Kalau dapat, itulah yang diharapkan. Kalau tidak, maka katakannlah:

لَعَلَّ لَهُ عُذْرًا لَا أَعْرِفُهُ

“Bisa jadi ia punya uzur yang tidak kuketahui.” (Syu’ab Al-Iman)

Hamdun Al-Qashar berkata:

إذا زَلَّ أخٌ مِن إخوانكِم؛ فاطلُبوا له سبعين عُذراً فإنْ لم تقبلْه قلوبُكُم فاعلموا أنَّ المعيبَ أنفسُكُم…

“Jika ada di antara saudara kalian yang tergelincir melakukan kesalahan, maka carilah 70 alasan untuk memaafkannya. Jika hati kalian tidak menerimanya, maka ketahuilah sesungguhnya kekurangan yang sebenarnya ada pada kalian!” (Syu’ab Al-Iman)

 

  1. Malam yang paling diharapkan terjadinya Lailatul Qadar adalah malam ke 27 Ramadhan.

Sebagaimana yang dikatakan Ubay berdasarkan tanda-tanda yang dikabarkan Nabi ﷺ kepadanya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

وَأَرْجَحُهَا كُلِّهَا أَنَّهَا فِي وِتْرٍ مِنَ الْعَشْرِ الْأَخِيرِ وَأَنَّهَا تَنْتَقِلُ كَمَا يُفْهَمُ مِنْ أَحَادِيثِ هَذَا الْبَابِ

“Dan pendapat yang paling kuat dari semua pendapat yang ada yaitu bahwa Lailatul Qadar terjadi di malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan bahwasanya Lailatul Qadar itu berpindah-pindah, sebagaimana yang dipahami dari hadis-hadis pada bab ini.

وَأَرْجَاهَا أَوْتَارُ الْعَشْرِ

Malam yang paling diharapkan terjadinya Lailatul Qadar adalah malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir.

وَأَرْجَى أَوْتَارِ الْعَشْرِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ لَيْلَةُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ عَلَى مَا فِي حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ

Dan dari malam-malam ganjil itu, malam yang paling diharapkankan terjadinya Lailatul Qadar menurut para ulama madzhab Asy-Syafi’i adalah malam ke 21 atau ke 23 sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Abu Sa’id dan ‘Abdullah bin Unais.

وَأَرْجَاهَا عِنْدَ الْجُمْهُورِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

Sedangkan menurut mayoritas ulama, malam yang paling diharapkan terjadinya Lailatul Qadar adalah malam 27.” (Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari)

 

  1. Tanda terjadinya Lailatul Qadar adalah keesokan harinya matahari terbit dalam keadaan cahayanya tidak menyengat.

Selain itu tanda lainnya disebutkan oleh Nabi ﷺ:

لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ، لَا حَارَّةٌ، وَلَا بَارِدَةٌ، تُصْبِحُ شَمْسُهَا صَبِيحَتَهَا ضَعِيفَةً حَمْرَاءَ

Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin. Keesokan harinya cahaya mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR. Abu Daud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)

 

Siberut, 26 Ramadhan 1441

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Syuab Al-Iman karya Imam Al-Baihaqi
  2. Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
  3. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj karya Imam An-Nawawi
  4. Syarh Shahih Muslim karya Syekh Hasan Abu Al-Asybal